Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kekerasan di Sekolah dan Game Online, PR Guru dan Orangtua

27 September 2023   00:30 Diperbarui: 28 September 2023   22:52 952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kekerasan yang terjadi di sekolah. (Sumber gambar via kompas.com)

Sekolah sejatinya merupakan tempat menempuh pendidikan secara formal, tempat belajar yang seharusnya "wajib" memberikan kenyamanan dan keamanan bagi siswa-siswinya. 

Akan tetapi saat ini begitu seringnya kita mendengar, atau melihat berita dan bahkan mungkin mendapati sendiri kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah.

Kasus dan tindak kekerasan terhadap murid di sekolah bukan hanya terjadi di kalangan siswa remaja (SMP/SMA) tetapi juga menimpa anak-anak di tingkat SD. Dan jumlah kasus tindak kekerasan serta tingkat keseriusannya juga cukup memprihatinkan.

Menurut data yang dibagikan oleh Biro Data dan Informasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), terdapat sebanyak 251 anak usia 6-12 yang menjadi korban kekerasan di sekolah pada periode Januari-April 2023.

Dari data tersebut, kekerasan secara fisik menempati daftar paling atas dengan 99 korban, kemudian kekerasan psikis 88 korban, kekerasan seksual 78 korban, penelantaran lima kasus, eksploitasi 1 kasus dan 35 kasus kekerasan lainnya.

Kekerasan dan perundungan di sekolah dapat menimbulkan sejumlah dampak, baik jangka pendek maupun panjang pada para korban, baik pada aspek akademik, kesehatan, mental dan perilaku, masalah interpersonal, maupun psikososial.

Beberapa hari yang lalu di grup WA kelas anak saya sekolah (kelas 2), seorang ibu memposting foto anaknya dengan kondisi pipi dan mata bengkak dan lebam, secara visual terlihat cukup parah. 

Menurut si Ibu, dari pengakuan putrinya bahwa Ia dipukul oleh anak lelaki, kawan kelasnya. Beliau pun meminta dengan tegas kepada pihak guru untuk "memperhatikan" dengan serius aktifitas bermain anak-anak siswa. Dari pihak sekolah (guru) hanya bisa meminta maaf karena tidak mengetahui saat kejadian tersebut terjadi

Menurut putra saya kejadian tersebut betul, anak itu dipukul dan bahkan mata si anak itu pun ditimpuk dengan tanah. Ada apa? Anak kelas dua SD, bisa begitu "kejam" memukul kawannya dan dengan sasaran yang vital pula yakni mata.

Belum lama ini kita juga mendengar salah satu kasus terbaru yang terjadi di Gresik, Jawa Timur. Seorang siswi kelas 2 SD yang mengalami penganiayaan yang diduga dilakukan oleh kakak kelasnya, yang menusuk mata si siswi tersebut dengan tusuk bakso hingga mengalami kebutaan permanen.

Juga kasus beberapa bulan lalu. MH (9), seorang bocah kelas 2 SD di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat yang meninggal dunia di rumah sakit pada bulan Mei lalu, yang diduga akibat dikeroyok teman seangkatan dan kakak kelasnya.

Dari banyak kasus parah tindak kekerasan di sekolah hampir semua kejadian tidak diketahui oleh pihak sekolah saat itu terjadi. Ini artinya ada ruang atau momen di sekolah yang tersedia dalam tanda kutip hingga kejadian tindak kekerasan bisa terjadi.

Yang jelasnya, tidak mungkin seorang ataupun sekelompok siswa berani melakukan tindak kekerasan pada temannya di hadapan guru atau petugas di sekolah. 

Disadari memang sulit untuk mengontrol dan mengamati setiap pergerakan dan aktivitas siswa secara full, tetapi bukan tidak mungkin untuk bisa dimaksimalkan upayanya dan diminimalisir kemungkinan terjadinya.

Image: jalantikus.Com
Image: jalantikus.Com

Kemudian yang menjadi keprihatinan demi melihat kondisi yang terjadi terkait tindak kekerasan oleh siswa di tingkat SD ini cukup serius, sampai ada yang meninggal dunia dan cedera parah, saya tidak bisa membayangkan bagaimana bisa anak-anak itu menyerang korbannya dengan sasaran vital, seperti mata, dada dan kepala.

Fenomena ini dalam pemikiran hemat saya adalah hal baru, dan menurut opini awam saya, meski tidak bisa digeneralisasi bahwa ini bisa jadi ada kaitannya dengan marak dan mudahnya akaes game online. 

Bahwa menurut penelitian game online memang memiliki pengaruh besar terhadap perilaku toksik pada anak, seperti perilaku kasar, agresif, membangkang, melawan, serta bertutur kata kasar.

Nah, mengingat di jaman sekarang ini banyak orang tua yang memberikan komputer, gadget ataupun smartphone sebagai bentuk sayang anak dengan harapan bahwa fasilitas tersebut untuk keperluan pendidikan dan pembelajaran anak. 

Maka dalam hal ini, orang tua dan juga guru harus memberikan edukasi serta solusi untuk mencegah akses anak terhadap game online serta konten-konten online yang tidak pantas untuk dimainkan dan ditonton.

Sepanjang yang saya tahu dan saya lihat, memang kebanyakan anak-anak itu kecanduan game online seperti misalnya game dari GTA, Robl*x, Fr** Fir*, M*bile L*g*nd, Min*cr*ft, Mort*l C*mb*t, dan banyak lagi game online yang tidak ramah anak.

Rata-rata game online ini menyajikan banyak kekejaman yang cukup ekstrim dan berbahaya untuk anak. Dimana para pemain berusaha untuk membunuh satu sama lain, dan banyak memuat kalimat kasar, pembunuhan, perkelahian yang keras dan  berdarah.

Apalagi dengan desain karakter yang keren, ketertarikan anak-anak terhadap game yang sebenarnya direkomendasikan untuk dewasa akan menjadi candu sekaligus pembentuk karakter anak. 

Pemerintah sendiri sejauh ini telah melarang beberapa game online yang dikhawatirkan membawa pengaruh negatif terhadap anak.

Perlindungan terhadap anak dari tindak kekerasan dan perundungan di sekolah masih menjadi pekerjaan rumah dengan jalan yang panjang. 

Namun, komitmen untuk menuju kesana harus menjadi kepedulian semua pihak,  karena baik pelaku maupun korban mereka semua adalah anak-anak kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun