Perbedaan pendapat dan perbedaan budaya bekerja sering kali menimbulkan konflik disebuah organisasi. Saya merupakan salah satu orang yang sering mengalami konflik semacam itu. Bagaimana tidak terjadi? Jika terdapat dua atau lebih kepala yang digabungkan untuk menyusun sebuah rencana pastinya akan mendapatkan banyak pendapat dari berbagai perspektif. Maka diperlukannya manajemen konflik yang tepat untuk menanganinya, sehingga konflik tersebut tidak semakin membesar.
Terdapat lima macam manajemen konflik yang dapat diterapkan dalam menghadapi konflik, yaitu menghindari, mengakomodasi, bersaing atau mendominasi, kolaborasi, dan berkompromi (mis., Rahim 2002, Ting Toomey, 2005).Â
Kelima macam manajemen konflik tersebut digunakan sesuai dengan konflik yang dihadapi, dan bagaimana latar belakang seseorang. Namun, pada kesempatan kali ini, saya ingin membahas bagaimana cara saya mengatasi konflik dalam sebuah organisasi, disaat terdapat perbedaan pendapat dan perbedaan budaya dalam bekerja.
Saya termasuk dalam kategori seseorang yang tidak suka jika mengerjakan sesuatu mendekati batas yang ditentukan. Hal tersebut dikarenakan, jika saya dalam situasi tersebut, saya merasa tidak tenang dan mengerjakan sesuatunya menjadi tidak maksimal. Maka, saya selalu menghindarinya, namun hal ini sulit dilakukan jika dilakukan dalam sebuah kelompok atau organisasi.Â
Sebab tidak semua orang mempunyai budaya dalam mengerjakan pekerjaan seperti saya, terdapat orang yang suka mengerjakan mendekati batas pengumpulan karena ide baru didapatkan. Perbedaan-perbedaan itulah yang sering menyebabkan konflik antara saya dengan teman kerja saya.
Sebenarnya bagaimana kita mengatasi sebuah konflik itu tergantung bagaimana situasi dan kondisi pada saat konflik itu terjadi. Terkadang saya juga menggunakan manajemen konflik menghindari karena menurut saya tidak 'worth it' untuk saya berargumen dengan seseorang yang berkonflik.Â
Namun, yang perlu diingat menurut saya, dalam menyelesaikan konflik, kita sebisa mungkin tidak terbawa emosi, karena menurut saya akan memperburuk keadaan.Â
Sehingga lakukan manajemen konflik dengan hati yang tenang, sehingga masalah atau konflik dapat terselesaikan dengan lebih baik dan lebih cepat. Hal tersebut dikarenakan, tujuan dari adanya menyelesaikan konflik karena ingin mendapatkan hasil yang terbaik, khususnya konflik dalam ranah organisasi.
Ketika saya di dalam situasi terdapat perbedaan dengan salah satu atau beberapa teman dalam organisasi mengenai sebuah keputusan, saya menggunakan manajemen konflik mengakomodasi.Â
Hal tersebut dikarenakan untuk mendapatkan keputusan terbaik dengan melihat pendapat dari orang lain yang juga merupakan bagian dalam organisasi tersebut. Selain itu juga tujuan kami semua sama, yaitu keberhasilan dari program kerja ataupun sesuatu yang sedang dikerjakan.Â
Pada pengalaman saya, dengan menggunakan manajemen tersebut, masalah dari perbedaan pendapat itu dapat terselesaikan dengan baik. Walau begitu, terkadang saya juga menggunakan menghindari konflik.Â
Selanjutnya untuk mengatasi adanya perbedaan budaya dalam melakukan pekerjaan, saya biasa menggunakan manajemen konflik kolaborasi. Manajemen kolaborasi ini di mana kedua atau lebih yang berkonflik mencari win-win solution, untuk mendapatkan keputusan yang saling menguntungkan.Â
Ketika saya menggunakannya, saya akan menanyakan apa kesulitan yang ia hadapi dalam menjalankan tugasnya, yang menghambat terselesaikannya tugas organisasi. Jika sudah, saya akan menanyakan apa yang perlu saya bantu untuk mengatasi kesulitan yang ia alami, sehingga pengerjaan menjadi lebih cepat.
Dari berbagai konflik yang saya alami, dan manajemen konflik yang saya pakai, saya tidak merasakan adanya dampak negatif yang saya terima, malah dampak positif yang menjadikan saya lebih dewasa dalam menghadapi konflik yang serupa.Â
Mungkin beberapa kali sempat ada kecanggungan antara saya dengan seseorang yang pernah berkonflik dengan saya, namun lama kelamaan hal tersebut hilang karena konflik yang dialami terselesaikan dengan baik.Â
Maka menurut saya penyelesaian konflik dengan baik itu sangat perlu dalam ranah organisasi, di mana hubungan interpersonal akan terus berjalan, dan akan terus berdinamika selama di dalam organisasi tersebut. Sehingga konflik sudah tidak jadi masalah lagi, karena tahu bagaimana cara menghadapi dan mengatasinya, karena pada dasarnya konflik juga tidak dapat terhindarkan.Â
Daftar Pustaka
R, Robin. dkk. 2014. Intercultural communication for everyday life. Amerika Serikat: Wiley Blackwell.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H