Para calon jemaah haji Indonesia, khususnya yang akan berangkat menunaikan ibadah haji tahun 2023 ini dibuat terkejut oleh sebuah usulan yang disampaikan Kementerian Agama RI tentang kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 1444 Hijriyah/2023.
Biaya perjalanan haji yang diusulkan oleh pemerintah yang dalam hal ini Kemenag senilai Rp 98.893.909, dimana dari angka tersebut biaya yang dibebankan kepada jamaah sebesar 70 persen atau sekitar Rp 69 juta. Naik cukup drastis dari tahun sebelumnya yang hanya berkisar Rp 39 juta.
Hal ini kontan menuai sorotan tajam. Pasalnya, kenaikan yang itu diusulkan terkesan tiba-tiba atau sekitar hanya empat sampai lima bulan sebelum keberangkatan. Apalagi di musim haji 1444 H ini pihak Kerajaan Arab Saudi menurunkan biaya haji (khususnya paket layanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina tanggal 8-13 Dzulhijjah) hingga 30 persen.
Selain daripada itu, Pemerintah juga berencana menurunkan biaya hidup atau living cost bagi  jamaah haji 2023 menjadi 1.000 Real Saudi atau sekitar Rp 4,080 juta dari sebelumnya living cost yang diberikan 1.500 Real Saudi per jamaah.
Menurut Kemenag perubahan pola biaya haji ini ditempuh demi keberlanjutan dana haji dan 'keadilan' terhadap jamaah yang akan berangkat di tahun-tahun berikutnya.
Jika menilik dari alasan yang dikemukakan oleh pihak penyelenggara haji "sepertinya" sangat sangat masuk akal, apalagi salah satu syarat haji adalah istitha'ah yaitu mampu baik secara fisik maupun finansial.
Akan tetapi, ibadah haji ini bukan hanya harus dilihat dari sisi ekonomi semata, bukan hanya dari sisi bisnis. Di dalam ibadah haji itu ada keberkahan bagi negeri dari sebuah ibadah kolektif yang melibatkan banyak warga negara. Sehingga negara harus benar-benar hadir untuk berkhidmat melaksanakan kewajibannya menghadirkan solusi dan maslahat bagi rakyat, terutama bagi para Calon Jemaah Haji yang khawatir tak bisa melaksanakan rukun Islam yang ke 5 karena kenaikan biaya haji yang drastis dan tiba-tiba ini.
Bisa kita bayangkan dari sebuah penantian panjang antrian haji dan ketika mendapatkan giliran berangkat tetiba dikejutkan oleh lonjakan biaya yang tak terbayangkan sebelumnya.
Ini dialami oleh salah seorang kerabat dekat saya. Sebagai seorang janda yang menabung tahun demi tahun untuk kerinduan berangkat memenuhi panggilan Allah SWT menunaikan rukun haji. Setelah menanti sekian lama akhirnya tiba juga giliran untuk berangkat.
Namun, sayang seribu sayang pandemi Covid-19 menggagalkan keinginan dan kerinduan beliau, dua tahun ibadah haji ditutup oleh pemerintah Arab Saudi. Dan tahun lalu, ketika ibadah haji kembali bisa dilaksanakan harapan itu masih pupus karena adanya pembatasan usia.
Alhamdulillah tahun ini tak ada lagi pembatasan usia, tetapi ada lagi kabar menyedihkan terkait biaya haji yang melonjak tinggi yang sungguh tak akan mungkin terjangkau oleh beliau apalagi dalam tempo hanya beberapa bulan saja.
Kesulitan yang dialami oleh kerabat saya ini, tentu bukan satu-satunya, saya yakin banyak yang mengalami hal yang sama, kalau berbicara "keadilan" bagi calon haji yang akan berangkat di tahun-tahun selanjutnya sebagaimana alasan Kemenag. Dimana pula keadilan bagi calon jemaah haji yang menghadapi dilema seperti kerabat saya ini.
Disinilah rakyat mengharapkan pemerintah hadir bukan sekedar sebagai operator penyelenggaraan haji, yang berbicara hitung-hitungan dan kalkulasi biaya dalam orientasi bisnis semata. Tak eloklah hanya memaknai syarat istitha'ah (mampu) bagi jamaah, karena semestinya negara benar-benar melayani dengan pengelolaan dana haji yang efesien dan seefektif mungkin.
Mungkin ada pertanyaan, kenapa pula negara harus hadir di urusan haji ini?. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia dan juga sejarah kedekatan negara dan kaum muslim, tentu tidak bisa diabaikan begitu saja untuk membuat negara lepas tangan dari urusan ibadah haji warga negaranya. Dan salah satu wujudnya adalah pengelolaan dana abadi haji dikelola oleh negara.
Ibadah haji memang ibadah individual, tetapi perlu dipahami para calon haji itu melaksanakan ibadah haji karena memenuhi panggilan Rabb-nya. Ada keberkahan dari prosesi ibadah haji yang bukan saja didapatkan oleh yang melaksanakannya tetapi juga akan didapatkan oleh orang lain, lingkungan dan juga negara
Dari sahabat Jabir ra, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Jamaah haji dan umrah adalah tamu Allah. Allah memanggil mereka, lalu mereka memenuhi panggilan-Nya dan mereka meminta kepada-Nya, lalu Allah memberikan permintaan mereka,'" (HR Al-Bazzar).
Di hadits lain, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Sungguh Ka'bah ini merupakan salah satu tiang Islam. Siapa saja yang berhaji mengunjungi Ka'bah atau berumrah, maka ia menjadi tanggungan Allah. Jika ia meninggal, maka Allah memasukkannya ke surga. Jika Allah mengembalikannya kepada keluarganya, niscaya Allah memulangkannya dengan pahala dan ghanimah,'" (HR At-Thabarani).
Dari kedua hadits di atas, betapa besar keberkahan yang diterima dan dibawa oleh jamaah yang telah menunaikan rukun haji, dimana permintaan (doa) kebaikan mereka diijabah, dan doa-doa jemaah haji itu bukan saja doa pribadi tetapi ada pula doa-doa kemaslahatan umat dan negara.
Kemudian orang yang pulang dari haji akan membawa pahala dan ghanimah (harta memenangkan perang) ini memang bukan dalam bentuk langsung tetapi harus dimaknai sebagai harta tak langsung dalam bentuk keberkahan ekonomi yang memang nyata adanya.
Dikutip dari laman Adira finance, hikmah haji dan umrah pun sempat menjadi objek penelitian akademik oleh Harvard Edu. Penelitian itu menemukan bahwa orang-orang yang berpartisipasi dalam haji meningkatkan ketaatan pada praktik Islam secara global seperti doa dan puasa. Hikmah haji dan umrah juga menunjukkan peningkatan kepercayaan pada perdamaian, kesetaraan, serta keharmonisan antar pemeluk agama yang berbeda.
Dari beberapa uraian di atas, jelaslah bahwa kehadiran negara mutlak diperlukan dalam urusan haji, dan kehadiran negara haruslah membawa solusi terbaik yang memudahkan dan meringankan calon jamaah haji, bukannya malah membuat polemik dan kekhawatiran dari ketidakpastian dan ketidakprofesionalan pengelolaan urusan haji.
Secara matematis sangat masuk di akal kalkulasi biaya yang dibeberkan oleh pihak Kemenag. Tetapi, tentu masyarakat juga perlu kepastian dan transparansi hitungan biaya serta sumber biaya bipih.
Bagaimana skema detail Bipih 2023?. Keterangan yang lebih utuh perlu disampaikan kepada masyarakat. Dari beberapa argumen bahwa dalam bipih ini ada subsidi yang menguras APBN, betulkah demikian?.
Kalau sekiranya betul, berarti dana subsidi itu sudah ada dan tak ada alasan menaikkan biaya haji, karena secara riil biaya haji tahun ini dan tahun sebelumnya tidaklah naik signifikan hanya ada kenaikan sebesar Rp 500 ribuan.
Kalau toh tidak ada subsidi dari APBN, masyarakat tentu mengharapkan adanya transparansi. Terutama soal "nilai manfaat riil" yang berhak diperoleh jamaah dari masa ke masa, yang semestinya telah dikalkulasi dan dikelola secara prudent.
Harapan masyarakat, terkhusus calon jamaah haji yang akan berangkat di musim haji tahun ini, kenaikan sebesar 70 % ini sebaiknya tidak direalisasikan, entahlah untuk musim-musim haji berikutnya yang kenaikannya pun harus bertahap dan terjangkau hingga mencapai titik ekonomis bagi semua pihak. Proses antrian haji ini bukan ujug-ujug berangkat tetapi memakan waktu antri yang cukup lama.
Tak bisakah pihak penyelenggara dalam hal ini Kemenag menempuh upaya lain, misalnya dengan memperkuat lobby dengan pihak lain, semisal dengan maskapai penerbangan. Dari data yang ada biaya penerbangan haji musim dipatok Rp 33,9 juta, apakah ini realistis?.
Jika biaya penerbangan umroh yang merupakan harga hitungan perorangan berada dalam kisaran Rp 17-20 juta, bagaimana bisa ada angka Rp 33 jutaan?. Padahal kita akan memberangkatkan 220 ribuan jamaah haji, tentu disini ada banyak ruang lobby efisiensi biaya yang bisa ditawarkan.
Orang-orang tentu berharap pengelolaan haji bukan dalam pendekatan orientasi bisnis, akan tetapi orientasi pada pelayanan dan mengharap semata-mata ridho Allah SWT. Semoga keberkahan melayani tamu-tamu Allah dilimpahkan kepada semua yang ikhlas mengurusnya, kepada pemerintah dan juga bangsa dan negara.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI