Mohon tunggu...
Hidwar Norseha
Hidwar Norseha Mohon Tunggu... Guru - PNS

Berbuat yang terbaik demi membahagikan orang lain

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wahai Orangtua, Anakmu Sering Bertengkar Itu karena Salahmu!

6 Juli 2020   05:26 Diperbarui: 6 Juli 2020   05:17 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi orangtua dengan banyak anak memang susah-susah gampang. Apalagi jika jarak kelahirannya hanya berselang tak jauh.

Masalah yang sering dialami adalah pertengkaran dan perkelahian anak-anak di dalam rumah. Masalah sepele saja bisa mengakibatkan pertengkaran dan perkelahian mereka.

Pengalaman sahabat saya mengingatkan pada kita semua tentang pentingnya memperhatikan anak-anak secara merata dan tidak pilih kasih.

Ketika si ibu dibawa ke rumah bersalin untuk melahirkan, si bapak memberikan hadiah kepada anak lainnya untuk mengalihkan perhatian agar tak menanyakan ke mana ibunya.

Lalu si bapak mengatakan kepada mereka pada kesempatan lain bahwa hadiah itu diberikan untuk menyambut kedatangan bayi mungil.

Ia juga meminta agar mereka tidak membuat kegaduhan agar bayi mungil itu tidak terganggu. Dan setiap ada tamu, baik keluarga maupun tetangga kedua orangtuanya selalu memuji bayi mungil tersebut.

Al hasil, saudara mereka merasa tidak dipedulikan. Kasih sayang orangtuanya telah berkurang semenjak kehadiran bayi mungil.

Hal inilah yang menyebabkan saudaranya cemburu dan menyimpan dendam pada adik kecilnya.

Bermula dari situ, waktu terus berjalan. Dan pertengkaran-pertengkaran mereka buat akan perhatian kedua orangtua mereka kembali seperti sediakala.

Kesalahan kecil sebenarnya, namanya punya bayi mungil baru pastilah membuat senang orangtua. Beda halnya dengan para saudaranya.

Harusnya, si ayah mengatakan bahwa mereka punya adik kecil baru yang harus mendapat perhatian serius agar tetap sehat. Mereka dulu saat kecil juga mendapatkan perawatan ekstra ketat agar tetap terawat dan sehat.

Seharusnya, orangtua juga tidak terlalu memuji-muji bayi mungil tersebut, apalagi di hadapan anak-anaknya yang lain.

Mereka juga harus memberikan perhatian lebih pada anak-anaknya yang lebih besar untuk menumbuhkan perasaan yakin dalam diri mereka.

Anak tak mengerti apa-apa sebelumnya jika orangtua tidak memberikan pengertian yang mendalam. Bahwa kehadiran adik kecil tidak akan mengurangi kasih sayang orangtua pada mereka.

Sehingga keyakinan  bahwa anak yang baru lahir itu tidak mencerabut mereka dari perhatian orangtua.

Di samping itu menghindari perbandingan antar mereka sangat penting dilakukan. Kadang selalu terbuka kemungkinan bahwa anak memiliki kualitas khusus, sehingga tanpa disadari membangkitkan kesayangan berlebih dari orangtua.

Beberapa anak bisa saja lebih cerdas, lebih cantik, lebih penurut, lebih santun dan lainnya, sehingga memang layak mendapat perhatian lebih dan penghargaan berupa pujian.

Tetap saja kehati-hatian dari kedua orangtua harus dijaga. Jangan sampai penghargaan terhadap anak yang memiliki kelebihan menjadikan anak lainnya merasa tersisihkan.

Akibat terparah adalah timbulnya kecemburuan antar saudara. Kadang hal yang demikian bisa berurat berakar hingga mereka dewasa. Tak sedikit yang akhirnya persaingan mereka hingga menghancurleburkan sebuah persaudaraan.

Katanya, sebagai sebuah strategi untuk menghidupkan kompetisi di antara anak-anak, beberapa orangtua mengungkapkan kelebihan salah seorang anaknya di bidang tertentu. Dan mengungkap juga anak lainnya di bidang lainnya.

Jadi pujian penghargaan tetap sama diberikan kepada semua anak. Dan menjaga perasaan mereka semua adalah sebuah keniscaan bagi orangtua.

Alasan paling penting lainnya bagi pertengkaran di antara anak-anak adalah harapan orangtua yang begitu tinggi terhadap anak-anaknya. Misalnya, anak menginginkan mainan saudaranya dan orangtua melarang.

Pada titik ini, orangtua ikut campur tangan pada urusan tetek bengek anak-anak mereka.

Oh iya, sepertinya semua kesalahan ditimpakan pada orangtua. Tapi apalah namanya anak, mereka akan belajar dari orangtua mereka. Karena di rumah hanya orangtua figur yang dijadikan contoh pertama kalinya.

Yang lebih parah adalah orangtua yang sering bertengkar di dalam rumah. Anak-anak akan meniru orangtua mereka.

Tatkala menyaksikan orangtua bertengkar, anak-anak tak berdosa ini akan menganggap bahwa bertengkar memang layak dilakukan untuk menang dan menguasai. Dan akhirnya jadi jalan hidup mereka.

Didorong oleh keinginan itulah makanya anak akhirnya akan mencari berbagai alasan untuk bertengkar dengan saudaranya. Kadang merebut mainan saudaranya hanya agar terjadi perebutan dan berbuntut pada pertengkaran saja. Padahal sejatinya dia tidak membutuhkan mainan itu.

Karena itu, orangtua yang bosan menyaksikan pertengkaran anak-anaknya sudah selayaknya bercermin dan membenahi diri sendiri.

Barulah setelah itu berusaha dengan keras memperbaiki kondisi yang ada dengan memusatkan perhatian pada anak-anaknya. Mengurangi pertengkaran di antara mereka dengan menumbuhkan kasih sayang sesama.

Tentu saja tak akan ada keluarga yang bersih dari perbedaan pendapat dan pertengkaran di antara anggota keluarga.

Namun, bila orangtua berhati-hati dan memahami betul konsekuensi yang akan ditanggung ketika pertengkaran menjadi kebiasaan di dalam rumah tidak akan mempertontonkan pertengkaran dan perdebatan mereka di hadapan anak-anak.

Pada dasarnya, anak-anak merupakan manusia yang memiliki naluri untuk bertengkar dan berkelahi. Sebagai bentuk eksistensi diri. Kenyataannya, secara umum hiperaktif dan berkelahi dapat menjadi cara untuk mengeluarkan kelebihan energinya.

Bukankah lebih baik jika kelebihan energi mereka disalurkan kepada hal yang sangat positif. Menyayangi dan mengasihi saudara lebih baik dan istimewa daripada bertengkar dan berdebat, apalagi berkelah.

Orangtua harus benar-benar memperhatikan bahwa ketika anak-anak mereka bertengkar dan berkelahi jangan sampai melukai secara fisik dan merusak barang-barang di sekitarnya.

Walaupun kebiasaan berkelahi dan bertengkar anak-anak akan lenyap dengan sendirinya ketika mereka beranjak remaja dan dewasa. Tetap saja perlu diwaspadai kemungkinan dendam pertengkaran dan perkelahian saudara terbawa dan tertinggal hingga dewasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun