Mohon tunggu...
Cica cahyati
Cica cahyati Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Terserah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Fenomena Benih Padi Bersertifikat bagi Para Petaninya

22 Januari 2021   15:11 Diperbarui: 22 Januari 2021   15:26 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

FENOMENA BENIH PADI BERSERTIFIKAT BAGI PARA PETANI

Perbenihan Di Indonesia

Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian sebagai petani. 

Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar di Indonesia. Hal tersebut memberikan peluang bagi sebagian besar masyarakat Indonesia untuk melakukan kegiatan usaha di bidang pertanian maupun yang berkaitan dengan pertanian. 

Banyak produk nasional yang berasal dari pertanian, seperti beras, tepung sayur dan buah menjadi bukti bahwa sektor pertanian mempunyai peranan penting untuk keberlangsungan hidup. 

Ketersediaan pangan sangat dipengaruhi oleh keberhasilan produksi dalam berusaha tani. Untuk tercapainya sasaran tersebut pada saat ini salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan menggunakan benih varietas unggul bersertifikat.

Penggunaan benih varietas unggul bersertifikat selain dapat meningkatkan produktivitas tanaman juga dapat memperbaiki mutu hasil serta sebagai media pengendali hama penyakit tanaman. Terutama jika dibarengi dengan faktor lain seperti penggunaan pupuk berimbang, perbaikaninfrastruktur dan pengolahan paska panen (Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan, 2013).

Sumber benih padi di Indonesia bagi para petani terdiri dari dua sistem yaitu perbenihan formal dan informal. Dimana perbenihan secara formal system produksinya terencana, pengolahan benih pada tingkat mekanisasi tertentu, penanaman varietas yang jelas (baku), dipasarkan dalam kemasan yang terindentifkasi, dan menerpakan jaminan mutu sampai tingkat tertentu, sehingga benih yang hasilkan akan jelas berbeda dengan gabah.  Sedangkan system perbenihan secara informal gabah lebih jelas terlihat secara visual.

Kualitas benih sangat berpengaruh terhadap penampilan dan hasil tanaman. Pada padi, benih merupakan bahan/sumber utama bukanlah untuk perbanyakan bahan tanaman. Benih unggul adalah benih yang murni, bersih, sehat dan kering, bebas dari penularan penyakit dan cendawan, bebas dari campuran biji-bijian rerumputan dan lain-lainnya (Hadi, 2009).

Dalam pertanian maju, benih berperan sebagai penghantar teknologi yang terkandung daalm potensi genetic varietas kepada petani.  Manfaat dari keunggulan varietas ini akan terasa oleh produsen padi dan konsumen beras, bila benih bermutu dari varietas-varietas tersedia dan ditanam  dalam skala yang cukup luas. Benih bersertifikat dari varietas unggul baru (VUB) padi diperlukan petani karena potensial untuk meningkatkan produktivitas usaha tani. Dengan asumsi penggunaan sarana produksi unggul jika usaha taninya relatif menguntungkan dibanding usaha tani tanaman pangan lainnya.

Penggunaan benih bermutu (bersertifkat) dapat meningkatkan mutu hasil dan sebagai sarana pengendali hama dan penyakit tanaman (Sodikin, 2015), sehingga ketersediaan benih unggul bersertifikat bagi petani merupakan syarat mutlak (Dewi, et al., 2013).  

Penggunaan benih padi bersertifikat berdasarkan bantuan program pemerintah dan pasar bebas sampai dengan triwulan III tahun 2017 mencapai 87.639,29 ton atau 36,92% dari total kebutuhan benih potensial 237.389 ton (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2017). Berarti lebih dari 60 % petani menggunakan benih padi tidak bersertifikat. 

Pada tahun 2016, tingkat penggunaan benih varietas unggul bersertifikat untuk padi sebanyak 180.927,68 ton (43,52%) atau belum mencapai 50%nya (Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan, 2016).

Produksi benih padi bersertifikat di Indonesia sekitar 39% (tahun 2002) sampai 48% tahun (2004) dari total kebutuhan benih potensial (Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan 2005).  

Bila keragaman kebutuhan benih bersertifikat diperhitungkan maka total produksi benih bersertifikat pada tahun 2004 adalah sebesar 28% dari total kebutuhan benih (Nugraha 2008).  Angka tersebut merupakan angka produksi benih bersertifikat yang tertinggi di Asia.

Potret atau Gambaran Petani dalam Budidaya Padi Sawah

Benih di Indonesia memiliki beberapa masalah, masalah paling utama yang sering terjadi yaitu mengenai kualitas benih. Pada sebuah kabupaten di Jawa Barat, benih padi berlabel yang banyak beredar di pasaran ternyata tidak diminati oleh petani. Mereka beralasan takut menggunakan benih berlabel karena pernah mengikuti anjuran/penyuluhan penggunaan bibit berlabel, namun setelah dicoba ternyata benihnya tidak tumbuh. Hasilnya mereka lebih suka menggunakan benih lokal (Sodikin, 2015).

Dalam  sistem  perbenihan  yang memasok  benih  unggul  bersertifikat terdapat  4   subsistem  yang berinteraksi,  yaitu:  

(1)  subsistem penelitian,  pemuliaan,  dan  pelepasan

 (2) subsistem  produksi  dan distribusi  benih,  

(3)  subsistem pengawasan  mutu  dan  sertifikasi benih,  

(4)  subsistem  penunjang (peraturan  perundang-undangan, sumber  daya  manusia,  dan sarana/prasarana)  (Mugnisjah,  2008; Departemen  Pertanian,  2006  dalam Sayaka  dan  Hidayat,  2015). 

Dalam budidaya ini diharapkan dilakukan secara berkelanjutan karena sektor pertanian ini merupakan sektor yang sangat penting dalam agribsnis yang berkelanjutan. Namun dalam budidaya ada beberapa factor yang mengahambat yang menyebabkan budidaya tersebut tidak berjalan dengan lancer, Kendala tersebut berupa kurangnya SDM dan lahan petani yang kurang memadai.

Penggunaan  benih  padi bersertifikat  berdasarkan  bantuan program  pemerintah  dan  pasar bebas sampai dengan triwulan III tahun 2017 mencapai  87.639,29 ton  atau  36,92% dari  total  kebutuhan  benih  potensial 237.389  ton  (Direktorat  Jenderal Tanaman Pangan, 2017). 

Pada tahun 2016, tingkat penggunaan benih varietas unggul bersertifikat untuk padi sebanyak 180.927,68 ton (43,52%) atau belum mencapai 50%nya (Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan, 2016). 

Kendala penggunaan benih bersertifikat muncul jika interaksi antar subsistem tidak berjalan baik. Beberapa kendala yang disinyalir sebagai penghambat antara lain sebagai berikut:

 1) Penyediaan benih sumber BS untuk program Benih Dasar (BS, FS), bagi balai benih belum memenuhi kebutuhan baik dalam jumlah, varietas, waktu, dan keberlanjutannya;

2) Kemampuan teknis dan permodalan produsen benih, terutama swasta/penangkar masih terbatas sehingga revolving system pun kurang berjalan lancar

 3) Benih yang tersedia kadang tidak tersalurkan karena distribusinya tidak terkoordinasi dengan baik. Padahal jika benih tersebut disimpan dahulu akan memerlukan biaya tinggi dan mutunya terancam kemunduran

4) Kebutuhan uang yang segera oleh keluarga penangkar menyebabkan benih yang dihasilkan tidak dijual sebagai benih, melainkan sebagai biji konsumsi

5) Kurangnya penangkar benih sehingga pengadaan benih sulit ketika pemasok benih yang ada tidak dapat memenuhi permintaan

6) Lemahnya pengawasan internal oleh produsen benih sehingga mengurangi areal pertanaman yang lulus sertifikasi

7) Satuan petugas dan fasilitas BPSB kurang memadai untuk melayani produsen benih yang sering tersebar lokasi perbanyakan benihnya

8) Kegiatan pendidikan dan pelatihan tidak selalu dapat menjaring sumber daya manusia, yang akan berkiprah dalam bidang perbenihan, khususnya sebagai penangkar benih profesional

9) Lembaga dan dana untuk kegiatan pendidikan dan pelatihan perbenihan terbatas

10) Tenaga penyuluh perbenihan terbatas sehingga kegiatan penyuluhan bagi penangkar benih dilakukan oleh petugas BPSB

11) Tidak semua tenaga penyuluh pertanian memiliki pengetahuan yang memadai tentang perbenihan

12) Persepsi yang bervariasi terhadap mutu benih antar petani menyebabkan apresiasi yang berbeda terhadap benih

13) Apresiasi petani terhadap mutu benih masih di bawah tanggapnya terhadap varietas unggul baru

14) Petani enggan membeli benih jika harganya lebih mahal daripada biji konsumsi, tetapi ada yang membeli benih SS untuk produksi pangan, sehingga rantai perbanyakan benih SSES terputus (Mugnisjah, 2008).

Perbandingan banyaknya petani yang menggunakan benih bersertifikat dan tidak bersertifikat dapat dilihat dari contoh studi kasus yang diambil penulis pada Gapoktan Empat Sehati Mandiri yang berlokasi di Kubu Rajo Kabupaten Tanah Datar dimana digapoktan  ini terdiri dari beberapa kelompok tani yang memiliki lahan sawah sekitar 25 ha. 

Varietas yang ditanam oleh para petani adalah varietas bujang marantau,batang piaman,dan benih varieatas 42 disini lebih banyak petani yang menggunakan benih padi yang bersertifikat karena petani tersebut beranggapan dengan menggunakan benih yang bersertifikat akan meningkatkan hasil produksinya walaupun harus mengeluarkan beberapa biaya yang lebih besar selain itu dengan menggunakan benih bersertifikat juga memiliki tingkat kemurnian benih yang baik,daya simpan dan kecambah yang baik serta sifat-sifat varietas yang baik sesuai dengan yang diinginkan oleh petani, tingkat produksi pertanian yang menggunakan benih bersertifikat juga memberikan hasil yang lebih baik dari segi kualitas dan kuantitas dibandingkan dengan yang tidak menggunakan benih bersertifikat,meskipun dari kelebihan tersebut ada juga beberapa kendala yang dihadapi oleh para petani tetapi petani tidak terlalu mengkhwatirkan hal tersebut.  

Gapoktan ini merupakan gabungan dari beberapa kelompok tani yang di dibina oleh Dinas Pertanian Kabupaten Tanah Datar dan diketuai oleh Pak Anasrul, dimana gapoktan ini menyediakan beberapa benih bersertifikat yang diperjual belikan pada para petani disekitar tanah datar dengan harga yang sama setiap varietasnya yaitu dengan harga Rp. 11.000,00/kg nya, sedangkan benih yang tidak bersertifikat harganya hanya berkisar antara Rp. 7.200-8.000/kg nya. 

Dengan perbandingan harga yang cukup jauh tersebut para petani tetap memilih benih yang bersertifikat dengan alasan masing-masing. Beberapa alasan petani menggunakan benih bersertifikat tersebut karna hamanya tidak terlalu banyak,produksinya juga cukup tinggi selain itu cara perawatannya lebih cukup mudah. 

Sikap petani padi terhadap mutu benih dan keseragaman benih adalah sangat setuju. Sedangkan sikap petani terhadap ketahanan terhadap hama dan penyakit serta hasil panen benih unggul padi juga setuju.

Kelebihan Dan Kekurangan Benih Padi Bersertifikat

 Kementerian Pertanian (Kementan) menganjurkan petani menggunakan benih bersertifikat. Hal itu dimaksudkan agar mereka mendapatkan hasil yang maksimal, karena benih itu sudah melalui proses penelitian yang panjang. Benih semacam itu akan meningkatkan kualitas padi, sehingga petani mendapatkan lebih banyak keuntungan.

Namun yang menjadi masalah saat ini dalam penyediaannya belum dapat memenuhi sasaran 6 tepat (varietas, mutu, jumlah, waktu, lokasi, dan harga). Secara teknis budidaya, petani tidak mengalami kesulitan dalam kegiatan penangkaran benih padi bersertifikat. Budidayanya hampir sama/tidak terlalu banyak perbedaan dengan budidaya padi konsumsi. 

Meskipun hampir sama dengan budidaya padi konsumsi dalam kegiatan penangkaran benih terdapat hal-hal yang harus mendapat perhatian serius oleh petani penangkar. Kendala penggunaan benih bersertifikat muncul jika  interaksi  antar  subsistem  tidak berjalan baik. Penangkar benih harus menanam benih satu kelas lebih tinggi dari kelas benih yang akan diproduksi. 

Contoh, kalau penangkar benih memproduksi benih sebar, maka benih yang ditanam minimal harus kelas benih pokok. Beberapa  kendala  yang disinyalir  sebagai  penghambat  antara lain  sebagai  berikut:  

1)Penyediaan benih sumber BS untuk program Benih Dasar (BS, FS), bagi balai benih belum

memenuhi  kebutuhan  baik  dalam jumlah,  varietas,  waktu,  dan keberlanjutannya;

 2)  Kemampuan teknis dan permodalan produsen benih, terutama  swasta/penangkar  masih

terbatas sehingga revolving system pun kurang berjalan lancar;

3) Benih yang tersedia  kadang  tidak  tersalurkan karena  distribusinya  tidak terkoordinasi  dengan  baik.  Padahal jika  benih  tersebut  disimpan  dahulu akan  memerlukan  biaya  tinggi  dan mutunya  terancam  kemunduran;

4) Kurangnya  penangkar benih sehingga pengadaan  benih sulit ketika  pemasok  benih yang ada tidak dapat  memenuhi  permintaan

5) Harga benih mahal,sehingga Petani harus membeli benih baru setiap tanam, karena benih hasil panen sebelumnya tidak dapat dipakai untuk pertanaman berikutnya.

6) Tidak setiap galur atau varietas dapat dijadikan sebagai tetua padi bersertifikat.

Keuntungan menggunakan benih unggul bermutu dan bersertifikat

( Penggunaan benih yang bermutu menjamin keberhasilan usaha tani.

( Keturunan benih diketahui, mutu benih terjamin dan kemurnian genetik diketahui.

( Pertumbuhan lebih cepat dan seragam dan populasi tanaman optimum, sehingga mendapatkan    hasil yang tinggi.

 ( Menghasilkan bibit yang sehat dengan akar yang banyak.

 ( Tumbuhan lebih tegar ketika tanaman pindah.

( Masak dan panen serempak.

( Produktivitas tinggi, sehingga meningkatkan pendapatan petani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun