Warga etnis Cina tahun ini merayakan tahun baru China atau Imlek 2576 Kongzili yang jatuh pada hari Rabu, 29 Januari 2025. Tahun Baru Imlek, ini menandai dimulainya tahun menurut kalender lunar tradisional Cina dan tahun ini merupakan tahun ular kayu.
Meski tahun baru Imlek ini adalah tradisi masyarakat atau orang-orang etnis Tionghoa, tetapi kemeriahannya juga dirasakan oleh warga masyarakat lainnya.
Sejak kecil, saya sudah akrab dengan perayaan tahun baru Cina atau Imlek ini. Mungkin karena di lingkungan tempat tinggal saya di Kota Makassar pembauran antara orang-orang Tionghoa dan masyarakat lokal itu sudah terjalin akrab sejak lama.
Yang paling berkesan dalam kenangan saya adalah bagi-bagi angpao dan kue-kue, dan dari banyak kue-kue yang menjadi ciri khas Imlek saya paling suka kue kura-kura atau kue ku, yang terbuat dari tepung beras ketan dengan cita rasa kacang hijau lembut yang menjadi isiannya.
Sejarah perayaan Imlek sendiri di Indonesia sudah berlangsung lama meski sempat 'dilarang' perayaannya di masa orde baru. Di awal kemerdekaan, tepatnya tahun 1946 Presiden Soekarno menerbitkan Penetapan Pemerintah No.2/OEM-1946 tentang hari-hari raya umat beragama.
Dalam penetapan pemerintah ini termasuk di dalamnya memuat aturan terkait perayaan Imlek secara nasional dan hari raya keagamaan Tionghoa lainnya.
Namun setelah dua dekade, pada tahun 1967 Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No.14/1967 tentang Pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina.
Inpres yang memuat aturan terkait larangan perayaan Imlek dan hari keagamaan Tionghoa lainnya itu mengatur bahwa seluruh upacara agama, kepercayaan dan adat istiadat Tionghoa hanya boleh dirayakan di lingkungan keluarga dan dalam ruangan tertutup.
Namun, meski demikian nilai-nilai kerukunan yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia dan orang-orang keturunan Tionghoa, perayaan Imlek yang 'dibatasi' itu tetap terayakan dengan terbuka dalam batasan-batadan yang wajar dan tetap meriah dan hikmat.
Hingga sekitar 32 tahun kemudian, cakrawala baru penerimaan etnis Tionghoa sebagai bagian tidak terpisahkan dari negeri ini terbit  melalui Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No.6/2000 tentang pencabutan Inpres No.14/1967.
Dimana dalam Keppres ini memuat aturan terkait kebebasan menganut agama, kepercayaan, serta adat istiadat Tionghoa, termasuk Imlek.
Bahkan setelah Gus Dur dilengserkan, pada tahun 2002, perayaan Imlek pun ditetapkan sebagai hari libur nasional. Bermula dari adanya Keputusan Menteri Agama (Menag) No.13/2001 tentang penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif.
Presiden Megawati lantas menetapkan Keppres Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hari Tahun Baru Imlek, pada April 2002. Dan perayaan Imlek secara nasional pun dimulai pertama kali pada tanggal 1 Februari 2003. atau Tahun Baru Imlek 2553 Kongzili, dan ditetapkan sebagai hari libur nasional Tahun Baru Cina.
Pada intinya, Tahun Baru Imlek adalah perayaan yang hampir sama dengan perayaan tahun baru dari tradisi lainnya dimana di dalamnya ketaatan pada agama juga merupakan bagian integral dari perayaan tersebut.
Namun demikian, setiap tradisi tentu memiliki bagian yang menjadi ciri khasnya masing-masing. Kalau tahun baru Masehi kita melihat tradisi tiup terompet dan kembang api sebagai simbol perayaan dan kebahagiaan, pada tahun baru Isaka atau hari raya nyepi di Bali justru kita disuguhi suasana sepi yang sakral.
Begitu juga peringatan tahun baru Hijriah yang oleh umat muslim diisi dengan pengajian, dzikir bersama, dan doa bersama di masjid-masjid atau di rumah. Bahkan dalam tradisi kami di Sulawesi ada pandangan bahwa 1 Muharram itu 'keramat' jadi sebaiknya jangan melakukan hal-hal yang bisa mengundang bahaya, karena bisa kejadian.
Ada juga di beberapa daerah menyelenggarakan pawai obor di malam tahun baru Hijriah, di mana masyarakat berarak-arakan sambil membawa obor, sebagai simbol semangat hijrah Nabi Muhammad SAW.
Nah, dalam perayaan tahun baru Imlek ini secara tradisional, ditandai dengan membakar petasan untuk menandai tahun baru. Rupanya tradisi bakar petasan ini bukan bermakna sebagai simbol kebahagiaan. Tetapi Tradisi bakar petasan ini bermula dari sebuah cerita tentang monster bernama Nian , yang diyakini telah menyebabkan kerusakan besar di beberapa kampung.
Menurut legenda, sebagai upaya masyarakat untuk mengusir monster Nian tersebut, maka masyarakat kampung menyalakan ledakan (petasan) untuk menakut-nakuti monster tersebut hingga pergi dari kampung.
Dalam masyarakat Tionghoa, tahun baru Imlek adalah acara mempertemukan keluarga. Seminggu sebelumnya persiapannya telah dilakukan, mulai dari pembersihan dan dekorasi rumah, serta belanja, terutama untuk hadiah dan perlengkapan, serta persiapan makanan.
Selain ritual keagamaan, acara utama pada perayaan Imlek adalah makan malam bersama keluarga. Pilihan hidangannya bervariasi, bergantung pada tradisi keluarga dan adat istiadat setempat. Ada makanan seperti daging dan ikan serta sayuran dan buah, kue-kue, manisan dan permen yang semuanya mempunyai makna atau filosofi dalam tradisi masyarakat Tionghoa.
Tradisi lain yang terkait dengan perayaan Imlek adalah pemberian angpao berisi uang, biasanya oleh orang tua kepada anggota keluarga yang lebih muda atau kepada anak-anak. Imlek juga identik dengan warna merah yang juga ditampilkan secara mencolok dalam dekorasi Tahun Baru, dimana dalam masyarakat Tionghoa warna merah itu melambangkan kemakmuran dan keberuntungan.
Meski demikian, walaupun Tahun Baru umumnya berpusat pada tema umum tentang ikatan keluarga dan kebahagiaan serta kemeriahan. Perayaan Imlek juga tidak bisa terlepas dari ketaatan pada agama dengan ritual-ritualnya yang terkait dengan pemujaan kepada dewa-dewi dan leluhur, melalui persembahan makanan dan pembakaran dupa di altar rumah.
Di momen tahun baru ini masyarakat etnis Tionghoa banyak yang pergi ke kuil Buddha atau Tao , serta tempat ibadah lainnya untuk melakukan berbagai bentuk kesalehan sebagaimana dalam tradisi mereka.
Mereka mempersembahkan dupa dan berdoa untuk keberuntungan dan rejeki di tahun yang baru ini. Kuil-kuil besar menjadi sangat ramai dengan pengunjung yang datang untuk mempersembahkan dupa dan memanjatkan doa pertama mereka di tahun ini.
Saat anak-anak kemeriahan Imlek kami kenang dengan rebutan angpao dan menikmati kue ku, kue lapis legit, atau ikan bolu (bandeng) masak asam manis yang diantarkan oleh sahabat-sahabat Tionghoa keluarga kami.
Saat remaja dan pemuda kami kenang dengan pesta makan-makan yang tentu saja walaupun kami dan teman-teman masih slengean tetapi makanan yang disajikan tetap terjaga kehalalannya. Selesai makan-makan, ini yang lucu walau kami menjaga untuk tidak makan B2 tetapi pesta bir dan alkohol menjadi acara selanjutnya, he he he....
Di saat sudah menjadi orang tua sekarang ini paling kami hanya bisa mengucapkan selamat Imlek, dan mengirim doa Gong Xi Fa Cai 'Semoga tahun ini penuh berkah, rezeki melimpah, dan semua doa baikmu terkabul', kepada teman yang merayakannya baik secara langsung maupun lewat WA dan status Facebook dan tentu juga lewat tulisan di Kompasiana ini.
Semoga perayaan Imlek di tahun Ular Kayu ini menjadi perayaan yang berkah, mempererat tali persatuan dan persaudaraan kita dala menyongsong Indonesia Baru. Gong Xi Fa Cai
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI