Pada pengalaman saya, dengan menggunakan manajemen tersebut, masalah dari perbedaan pendapat itu dapat terselesaikan dengan baik. Walau begitu, terkadang saya juga menggunakan menghindari konflik.Â
Selanjutnya untuk mengatasi adanya perbedaan budaya dalam melakukan pekerjaan, saya biasa menggunakan manajemen konflik kolaborasi. Manajemen kolaborasi ini di mana kedua atau lebih yang berkonflik mencari win-win solution, untuk mendapatkan keputusan yang saling menguntungkan.Â
Ketika saya menggunakannya, saya akan menanyakan apa kesulitan yang ia hadapi dalam menjalankan tugasnya, yang menghambat terselesaikannya tugas organisasi. Jika sudah, saya akan menanyakan apa yang perlu saya bantu untuk mengatasi kesulitan yang ia alami, sehingga pengerjaan menjadi lebih cepat.
Dari berbagai konflik yang saya alami, dan manajemen konflik yang saya pakai, saya tidak merasakan adanya dampak negatif yang saya terima, malah dampak positif yang menjadikan saya lebih dewasa dalam menghadapi konflik yang serupa.Â
Mungkin beberapa kali sempat ada kecanggungan antara saya dengan seseorang yang pernah berkonflik dengan saya, namun lama kelamaan hal tersebut hilang karena konflik yang dialami terselesaikan dengan baik.Â
Maka menurut saya penyelesaian konflik dengan baik itu sangat perlu dalam ranah organisasi, di mana hubungan interpersonal akan terus berjalan, dan akan terus berdinamika selama di dalam organisasi tersebut. Sehingga konflik sudah tidak jadi masalah lagi, karena tahu bagaimana cara menghadapi dan mengatasinya, karena pada dasarnya konflik juga tidak dapat terhindarkan.Â
Daftar Pustaka
R, Robin. dkk. 2014. Intercultural communication for everyday life. Amerika Serikat: Wiley Blackwell.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H