Penyakit diabetes melitus yang dikenal luas di masyarakat sebagai penyakit "gula" atau juga "kencing manis" adalah penyakit metabolik yang jumlah penderitanya terus saja bertambah. Penyakit ini dapat menyerang semua golongan usia, termasuk anak-anak, anak muda dan apalagi orangtua.
Secara umum diabetes melitus ini terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu diabetes tipe 1, diabetes tipe 2 dan diabetes Gestasional. Kecuali diabetes gestasional, penyakit diabetes ini menurut medis adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
Namun, walaupun demikian diabetes dapat dikontrol. Yaitu dengan menerapkan gaya hidup sehat dan pengobatan yang tepat, tetapi semua itu harus dijalani dengan ketat dan disiplin jika penderita diabetes ingin melakukan aktivitasnya tanpa gangguan.
Nah, akhir-akhir ini di Indonesia ada trend peningkatan penderita diabetes di usia kanak-kanak. Bisa kita bayangkan bagaimana "beratnya" seorang anak kecil untuk menghadapi penyakit seumur hidup ini yang membutuhkan perjuangan ekstra ketat dan disiplin untuk mengontrolnya.
Diabetes pada anak biasanya adalah diabetes tipe 1 yang secara medis berkaitan erat dengan penyakit auto imun. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan anak juga dapat terkena diabetes tipe 2, tetapi tentu tidak mungkin terkena diabetes gestasional.
Diabetes melitus tipe 1 merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan pankreas tidak dapat memproduksi insulin. Faktor genetik memberi pengaruh yang besar anak terkena diabetes, selain itu infeksi virus juga menjadi penyebab dari diabetes tipe 1 ini.
Sementara itu, diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh faktor yang berkaitan erat dengan pola hidup. Salah satunya adalah akibat efek dari pola makan yang tidak sehat terutama yang terkait dengan kontrol asupan gula yang dikonsumsi sehari-hari.
Sementara itu, diabetes gestasional adalah penyakit diabetes yang menyerang pada ibu hamil dan biasanya bersifat sementara yang akan sembuh sendiri setelah melahirkan.
Sebuah rilis yang cukup memprihatinkan dikeluarkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) baru-baru ini terkait kasus diabetes pada anak yang meningkat 70 kali lipat per Januari 2023 dibandingkan tahun 2010.
Dari data penderita diabetes pada anak yang dirilis oleh IDAI tersebut, anak pada rentang usia 10-14 tahun yang terbanyak terkena yakni sebanyak 46,23 persen, kemudian anak pada rentang usia 5-9 tahun (31,05 %), rentang usia 0-4 tahun (19%) dan anak usia lebih dari 14 tahun (3%).
Perlu untuk diketahui, bahwa diabetes tipe 1 lebih banyak terjadi di wilayah Eropa atau Amerika Utara yang kurang paparan sinar mataharinya, dimana salah satu faktor yang menjadi pemicu terjadinya diabetes tipe 1 ini adalah kekurangan vitamin D yang salah satu sumber terbaik untuk mendapatkannya adalah dari sinar matahari.
Meski demikian tetap saja di negara-negara tropis yang cukup mendapatkan sinar matahari, ada yang menderita diabetes tipe 1. Termasuk di Indonesia, akan tetapi dengan banyaknya penderita diabetes pada anak di Indonesia, kemungkinan terbesarnya adalah terkait dengan diabetes tipe 2.
Tidak bisa kita pungkiri, seiring perkembangan jaman ada pergeseran kebiasaan dalam kehidupan di masyarakat, selain pola hidup, juga pola makan yang kebanyakan orang cenderung sudah tidak sehat, terlebih pada anak.
Sebagai contoh, banyak anak muda termasuk anak-anak yang lebih menyukai menyantap fast food serta makanan-makanan manis seperti roti, kue, hingga minuman karbonasi dan ice cream serta boba. Ini diperparah dengan kebiasaan bermain gadget atau juga HP yang membuat anak kurang gerak.
Konsumsi gula yang berlebihan dan tidak dipergunakan karena mager alias malas gerak, lama kelamaan akan terjadi peningkatan resistensi insulin. Resistensi insulin ini membuat tubuh tidak dapat memproses kelebihan gula dengan baik. Gula yang semestinya diproses menjadi energi (tenaga) tidak dapat terproses dan menumpuk menjadi gula darah yang memicu penyakit diabetes melitus tipe 2.
Sebagai diabetesi atau penderita diabetes saya mengalami hal yang hampir serupa dengan yang tersebut di atas. Awalnya pasca menjalani operasi mata yang mengharuskan saya untuk tidak boleh melakukan pekerjaan yang berat-berat, saya pun tanpa sadar mengurangi total aktifitas berat saya. Tak pernah lagi berolahraga, lebih banyak diam (duduk atau tiduran).
Akhirnya sekitar tiga tahun berlalu, bencana ini pun datang. Berat badan yang tadinya naik cepat, kali ini turun dengan drastis padahal tidak sedang diet. Dalam hitungan bulan saja berat badan turun hingga 20an kilo. Begitu periksa ke dokter hasilnya gula darah 590 mg/dL.
Hal yang tidak pernah terpikirkan oleh saya kalau akan terkena diabetes, dalam keluarga dekat tidak ada yang punya riwayat diabetes. Ternyata diabetes bukan penyakit yang hanya terkait genetik saja. Faktor genetik memang ada, tetapi pola hidup sehat dan pola makan sehat adalah hal yang paling utama.
Sebagai penyakit yang tidak bisa sembuh, kecuali hanya bisa mengontrol saja stabilitas gula darah agar tetap stabil, dengan menerapkan pola hidup sehat dan pola makan sehat secara ketat dan disiplin. Tetapi itu semua tidak mudah, dalam waktu yang panjang dibersamai oleh diabetes rasa bosan dan bahkan lupa (atau mungkin pura-pura lupa) hampir selalu hadir.
Saya sekitar 15 tahun sudah sebagai diabetesi, naik turunnya kadar gula darah sudah kerap terjadi. Beruntung saya didampingi oleh istri yang cukup telaten mengingatkan, mulai dari cara yang sabar sampai dengan ngomel-ngomel.
Sebagai diabetesi saya telah merasakan bagaimana s(d)uka-dukanya menderita diabetes. Tentulah tak ingin jika anak keturunan menderita penyakit yang sama. Diabetes memang tidak bisa disembuhkan tetapi bisa dicegah jika dilakukan sejak awal. Hindari semua yang bisa memicunya, dan lakukan semua yang bisa mencegahnya.
Nah, kembali ke diabetesi anak. Dari pengalaman saya sebagai diabetesi di atas, bisa kita bayangkan betapa beratnya beban anak  diabetesi. Mereka dengan usia yang masih muda, 14 tahun ke bawah dan bahkan banyak yang belum berusia 10 tahun, tentu mereka butuh pendampingan untuk menjalani hari-harinya berkutat dengan jaga makan, jaga aktivitas gerak tubuh dan yang terpenting jaga konsumsi obat-obatan.
Yang terpenting bagi anak diabetesi adalah modifikasi gaya hidup dan ini merupakan tantangan tersendiri baik bagi keluarga dan juga dokter, seperti pengaturan diet dan aktivitas fisik untuk mencapai target kadar HbA1c < 6,5%, serta intervensi obat-obatan seperti pemberian medikamentosa metformin dan/atau insulin, yang tergantung dari beratnya gejala hiperglikemia, dan ada tidaknya ketoasidosis.
Pantangan makanan bagi diabetesi cukup banyak, bahkan hampir semua makanan menjadi pantangan bagi penderita diabetes karena selain bahannya juga jumlahnya tidak boleh berlebihan. Ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi anak-anak. Makanan kekinian hampir semua identik dengan manis. Ada gula, ada kental manis, ada karbohidrat semua berkumpul menjadi satu, menjadi makanan kekinian yang menggoda anak-anak.
Untuk diabetes tipe 1, prinsip penanganannya meliputi lima pilar penanganan, yaitu  injeksi insulin, pemantauan gula darah, pengaturan nutrisi, aktivitas fisik, dan edukasi. Karena diabetes tipe 1 pankreas tidak lagi memproduksi insulin maka sangat bergantung pada injeksi insulin, dimana IDAI merekomendasikan injeksi insulin minimal dua kali per hari menggunakan insulin basal dan kerja cepat.
Pemantauan gula darah menjadi hal yang penting pada penderita diabetes tipe 1 dan dilakukan minimal 4 kali per hari, tentu ini akan lebih mudah jika dilakukan secara mandiri di rumah, ini artinya harus tersedia alat pengukurnya.
Nutrisi seimbang harus menjadi perhatian serius, asupan makanan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan kalori penderita per hari, dalam hal ini yang juga penting diperhatikan adalah penderita dan keluarga yang mendampingi perlu mengetahui untuk menyesuaikan dosis insulin sesuai dengan konsumsi karbohidrat.
Aktivitas fisik juga merupakan faktor penting untuk mengontrol gula darah, serta untuk menguatkan otot dan tulang. Terakhir edukasi terkait apa dan bagaimana hal-hal yang berhubungan dengan diabetes sangat perlu diberikan.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H