Sarani adalah kata yang sama dengan baptis. Jika Sarani lebih bermakna sosial sebagai identitas maka baptis memiliki makna sakramen-liturgis
Orang di negeri Waai, sama seperti masyarakat Kristen Maluku Tengah, menyebut sakramen baptis dengan istilah Sarani. Maknanya sama. Orang dibawa pada kehidupan baru bersama juru selamat atau Hamasiah. Secara sosiologis, penggunaan istilah Sarani sendiri memiliki makna yang lebih luas.
anak, atau seorang dewasa, untuk masuk dalam kehidupan perjanjian yang baru bersama Yesus (Yeshua). Orang Muslim Maluku menggunakan istilah Sarani untuk menunjuk saudara gandong dan pela mereka yang memeluk agama Kristen.Â
Orang Kristen menyebut Sarani untuk prosesi liturgis dibaptisnya seorangDalam lingkup hubungan yang lebih luas, saat seseorang dalam lingkungan pergaulan masyarakat Indonesia menyebut kata Sarani, besar kemungkinan ia adalah orang yang datang dari komunitas Gereja Protestan Maluku.
Sarani di Negeri Waai
Injil masuk ke Maluku sejak tahun 1512. Orang Portugis membawa injil ke Maluku pada periode penjelajahan Samudera. Fransiscus Xaverius, atas amanat tahta kepausan, selama tahun 1546-1547 menyusuri pulau pulau dan mengabarkan injil di negeri rempah-rempah.
Penutupan Ibadah Sarani di Waai
Praktis, orang Maluku sudah mengenal Injil sebelum masa reformasi gereja. Setelah reformasi terjadi di Eropa diikuti perubahan peta kekuasaan maritim, orang Belanda membawa keyakinan Protestan ke Maluku. Ibadah Protestan pertama di Maluku tercatat terjadi pada 27 Pebruari 1605.
Pada rentang masa itu, proses "Sarani" terjadi di negeri Waai. Menurut tradisi oral, seorang Zending Belanda membayar para pengangkut untuk membawanya dari pantai menuju negeri yang terletak di puncak gunung Salahutu. Â Zending itu diangkut di dalam karung dan diletakan di tengah alun-alun negeri.
Ketika orang keluar selesai ibadah Jum'at dan menuju alun-alun, sang Zending keluar dari karung dan memercikan airnya. Setiap orang yang terkena percikan air menjadi orang Kristen, sementara mereka yang tidak terkena percikan berlari meninggalkan negeri. Sejak hari itu, Waai menjadi negeri Kristen.
Anak-anak dibawa ke gereja untuk dibaptis. Setelah menerima sakramen baptisan, keluarga menggelar syukuran dengan mengundang sanak saudara dalam acara pesta makan.
Di masa sekarang, Sarani di negeri Waai adalah kegembiraan masyarakat.Saksi Sarani
Anak-anak Sarani di Waai memiliki Saksi. Biasanya saksi Sarani dua orang. Satu laki-laki dan satu perempuan. Tetapi saksi yang berpasangan seperti ini tidak selalu terjadi. Jika saksi Sarani berpasangan, maka saksi laki-laki akan disebut "Papa Sarani" dan saksi perempuan di sebut "Mama Sarani".Â
Papa Sarani dan Mama Sarani memiliki tugas membimbing "Anak Sarani. Bimbingan itu berupa pendampingan. Papa dan Mama Ani, begitu mereka dipanggil sehari-hari, memberi nasihat, membimbing pertumbuhan iman juga menopang pendidikan anak Sarani sampai saat pengakuan iman percaya atau "Sidi".
Biasanya, Papa dan Mama Ani adalah kerabat atau saudara dari orang tua kandung anak Sarani. Mereka yang telah mengaku percaya dan diteguhkan sebagai anggota gereja dewasa dapat menjadi orang tua Sarani.
Sarani dalam tradisi keluarga kami
Jika disejajarkan maknanya, maka Sarani atau Baptisan sama dengan Sunat. Dalam surat Kolose 2:11-12, Rasul Paulus secara jelas menunjukkan bahwa baptisan adalah sunat rohani dalam kesatuan dengan Kristus (Hamasiah). Karena itu, umumnya, orang membawa anak-anak mereka untuk dibaptis pada usia di bawah 7 tahun.
Keluarga kami, dengan landasan ayat yang sama, membaptis anak-anak setelah mereka menyelesaikan bacaan kitab Injil. Karena kami percaya bahwa baptisan Roh dilakukan oleh Yesus (Yeshua) sendiri sebagaimana nats  Yohanes 1:33, dan itu datang mendahului baptisan air. Karena itu kami mewajibkan anak-anak membaca dan mengenal injil sebelum mereka menerima air Sarani.
Anak kami yang bungsu dapat dikatakan beruntung karena mendapatkan baik tradisi Sarani di lingkungan Gereja Protestan Maluku, pun tradisi Sarani keluarga kami. Berbeda dengan kedua kakaknya, ia dibaptis di negeri Waai, ia mendapatkan Papa dan Mama Ani pun ia menyelasaikan bacaan Injil.
Prosesi Sarani di Gereja GPM Damai Jemaat Waai pada 26 Desember 2023 berlangsung hikmat dan lancar. Â Bantuan dari Pendeta dan Majelis Jemaat sangat luar biasa, mengingat kami bukan anggota jemaat GPM Waai.
Pada malam hari, Papa dan Mama Ani menggelar acara syukuran. Hadir dalam acara, majelis sektor Talitakumi 3 serta para kerabat. Kami larut dalam keintiman dan kasih persaudaraan. Ada canda. Ada berbagi cerita. Ada sajian makan. Pun ada sesi foto keluarga.Â
Terima kasih kami untuk  Ketua Majelis Jemaat GPM Waai, para majelis Jemaat GPM Waai, keluarga besar Salamony, Usi Merry dan keluarga, Bu Etus dan keluarga, Papa dan Mama Ani, Usi Ira dan Tante Nani Pattinama serta keluarga, Koko Ming, Usi Selly Kalahatu dan Bung Vicky, juga Tante Kent Patikawa dan keluarga.
Untuk semua keluarga yang telah bekerja demi sukses acara Sarani ini, yang tidak sempat kami sebut satu per satu, tulisan ini kiranya menjadi tanda terima kasih kami.
Salam cinta dari kami di Depok untuk semua saudara di Negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H