Di sebuah kamar kost kecil kutemukan catatan.
"Mas Sony, aku tak tahu kamu di mana, yang kutahu cintamu padaku begitu besar. Namun saat ada yang kau titipkan padaku, kenapa kau memudar rasa dengan cepat?. Maaf mas, aku lelah, bila anak ini milikku maka akan ikut denganku, tapi bila anak ini juga milikmu maka dia akan bertahan dan menemani kehidupanmu."
"Jadi aku bukan anak ibu?. Lintang tersenyum manis sekali.
"Kau tidak kaget sayang?. Kenapa tersenyum?"
"Mbok selalu mengajariku hal yang baik. Kata mbok, seharusnya Bu Sasti bukan ibuku. Karena aku dan ibu seperti langit dan bumi. Aku pikir karena aku dekat dengan si mbok sehingga yang kulakukan persis seperti yang si mbok ajarkan."
Allahu Akbar, kutemukan Hawa kembali. Perempuan yang aku sia-siakan lima belas tahun yang lalu. Perempuan yang aku tendang karena meminta pertanggungjawabanku, perempuan yang aku ludahi karena terpikat Sasti.
Dalam tangis tersayat, aku menyesal. Kamu yang mengajarkanku kebaikan, dengan segala cara aku bertahan untuk tetap pada keyakinanku. Sementara Sasti dengan satu kerlingan matanya telah membuatku bertekuk lutut hingga aku putuskan baca syahadat kala itu. Sampai hari ini aku masih bertekuk lutut, tak piawai aku mengendalikan Sasti dan membuatnya menjadi makmum untukku.
"Ayah menyesal telah memeluk Islam?. Mata Lintang menggelayutkan Hawa.
"Iya, sangat menyesal."
"Apa yang ayah sesali?. Ketahuilah bahwa jalan ayah tidak salah."
Prang..prang.
Piring yang kedua puluh melayang kembali, kali ini mengenai pelipis Mbok Yati.
Pengasuh Lintang yang aku bawa dari Rumah Sakit tempat Lintang dilahirkan. Pengasuh Lintang yang bersedia menjaga rahasia Lintang. Pengasuh Lintang yang berkenan mengasuh Lintang dari bayi hingga umur Lintang tiga tahun, hingga akhirnya Sasti memperbolehkan Lintang masuk ke rumah kami dengan catatan tidunya harus dengan si mbok.
"Brengsek kamu Sasti. Aku sudah tak tahan. Aku talak kamu."
"Good, ini yang aku mau. Aku muak melihat kau di rumah terus. Pergi kalian sana. Ini rumahku!"
"Hey apa maksudmu?. Ini rumah kita Sasti."
"Woi jangan mimpi. Kau lupa surat perjanjian pra nikahnya. Semua yang kamu punya setelah menikah akan menjadi milikku bila kau ceraikan aku."
Astagfirullah, aku terjebak Sasti.