Mohon tunggu...
Christie Stephanie Kalangie
Christie Stephanie Kalangie Mohon Tunggu... Akuntan - Through write, I speak.

Berdarah Manado-Ambon, Lahir di Kota Makassar, Merantau ke Pulau Jawa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah "Berkat" Harus Selalu Tentang "Uang"?

23 November 2019   10:30 Diperbarui: 25 November 2019   10:31 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source :  cdn1-production-images-kly.akamaized.net

Berkat atau berkah adalah karunia serta anugerah dari YME yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia.

Menyoal berkat, tentu saja yang terlintas di pikiran kita adalah hidup yang berkelimpahan atau paling tidak berkecukupan, usaha kita berhasil, tubuh yang sehat, berhasil dalam pendidikan, dan semua hal menyenangkan, yang sesuai dengan keinginan dan harapan kita.

Acap kali kita sebagai manusia, ketika ada masalah yang menimpa, mungkin kegagalan dalam usaha, masalah keuangan dan ekonomi keluarga, pendidikan yang kurang berhasil, kehilangan seseorang yang kita cintai, atau mungkin ketika kita kehabisan akal dan cara untuk mencari uang, kita menganggap bahwa "Ah, Tuhan tidak memberkati saya. Saya rajin bersedekah dan berbuat baik, rajin beribadah, tapi mana berkata-Nya. Kenapa keuangan terus memburuk, kenapa Tuhan membiarkan dompet saya kosong, kenapa Tuhan membiarkan cicilan ini dan itu belum terbayar, kenapa Tuhan membiarkan usaha saya bangkrut" dan lain sebagainya.

Ya, memang benar. Tak bisa disangkal bahwa kita sebagai manusia sangat memerlukan uang untuk transaksi dan sebagai alat pembayaran yang sah demi berlangsungnya kehidupan sehari-hari. Tapi sadarkah kita, bahwa sebenarnya berkat itu tidak harus selalu tentang uang, uang dan uang?

Pernahkah kita berpikir bahwa, "Mengapa uang yang hanya secarik kertas ini dapat mengelabui pikiran kita mengenai berkat yang sebenarnya tidak hanya tentang uang saja?

Bagaimana jika kita bangun pagi dengan nafas yang terengah-engah? Bukankah seharusnya kita bersyukur masih bisa bangun pagi dalam keadaan sehat serta organ tubuh yang masih berfungsi dengan baik? Banyak orang di luar sana yang untuk bernafas pun sangat susah. Bernafas dengan tabung oksigen misalnya. Soal bernafas pun, ada orang-orang di luar sana yang harus mengeluarkan biaya yang tentu tidak sedikit. Bukankah kita masih jauh lebih beruntung dapat menikmati berkat kesahatan yang kita miliki saat ini?

Source :  qph.fs.quoracdn.net
Source :  qph.fs.quoracdn.net

Bagaimana jika kita bangun pagi dan hendak beraktifitas seharian tapi roti, susu, nasi dan lauk-pauk ternyata tidak ada? Bukankah seharusnya kita bersyukur masih bisa menikmati berkat makanan yang ada di rumah walau mungkin sederhana? Banyak orang di luar sana yang untuk sesuap nasi pun, mereka harus bekerja sekuat tenaga, meminta-minta di jalanan, bahkan mengorek sampah untuk mendapatkan makanan sisa. Bukankah kita masih jauh lebih beruntung dapat menikmati berkat makanan yang ada saat ini?

Source :  thetimes.co.uk (Potret kelaparan yang melanda Venezuela)
Source :  thetimes.co.uk (Potret kelaparan yang melanda Venezuela)

Bagaimana jika kita tidak bisa bersekolah? Bukankah seharusnya kita bersyukur masih menikmati berkat pendidikan yang kita tempuh saat ini? Banyak orang di luar sana yang ingin sekali menduduki bangku SMA, atau bangku kuliah, yang mungkin pendidikan SD mereka pun tidak tamat. Bukankah kita masih jauh lebih beruntung karena lebih banyak mendapatkan ilmu dan pengetahuan di bangku pendidikan, dibandingkan dengan orang-orang di luar yang tidak memiliki biaya pendidikan yang cukup?

Source :  cdn1-production-images-kly.akamaized.net
Source :  cdn1-production-images-kly.akamaized.net

Bagaimana jika kita tidak menduduki posisi jabatan saat ini? Bukankah seharusnya kita bersyukur masih memiliki pekerjaan, dibandingkan harus menjadi pengangguran dan tidak berpenghasilan? Banyak orang diluar sana yang begitu sulit mendapatkan pekerjaan, lari kesana kemari demi memenuhi panggilan interview dan berbagai tes masuk kerja yang belum tentu juga akan menerima. Bukankah kita masih jauh lebih beruntung karena masih mampu berdiri di atas kaki kita sendiri? Kita punya kesibukan dan pemasukan tetap yang bisa menopang hidup. 

Source :  cdn.yukepo.com
Source :  cdn.yukepo.com

Bagaimana jika kita tidak memiliki kedua tangan dan kaki saat ini? Apakah kita masih bisa beraktifitas dengan baik? Apakah kita masih berada di depan layar handphone atau laptop untuk membaca tulisan ini? Bisa jadi, tidak.

Source :  mms.businesswire.com (Potret Nick Vujicic seorang penginjil dan motivator dari Australia yang terlahir dengan sindrom tetra-amelia)
Source :  mms.businesswire.com (Potret Nick Vujicic seorang penginjil dan motivator dari Australia yang terlahir dengan sindrom tetra-amelia)

Bagaimana jika kita tidak memiliki keluarga yang masih mendukung dan selalu ada untuk kita hingga saat ini? Bukankah seharusnya kita bersyukur untuk hal ini?

Source :  superiorculinarycenter.com
Source :  superiorculinarycenter.com

Hidup ini tentu tidak akan lepas dari masalah dan berbagai cobaan. Tapi, ketika mampu menghadapi bahkan melewatinya, bukankah itu juga termasuk berkat yang luar biasa dari Sang Pemilik Semesta berupa berkat kekuatan agar kita mampu menghadapi setiap masalah?

Hari ini, saat membaca tulisan ini, kita semua harusnya merasa tertampar. Lagi, kita diajarkan untuk senantiasa bersyukur dengan apa yang kita miliki saat ini. Walaupun sederhana, tapi semua yang kita miliki saat ini tidak jauh lebih berharga daripada uang. Bersyukur dengan berkat kesahatan dan kekuatan, berkat pendidikan, berkat keluarga, berkat pekerjaan dan lain sebagainya.

Jadi, apakah 'berkat' harus selalu tentang 'uang'? Jawabannya adalah, tidak. Bagi saya, berkat itu adalah tentang bagaimana kita bersyukur, bersyukur dan bersyukur. Bersyukur dalam keadaan suka maupun duka, bersyukur dalam segala hal.

Marilah kita sama-sama belajar untuk mensyukuri berkat yang ada saat ini, mensyukuri sesuatu yang terlihat kecil, sepele atau yang tidak pernah kita pikirkan sebelumnya untuk disyukuri, dan percayalah bahwa Sang Pemilik Semesta tengah mempersiapkan kita untuk berkat-berkat melimpah lainnya untuk kita nikmati.

Yang juga masih dan akan terus belajar bersyukur dengan segala berkat yang ada saat ini,
Christie Stephanie Kalangie

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun