Kemajuan teknologi termasuk teknologi informasi saat ini sudah sedemikian pesatnya dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Kemajuan yang bagi kita generasi tahun 70-an ke bawah tidak pernah terbayangkan akan seperti ini, sudah banyak hal-hal penting di zaman kita yang telah hilang dan tak mungkin lagi ditemukan.
Globalisasi telah merambah ke dalam kehidupan masyarakat bahkan hingga ke pelosok. Berbagai informasi yang terjadi di berbagai belahan dunia kini telah dapat langsung kita ketahui berkat kemajuan teknologi tersebut, yang membuat akses informasi begitu mudah dan cepat.
Dalam hal informasi dunia sekarang ini hanya selebar daun kelor, tak ada lagi batas jarak, ruang dan waktu, yang ada mungkin hanya batasan sinyal internet. Semua informasi bisa hadir di hadapan kita, baik itu informasi penting yang kita butuhkan, maupun informasi yang sama sekali tak kita butuhkan bahkan menyesatkan.
Kira-kira di era 80-an dan sebelumnya fasilitas informasi dan telekomunikasi itu adalah barang mewah yang hanya bisa diakses oleh orang-orang yang berkedudukan dan berkecukupan saja. Yang bisa mengakses terbatas, tidak semua orang bisa, selain biayanya cukup mahal fasilitasnya pun terbatas.
Bisa kita bandingkan di zaman sekarang ini, dengan teknologi internet yang semakin canggih, bahkan anak kecil pun dengan HP di tangan bisa mengakses apapun. Bukan hanya untuk keperluan belajar mereka, tetapi untuk hiburan (game) bahkan sampai pada hal-hal yang bukan untuk konsumsi mereka.
Fasilitas informasi saat ini begitu simple, cukup dengan bermodalkan perangkat HP seluler dan jaringan internet. HP sendiri semakin lama semakin canggih dan semakin murah saja. Biaya jaringan internet juga sangat terjangkau dan bahkan bisa gratis melalui jaringan free wifi.
Bayangkan di zaman 80-an dan sebelumnya, komunikasi melalui telepon saja, selain zona lokal biaya telepon terbagi menurut zona yang didasarkan pada jarak (SLJJ) dan zona internasional (SLI).
Selain itu, juga dibagi berdasarkan waktu, yaitu waktu jam normal biayanya 100% dari tarif (07.00-08.00 & 18.00-20.00), waktu jam sibuk (08.00-18.00) biayanya 125% dan jam tidak sibuk (06.00-07.00 dan 20.00-23.00) biayanya 40% serta (23.00-06.00) biayanya 25%.
Jika dibandingkan biaya telekomunikasi di zaman sekarang, dengan modal setara tiga liter pertamax bisa dipakai untuk komunikasi selama sebulan. Sementara dulu itu, biaya interlokal untuk zona III per menitnya itu sekitar Rp.1.500 atau setara dengan 10 liter bensin yang saat itu masih seharga Rp.150.
Selain itu, kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi ini juga memberikan dampak yang begitu besar terhadap transformasi nilai - nilai yang ada di masyarakat, khususnya masyarakat dengan budaya dan adat ketimuran seperti Indonesia.Â
Perubahan ini bisa dikatakan secara drastis mengubah pola hidup dan pola pemikiran masyarakat khususnya masyarakat di pedesaan dengan segala gambaran yang menjadi ciri khas mereka.
Dahulu dalam tradisi masyarakat Sulawesi Selatan, sebuah kampung yang disebut Wanua itu dipimpin oleh seorang yang disebut dengan lompo atau matowa (Kepala Kampung) yang mempunyai pembantu yang disebut "Sariang" atau "Parennung" yaitu jabatan tradisional yang mengemban tugas menjadi corong informasi bagi masyarakat.
Tugas dari seorang Sariang ialah berkeliling kampung, untuk menyampaikan pengumuman dan pemberitahuan kepada masyarakat, tentu saja saat itu dengan berjalan kaki. Pengumuman atau pemberitahuan yang disampaikan itu bermacam-macam.
Baik itu yang terkait dengan misi pemerintahan seperti program pembangunan, ajakan kerja bakti, undangan musyawarah kampung (Tudang sipulung (Bugis) / Empo Sipitangarri (Makassar)) hingga pengumuman awal puasa dan bahkan ajakan menonton pertunjukan hiburan yang akan dilaksanakan di kampung tersebut.
Sariang atau Parennung dalam melaksanakan perintah menyampaikan pengumuman itu berjalan kaki berkeliling kampung dengan mengandalkan kekuatan suara terkadang ada yang menggunakan corong yang terbuat dari bahan plat seng atau aluminium yang digulung lancip berbentuk corong.
Pengumuman yang disampaikan tentu saja dalam bahasa daerah, yang tersusun rapi dan memenuhi etika bahasa sehingga terdengar indah dan menarik perhatian.
Contoh kalimat pengumuman di maksud seperti berikut ini:
"Tabe idi' maneng sellengnge, nasserrini' pada moto' cinampe manre denniyari.
Pada engkaki manniya' mappuasa baja" (1)
Artinya: Permisi wahai penduduk muslim, diingatkan untuk bangun nanti (subuh) untuk makan sahur. Persiapkan diri kita dengan niat untuk berpuasa besok.
Tentang urusan pajak misalnya, contoh kalimat pengumumannta yang sering diucapkan oleh Sariang atau Parennung, seperti :
"Eeee, idi'maneng pabbanuwae !
Kuappalettukengngi makkedae, narapi'si wettutta pada makkamaja' rente...!" (2)
Artinya: Wahai penduduk kampung ! Saya sampaikan bahwa sudah sampai lagi waktunya kita semua membayar pajak.
Dan yang mungkin menarik adalah pemberitahuan yang banyak ditunggu oleh masyarakat di kampung yaitu pemberitahuan tentang hiburan rakyat yang berupa tontonan layar tancap yang dalam bahasa daerah Bugis disebut "kamedi"
Contoh penyampaiannya sebagai berikut:
"Laomanekki makkita-ita kamedi
cinampe' kowenniwi ri Saorajae !" (3)
Artinya: Datanglah semua menonton film
nanti malam di halaman istana.
Kalimat yang disampaikan oleh Sariang dalam menyampaikan pengumuman itu saja yang terus diulang-ulang, hingga Sariang atau Parennung tuntas mengelilingi kampung dalam menyampaikan pengumuman atau pemberitahuan yang ditugaskan kepadanya.
Dengan kemajuan teknologi saat ini, jabatan Parennung atau Sariang mungkin tinggallah kenangan atau bahkan sudah terlupakan.Â
Jika dahulu tugas "penerangan" yang diemban oleh Sariang atau Parennung itu mungkin terlihat sederhana tetapi sangat besar manfaatnya bagi seluruh masyarakat kampung.
Tugas mulia yang dilandasi oleh keikhlasan, kesabaran dan ketabahan dalam pengabdian terhadap pemerintah kampung. Kini tugas-tugas semacam itu betul-betul menjadi tugas biasa yang bisa dikerjakan siapa saja di belakang meja.
Kemajuan teknologi memang sangat diharapkan, begitu banyak kemudahan yang ditawarkan. Meski begitu kemajuan teknologi tersebut mungkin juga membawa pengaruh negatif terhadap nilai-nilai kebudayaan yang di anut masyarakat, tetapi itu semua adalah konsekuensi yang harus siap kita hadapi.
Ket: 1,2,3 sumber Andi Mahrus
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H