Penggunaan benih padi bersertifikat berdasarkan bantuan program pemerintah dan pasar bebas sampai dengan triwulan III tahun 2017 mencapai 87.639,29 ton atau 36,92% dari total kebutuhan benih potensial 237.389 ton (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2017). Berarti lebih dari 60 % petani menggunakan benih padi tidak bersertifikat.Â
Pada tahun 2016, tingkat penggunaan benih varietas unggul bersertifikat untuk padi sebanyak 180.927,68 ton (43,52%) atau belum mencapai 50%nya (Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan, 2016).
Produksi benih padi bersertifikat di Indonesia sekitar 39% (tahun 2002) sampai 48% tahun (2004) dari total kebutuhan benih potensial (Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan 2005). Â
Bila keragaman kebutuhan benih bersertifikat diperhitungkan maka total produksi benih bersertifikat pada tahun 2004 adalah sebesar 28% dari total kebutuhan benih (Nugraha 2008). Â Angka tersebut merupakan angka produksi benih bersertifikat yang tertinggi di Asia.
Potret atau Gambaran Petani dalam Budidaya Padi Sawah
Benih di Indonesia memiliki beberapa masalah, masalah paling utama yang sering terjadi yaitu mengenai kualitas benih. Pada sebuah kabupaten di Jawa Barat, benih padi berlabel yang banyak beredar di pasaran ternyata tidak diminati oleh petani. Mereka beralasan takut menggunakan benih berlabel karena pernah mengikuti anjuran/penyuluhan penggunaan bibit berlabel, namun setelah dicoba ternyata benihnya tidak tumbuh. Hasilnya mereka lebih suka menggunakan benih lokal (Sodikin, 2015).
Dalam  sistem  perbenihan  yang memasok  benih  unggul  bersertifikat terdapat  4  subsistem  yang berinteraksi,  yaitu: Â
(1)  subsistem penelitian,  pemuliaan,  dan  pelepasan
 (2) subsistem  produksi  dan distribusi  benih, Â
(3)  subsistem pengawasan  mutu  dan  sertifikasi benih, Â
(4)  subsistem  penunjang (peraturan  perundang-undangan, sumber  daya  manusia,  dan sarana/prasarana)  (Mugnisjah,  2008; Departemen  Pertanian,  2006  dalam Sayaka  dan  Hidayat,  2015).Â