“Zahra, Sinta” panggilan nenek mencairkan suasana aku dan Ibuku, kemudian nenek mempersilahkan Ibuku untuk duduk dan kemudian nenek pergi kedapur untuk membawakan segelas air dan sepiring kue yang sudah aku persiapkan.
Aku dan Ibuku masih terdiam, entah mengapa sangat sulit caranya untuk memulai percakapan meskipun banyak sekali yang aku ingin tanyakan kepada wanita yang saat ini duduk tepat dihadapanku dan diapun masih menatapku dengan tatapan kosong. Aku tidak tau apa yang ada dalam pikirannya dan akupun juga tidak tau perasaan apa yang aku rasakan saat ini.
Tak lama kemudian, nenek datang dengan membawa segelas air dan sepiring kue dan suasana mulai mencair. Wanita itu, mulai mau bercerita tentang keadaanya kepada nenek dan aku hanya bisa terdiam dengan seksama mendengarkan kisah yang wanita itu ceritakan kepada Ibunya..nenekku. Jika dia bisa bercerita kepada Ibunya dengan leluasa, lalu kenapa aku tidak bisa melakukan itu, kenapa sangat sulit rasanya untuk memulai percakapan dengannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H