Minggu pagi yang cerah, atmosfer udara bak di negeri dongeng
Udara yang hangat, sinar mentari yang cerah, embun yang menetes dari dedaunan
Dan kicauan burung yang terbang saling bersautan
Asap yang mengepul, menyeruak di tengah susunan rapi genteng genteng rumah
Suara teriakan anak kecil yang enggan berangkat sekolah
Membuat sang Ibu murka dan mengamuk, si anak pun menangis...
Semakin berjalan lebih lama semakin banyak hal tak biasa yang ku jumpai
Seorang pria paruh baya yang memikul ember ember berisi nira
Pulang dari ladang pukul 6 pagi
Dua puluh dua tahun aku hidup, dan menghabiskan lebih dari setengah umur hidup disini
Makan dan minum dari hasil bumi tanah ini
Bermain dan bersenang senang di dataran ini
Tapi hari ini aku seperti baru berjumpa dengan kekasih lama
Jantung berdetak kencang, menganga terpesona di sepanjang jalan
Saat Mentari terik di atas ubun ubun
Air Kelapa yang disuguhkan langsung dari pohonnya adalah jamuan terbaik
Kesegaran dari manis dan murninya air kelapa melunturkan dahaga dan penat selama ini
Saat mentari mulai tergelincir ke arah barat pertanda berkumpulnya geng bocil kali untuk beraksi
Bermain di dalam nya sungai yang tak keruh tak juga jernih
Suara Jangkrik mulai berorkestra di malam yang sunyi
Pukul delapan malam kentongan di pukul delapan kali, tradisi ini masih berlanjut sejak dahulu sebelum ada benda bernama jam
Satu jam kemudian seluruh desa telah sunyi, lampu lampu telah padam, hanya tersisa suara calung para bapak bapak penjaga ronda
Dahulu aku sangat menantikan saat ini, Namun saat ini aku Gelisah dan Ingin kembali ke masa lalu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H