Karena kalau alasan lain, sepertinya tidak ada alasan yang masuk akal yang bisa membuat kartu kepesertaan KIS kerabat saya itu dinonaktifkan, karena statusnya sendiri sebagai orang tidak mampu belum berubah, masih sama seperti yang dulu bahkan mungkin lebih memprihatinkan.
Nah, yang jadi pertanyaan siapa yang melakukan ataupun merekomendasikan penonaktifan kartu kepesertaan tersebut? Apakah Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Sosial, atau pihak BPJS atau dari fasilitas kesehatan tingkat pertama atau tingkat lanjut?
Kalau penonaktifan itu karena peserta tidak berobat atau mempergunakan KIS-nya dalam jangka waktu tertentu, maka rekomendasi penonaktifan itu tentu berasal dari laporan Fasilitas Kesehatan tingkat pertama.
Sementara itu Dinas Sosial sebagai pihak yang mempunyai kewenangan penentuan siapa penerima bantuan melalui Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sepertinya instansi inilah yang menonaktifkan karena re-aktivasinya juga di Dinas ini.
Pihak BPJS sendiri sebagai penanggung pembiayaan di fasilitas kesehatan tentu akan membayar klaim atas peserta yang aktual masih tercatat, sementara yang tidak tercatat walaupun pernah tercatat tidak akan dilayani (fungsi bisnis murni).
Tetapi coba berbaik sangka saja, mungkin kebijakan tersebut sudah menjadi aturannya, meski ini bisa dikatakan kebijakan yang ceroboh, kebijakan yang hanya berpihak pada urusan bisnis bukan berorientasi pada hak rakyat, kenapa saya katakan demikian?
Orang yang termasuk dalam kelompok Penerima Bantuan Iuran ini kebanyakan adalah orang yang tidak mampu, baik itu secara ekonomi maupun secara sosial termasuk pengetahuan dan hukum.
Jangankan yang tinggal jauh di pelosok desa (seperti kerabat saya), yang tinggal di perkotaan pun kadang buta terhadap tetek bengek aturan yang dikeluarkan pemerintah.
Oke, yang namanya aturan memang harus dipatuhi oleh semua orang, akan tetapi sebuah keteledoran kecil (menurut saya) ataupun kalau itu keteledoran besar (menurut pembuat aturan) tidaklah pantas rakyat kecil, atau orang miskin, dihukum berat dengan menghilangkan haknya mendapatkan pelayanan kesehatan.
Kalau toh, penonaktifan itu memang tidak bersifat permanen, karena masih bisa dire-aktivasi kembali, tetapi kenapa sih sesuatu yang bisa dipermudah kok harus dipersulit, bangsa ini tidak kekurangan orang pintar apalagi kalau hanya sekedar mencari solusi untuk persoalan kartu KIS yang tidak dipakai dalam waktu enam bulan atau alasan apapun lainnya.