Seperti kata Yusril Ihza Mahendra dalam artikelnya berjudul Pemisahan Agama dan Negara, Indonesia tidak dibangun atas ajaran agama saja, tapi juga penggabungan antara agamaisme dan sekulerisme, jadilah Pancasila. Etik keagamaan memang diperlukan untuk membangun perilaku pemimpin yang tangguh, tapi berpolitik menggunakan agama adalah bentuk pertentangan terhadap ideologi Pancasila. Sama saja dengan menentang keteraturan umat beragama yang toleran.
Lagipula jika kita melihat makna literal agama, A artinya tidak dan GAMA artinya kacau. Agama ada untuk tidak membuat kekacauan. Penting untuk memandang agama sebagai nilai kebaikan, bukan aturan yang mengekang. Apalagi merendahkan agama sebagai bagian rencana kelicikan berpolitik.
Kita semua tentunya cukup cerdas untuk memilih.
"Tidak memilih partai islam karena 'islam', melainkan memilih partai karena integritasnya. Memilih pemimpin bukan berdasarkan suku, agama, ras, dan adat, melainkan berdasarkan kecakapannya membawa kesejahteraan. Bersifat toleransi terhadap umat beragama lain tanpa saling menghakimi".
Lagipula, ini bukan tentang agama dan egoisme golongan semata, ini tentang pertaruhan nasib 250 juta lebih penduduk di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H