Pertama kali menginjakkan kaki di Kota Malang pertengahan tahun 1980-an. Saat itu saya masih remaja, ke Malang untuk melanjutkan pendidikan ke salah satu Perguruan Tinggi swasta yang ada di Kota Malang.
Saat itu Malang masih terkenal sebagai kota dingin, masih teringat betapa dinginnya suhu udara di Kota Malang saat itu, yang mana saat siang haripun saya dan teman-teman harus mengenakan berlapis-lapis pakaian dan dilapisi jaket pula. Jika malam hari, kadang saking dinginnya saya bukan lagi tidur di atas kasur, tetapi kasur yang tidur di atas saya.
Malang yang saat itu cukup terkenal sebagai kota wisata dan juga kota pendidikan, Malang menjadi salah satu kota yang menjadi tujuan pemuda, pelajar dan mahasiswa untuk melanjutkan pendidikannya, baik dari daerah seputar Jawa Timur, maupun dari daerah Jawa dan luar Jawa, dari Sabang sampai Merauke, dari Sangir sampai ke NTT, bahkan dari Timor Timur.
Selain ada Perguruan Tinggi Negeri, seperti Universitas Brawijaya, IKIP Malang (sekarang Universitas Negeri Malang), IAIN Maulana Malik Ibrahim (sekarang UIN Malang), ada pula Universitas-universitas swasta yang cukup terkenal saat itu seperti, Universitas Merdeka, Universitas Muhammadiyah, ITN, Unisma, Universitas Widyagama dan banyak lagi yang lainnya.
Begitu banyak kenangan dan kesan yang tertanam di dalam ingatan yang selalu membuatku kangen dengan kota Malang, yang bagiku telah menjadi kota kedua dalam hidupku, dimana saya menghabiskan hampir 14 tahun usiaku sebagai warga Arema. Untuk merangkum tulisan kota Malang dalam kenanganku ini, saya akan menuliskannya dalam beberapa bagian, dan ini menjadi rangkaian tulisan bagian pertama.
Selain mendapat julukan sebagai kota wisata dan juga kota pendidikan, suasana asri dan udara sejuk, kota Malang dihiasi oleh banyak taman dengan banyak tanaman hias dan bunga-bungaan, sehingga Malang juga memproklamirkan diri sebagai kota bunga dengan tagline "Makobu", Malang Kota Bunga. Tagline ini diadaptasi oleh radio yang kalau tidak salah milik RRI Pro 2 Malang, sebagai nama radio Penyiaran FM mereka, yaitu "Radio Makobu FM"
Bagian pertama dari tulisan saya ini, saya ingin berbagi kenangan mengenai event-event yang mempunyai gaung menasional yang menjadikan Malang sebagai salah satu kota yang cukup terkenal di nusantara pada waktu itu.
Malang Sebagai Barometer Rock Indonesia
Yang pertama adalah pada masa tahun 1970/80-an kota Malang terkenal sebagai salah satu barometer musik rock Indonesia. Yah, barometer rock Indonesia. Malang menjadi kota yang paling ditakuti oleh band-band dan para rocker, baik lokal maupun dari luar kota. Rocker dan band-band rock belum layak menyandang gelar rocker jika belum menaklukan penonton kota Malang.
Para penggemar rock di Malang sangatlah vokal dan kritis ketika menyaksikan pertunjukan musik rock. Dan tidaklah mengherankan jika penampilan panggung grup band dan rocker yang tampil tidak memenuhi ekspektasi, cemoohan dan bahkan lemparan benda apa saja pasti akan menghujani panggung, salah sedikit saja bisa membuat panggung berantakan.
Hal ini tidak mengherankan, banyak legenda rock Indonesia yang mengilhami generasi rock negeri ini berasal dari kita Malang. Sebut saja nama gitaris rock legend Ian Antono, musisi rock Abadi Soesman, gitaris Totok Rewel, ada juga mantan vokalis grup band Bentoel Micky Jaguar yang disebut sebagai Mick Jagger-nya Indonesia.
Masa itu, GOR Pulosari menjadi saksi, tetapi sayang sekali GOR Pulosari ini sudah tidak ada sejak akhir tahun 1990-an. Kekritisan penonton rock Malang menjadi momok bagi grup-grup band rock pada saat itu, namun juga menjadi tantangan dan ambisi bagi mereka untuk melewatinya. Sebut saja grup seperti Elpamas, Grass Rock, Rock Trickle dll bisa menjadi grup yang punya nama di blantika musik rock tanah air.
Penonton Malang memang ganas, tapi sepanjang ingatan saya yang hampir selalu menonton setiap pentas rock di Pulosari (apalagi kos-kosan saya hanya sepelemparan baru dengan GOR Pulosari), saya tidak pernah melihat penonton berkelahi antar sesama penonton, meski banyak diantara penonton itu menenggak minuman keras.
Beda banget dengan kondisi pentas musik jaman sekarang, yang sedikit-sedikit tawuran padahal musiknya juga musik pop, atau dangdut yang tidak seberingas musik rock berirama metal milik Judast Price, Deep Purple ataupun Led Zeppelin dan Rolling Stone.
Meski pergelaran rock ini berlangsung di ruang tertutup, dengan penonton yang datang dengan fanatisme aliran yang berbeda-beda, ada penggemar Judast, Purple, Zeppelin, Stone, Genesis, mereka saling kompak saja menikmati pertunjukan tanpa saling mengejek antara satu dengan yang lain, terkecuali ada yang salah dalam permainan musik yang dibawakan.
Grup band legend tanah air, seperti God Bless, dengan Ahmad Albarnya, SAS dengan Ucok Harahap dan Arthur Kaunang, Bentoel dengan Micky Jaguar, Cockpit dengan Freddy Tamaela, dll, semuanya menjadikan konser di kota Malang sebagai target yang harus ditaklukkan.
Kejuaraan Go-kart Nasional
Satu lagi kenangan yang membekas adalah Kejuaraan Go-kart nasional yang diselenggarakan di sirkuit jalan raya Jl. Besar Ijen Malang. Pertengahan tahun 1980-an menjadi tahun booming Kejuaraan Go-kart di Indonesia, dan salah satu rangkaian Kejuaraan nasional Go-kart dilaksanakan di kota Malang, dengan mengambil tempat du Jln. Besar Ijen, meski berupa sirkuit jalan raya, tetapi lintasan sirkuit jalan Ijen ini menjadi salah satu yang terbaik saat itu.
Kebetulan tempat kost saya berada di jalan Ijen ini, jadi pastilah menonton karena lintasan balapnya ada di depan rumah. Ketika orang-orang harus membayar untuk menonton, kami justru gratis, bukan itu saja, karena kosan kami ada di jalan Ijen, kami akhirnya bisa kenal dengan pebalap-pebalap nasional yang terjun sebagai pembalap Go-kart.
Saat itu, tim balap yang menjadi andalan adalah tim Bentoel Racing Kart, yah karena Bentoel adalah pabrik rokok asal Malang yang mensponsori tim ini. Nama-nama pembalap senior yang cukup disegani seperti Beng Soeswanto, Adiguna Sutowo, Ricardo Gelael, Andre Timothy, dan John Agus memperkuat tim ini.
Saingan tim tuan rumah Bentoel, datang dari tim sesama pabrikan rokok yakni Gudang Garam dengan pembalap andalannya Tony Sudarsono, Sinyo Haryanto dan pembalap bersaudara Stanley Iriawan dan Glenn Iriawan. Juga ada tim Djarum asuhan Dolly Indra Nasution dan tim Baygon dengan pembalap andalannya Farid Sungkar.
Dari beberapa kali gelaran Kejuaraan Go-kart seri nasional di kota Malang, seingat saya yang menjadi rajanya adalah Tony Sudarsono yang beberapa kali keluar sebagai juara di sirkuit jalan raya Jln. Besar Ijen, Malang. Seiring meredupnya booming Go-kart di Indonesia, berhenti pulalah Kejuaraan Go-kart dilaksanakan di kota Malang.
Masih banyak cerita mengasyikkan yang menjadi kenangan tak terlupakan tentang kota Malang, dunia hiburannya, kulinernya serta banyak lagi yang nantinya akan kami lanjutkan di tulisan berikutnya.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI