Mohon tunggu...
Christie Stephanie Kalangie
Christie Stephanie Kalangie Mohon Tunggu... Akuntan - Through write, I speak.

Berdarah Manado-Ambon, Lahir di Kota Makassar, Merantau ke Pulau Jawa.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Jadi, Standar Kekayaan Itu Seperti Apa?

29 Agustus 2020   21:15 Diperbarui: 30 Agustus 2020   20:29 990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak hanya kasih sayang saja, materi yang cukup pun tak pernah kudapatkan. Sejak kecil hingga dewasa aku harus berjualan kue di sekolah demi mendapatkan uang sekolah dan uang jajan untuk diriku sendiri.

Sengsaranya hidupku tak berhenti sampai disitu, setelah lulus dari bangku SMA, aku tak bisa melanjutkan kuliahku karena tidak ada biaya dari orang tua, dan tentu saja hasil menjual kue tak mampu menutupi biaya kuliah yang sangat mahal. 

Akhirnya, aku memutuskan untuk bekerja sebagai Sales Promotion Girl di salah satu perusahaan otomotif. Pekerjaan itu mengharuskan aku berpenampilan semenarik mungkin agar mendapat perhatian pelanggan, terutama para pria agar mereka mau mampir ke tempat kami. 

Meski mendapat gaji yang tetap serta bonus yang melimpah, tetap saja semua ini masih kurang bagiku. Bagaimana tidak, Ayah yang sudah menelantarkanku sejak kecil tak pernah absen untuk menagih gaji bulananku, belum lagi biaya kebutuhan hidupku sehari-hari yang terbilang 'mahal' sejak menjadi bagian dari perusahaan ini, dan masih banyak pengeluaran lainnya yang harus aku atur sendiri dengan gaji seadanya ini. 

Hingga suatu hari, ada seorang pria yang datang dan mengubah hidupku. Apakah itu adalah hari keberuntungan atau awal boomerang bagiku, entahlah. 

Pria jangkung dengan dompetnya yang tebal menghampiriku bukan karena tertarik dengan pameran otomotif yang ada di tempat kami, tapi ternyata ia lebih tertarik dengan kemolekan tubuhku. Kemudian ia mengajakku berkenalan serta menjadikanku pelampiasan dari masalah dengan keluarganya, atau lebih tepatnya masalah dengan istri dan anak-anaknya. 

Di sisi lain aku merasa bersalah, aku membayangkan bagaimana dosaku tak akan diampuni karena sudah menjadi perebut suami orang. Tapi apa daya, aku membutuhkan uangnya, aku membutuhkan kekayaan pria ini. 

Sebaliknya, ia membutuhkan perhatianku yang tidak ia dapatkan dari istrinya dan juga membutuhkan tubuhku. Bukankah manusia saling membutuhkan? Hubungan gelap kami adalah contoh nyata betapa manusia saling membutuhkan. 

Pria ini menyuruhku berhenti dari pekerjaanku agar ia bisa dengan bebas menikmati tubuhku setiap kali ia ingin ke tempat tinggalku. Tak lupa, tempat tinggal serta fasilitas di dalamnya yang sangat mewah adalah pemberian gratis dari pria kaya ini. 

Kalau kalian harus bersusah payah bekerja dalam sebulan dan menerima upah hanya di akhir bulan, sangat berbeda denganku. Aku memiliki penghasilan tetap setiap minggunya dari hasil melayani kebutuhan berahinya saja.

Dengan uang yang ia berikan padaku, aku bisa membantu Ayah, Ibu dan adik-adik tiriku, aku bisa memiliki gadget yang terbaru, aku bisa membeli barang-barang branded, bahkan aku bisa melanjutkan kuliahku di universitas swasta termahal yang ada di kotaku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun