Diamatinya kedua laki-laki itu. Ayah dan anak. Mereka terlibat obrolan ringan dengan tawa.
Sesekali si ayah memperlihatkan video lucu dari gawainya, membuat suara tawa anak itu terdengar sampai ke penjual batagor di seberang warkop. Hal ini dilakukan dua kali dan berakhiran sama.
Sampai video ketiga ditunjukkan. Berbeda dari kejadian sebelumnya, anak itu tampak memperhatikan dengan sangat serius. Begitu fokus. Bercampur penasaran. Hingga akhirnya dia berteriak kaget serta melepaskan gawai ayahnya dan jatuh ke meja. Kali ini ganti ayahnya yang tertawa lantang.
"Ya, Tuhan... Mengapa kau menciptakan makhluk yang paling usil bernama ayah." Batin penjaga warkop sambil ikut tertawa.
Suasana kembali santai. Melihat mereka mengingatkan penjaga warkop pada ayahnya. Musik pun berganti memutarkan alunan musik akustik hingga membuat penjaga warkop seolah terhipnotis masuk ke dalam alam lamunannya lebih dalam dan lebih dalam lagi.
Penjaga warkop pun teringat saat masa kecilnya dulu. Teringat sosok yang selalu menjaganya saat kecil. Kenangan-kenangan itu muncul begitu saja dan sangat detil. Bahkan dia masih ingat bagaimana perasaannya saat itu.
Saat dia belum sekolah. Setiap malam tangan ayahnya yang terasa begitu besar selalu mendekapnya dan menimangnya ketika dia tidak bisa tidur. Ayahnya selalu menggendongnya keluar rumah dan berjalan-jalan membawa tubuh kecilnya hingga dia terlelap. Sungguh terasa seperti tempat tidur yang paling nyaman yang pernah ada. Sekarang, tangannya pasti tidak sekuat dulu.
Lamunannya pun berlanjut. Dia juga ingat betul saat diajak ayahnya berkeliling mengantarkan surat dari rumah ke rumah. Setelah itu diajak ke warung langganan dan memesankan es serut untuknya. Hanya es batu yang diserut dan dicampuri sirup. Namun rasanya begitu nikmat menyegarkan.
Tiba-tiba ingatannya melesat maju ke saat masa SMA-nya. Sore sepulang sekolah dia memergoki ayahnya sedang berlutut dan berdoa. Terdengar isak tangisnya dengan suara yang gemetar. Segala emosinya bercampur aduk.Â
Sedih, kecewa, menyesal, takut, khawatir, merasa bersalah, benar-benar menyatu kala sang ayah menyadari kondisinya yang sudah tidak lagi bekerja. Ditambah dengan keluhannya tentang biaya sekolah anaknya yang sudah nunggak dan beban hutang yang entah dari mana saja.
Saat itu penjaga warkop yang masih muda tidak bisa apa-apa. Hanya berdiri berdiam kaku. Ikut merasakan emosi yang mengalir dari air mata ayahnya. Saat itu juga dia mengurungkan keinginannya untuk langsung kuliah setelah lulus SMA.