Tiba-tiba tanpa dinyana di injured time tanggal 26 Agustus, partai PAN juga menarik dukungannya dari pasangan Siska -Sudirman dan memberikan B1 KWK kepada Razak - Afdhal.
Meski secara partai hanya memiliki enam kursi (PAN 4, Perindo 2) tetapi berkat putusan MK mereka bisa lolos dengan jumlah suara PAN 21782 (11, 25%) dan Perindo 9547 (4.93%) total 31329 suara (16, 18%)
Dan pasangan Siska - Sudirman yang tergerus dukungan partainya menyusul hengkangnya Golkar dan PAN, dan hanya menyisakan partai Nasdem sendiri sebagai pengusung, meski dalam hitungan kursi tidak mencukupi (5 kursi) tetapi beruntung Nasdem punya 27659 (14.28%) suara sah, yang membuat mereka tetap lolos.
Dinamika yang cukup mengejutkan dan penuh drama jelang tahapan pendaftaran ini, mengubah konstelasi politik di Kota Kendari persaingan panas dan ketat dari semua kandidat yang memiliki kekuatan yang relatif berimbang.
Sudah bisa diramalkan, bahwa perolehan suara akan bersaing ketat antara kelima calon di Pilwalkot Kota Kendari, bahwa perolehan suara punya potensi besar, maksimal hanya di kisaran 30-an persen.
Nah, apakah ini menguntungkan bagi daerah? Atau malah kerugian bagi daerah, sebab legitimasi atas pemimpin terpilih hanya datang dari 30-an % warga masyarakat, yang artinya lebih banyak yang tidak menginginkannya menjadi Walikota dan Wakil Walikota.
Pengalaman di pemilihan sebelumnya yang diikuti oleh tiga paslon, pemenang pilwalkot hanya memperoleh dukungan 38%, sementara yang lainnya memperoleh 34% dan 28%. Nah, apalagi kali ini dengan lima calon tentu perolehan suaranya lebih ketat lagi.
Kondisi demikian ini seharusnya tidak boleh, harus ada pemenang mutlak atau di atas 50%, harus ada putaran kedua. Aturan yang memudahkan atau meringankan syarat pencalonan itu memang bagus, akan tetapi presentase dukungan mayoritas masyarakat tidak boleh dinafikkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H