Mohon tunggu...
Christie Stephanie Kalangie
Christie Stephanie Kalangie Mohon Tunggu... Akuntan - Through write, I speak.

Berdarah Manado-Ambon, Lahir di Kota Makassar, Merantau ke Pulau Jawa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Efek Samping Membaca Thread 'KKN di Desa Penari'

9 September 2019   15:53 Diperbarui: 12 September 2019   16:53 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Bahkan, se-pen-dengar-an-ku, penjaga kost pun sudah menghampiri wanita dari kamar 3C tersebut, menenangkannya bahkan mengusir dan menyuruh 'roh' tersebut untuk diam. Namun teriakannya semakin kencang, apalagi saat adzan berkumandang, teriakannya seolah-olah menolak suara adzan.

Pikirku, aku lebih baik mengunci pintu kamar, menenangkan diri dan memanjatkan doa menunggu drama di depan kamarku berakhir dengan sendirinya sambil berusaha memejamkan mata.

Alarm hpku berbunyi tepat pukul 05.30 dan itu berarti aku harus segera bangun dari tidurku yang kacau untuk melanjutkan aktivtias hari ini, walaupun kejadian beberapa jam yang lalu dari kamar depan masih sangat menghantui pikiranku. 

Setiap pagi sebelum mandi, aku selalu menyempatkan diri untuk membersihkan kamarku, seperti mengepel dan membuang sampah. Posisi tempat sampahku tidak di berada di dalam kamar, namun di luar kamar, di antara kamarku dan kamar tetangga samping kamar.

Pagi itu sangat berbeda dari biasanya. Saat ingin membuang sampah di koridor depan kamar, suasananya terasa sangat mencekam, ditambah lagi dengan lampu koridor yang padam entah sejak kapan. Hanya senter hpku yang menjadi satu-satunya cahaya di tengah gelapnya koridor. 

Sekali lagi, aku berusaha meyakinkan diriku bahwa semuanya akan baik-baik saja, "Calm, aku hanya ingin membuang sampah dan tidak mengganggu siapapun", batinku.

Setelah aku membuang sampah, kuayunkan senter hpku sekitar 90 derajat dan PUFFF, tepat sasaran!

Aku melihat sosok putih dari ujung kepala hingga kaki, sayangnya aku tidak melihat dengan begitu jelas wajahnya. Aku hanya tertegun dan beberapa saat kemudian aku memberanikan diri bertanya dari kejauhan, "Siapa?"

Aku masih beranggapan bahwa apa yang sedang aku lihat ini adalah manusia, namun ia tidak menjawab pertanyaanku dan hanya berdiam diri di pojokan koridor. 

Lagi, aku memberanikan diri dengan suara yang lebih lantang dan kembali bertanya, "SIAPA???"

Selang beberapa saat ia pun menjawab pertanyaanku dengan nada yang sangat lembut sambil mengayunkan tangan kirinya dengan begitu pelan, katanya "Vina..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun