Baiklah, mari coba kita bedah apakah ada yang salah dan siapakah yang salah dalam tragedi 1/10 Kanjuruhan Malang.
Bahwa dalam panduan yang dikeluarkan oleh FIFA sudah memberikan panduan terkait jumlah anggota pengamanan yang harus mempertimbangkan asesmen resiko + kelakuan supporters + kemungkinan massa turun ke dalam lapangan.
Nah, pertama kita lihat dari segi asesmen resiko. Bagaimana kondisi stadion apakah jalur  masuk dan jalur keluar serta jalur evakuasi aksesnya cukup ini penting untuk mengarahkan penonton jika terjadi kondisi darurat yang tidak diinginkan. Kemudian hal terpenting berikutnya adalah kapasitas stadion, apakah sesuai dengan jumlah penonton. Berdasarkan informasi kapasitas normal stadion Kanjuruhan ada yang mengatakan 38.000 penonton dan dari Wikipedia berkapasitas 42.200an penonton, sementara dari media diperoleh informasi jumlah penonton berkisar 45.000 orang.
Dari sini saja jelas ada kelalaian fatal, jumlah penonton melebihi kapasitas stadion, apalagi dalam laga klasik yang selalu penuh emosi antara Arema vs Persebaya.
Asesmen resiko berikutnya adalah waktu pelaksanaan, apakah siang hari, sore atau malam. Semakin malam tentu semakin meningkatkan resiko kefatalan jika terjadi sesuatu insiden. Berkaitan dengan hal ini rupanya pihak keamanan dalam hal ini Polres Malang telah memberikan rujukan ke pihak Panpel untuk mengubah jadwal pertandingan dari pukul 20.00 WIB ke pukul 15.30 WIB karena pertimbangan keamanan. Namun, hal tersebut ditolak oleh pihak PT LIB selaku operator liga 1.
Setelah asesmen resiko, pertimbangan berikutnya adalah kelakuan supporter, mengapa ini harus dipertimbangkan?, karena menurut FIFA kondisi rivalitas antara dua tim bisa mempengaruhi 'kondisi dan situasi' terjadinya gangguan keamanan sebelum, saat, dan sesudah pertandingan. Rekam jejak supporter bisa dijadikan rujukan.Â
Nah, dalam hal ini laga Arema kontra Persebaya tentu semuanya sudah mahfum bagaimana suasana rivalitas dari kedua kubu yang sejak jaman pertama kali bergabungnya Perserikatan dan Galatama dalam satu kompetisi, keduanya telah menjadi musuh bebuyutan yang hampir di sepanjang pertemuan mereka selalu diwarnai dengan insiden yang tidak jarang menimbulkan korban baik jiwa maupun luka dan harta.
FIFA juga mengatur tentang personil yang bertugas menjaga keamanan dalam pertandingan adalah "Stewards" alias petugas keamanan. Dalam hal ini, Polisi dan/atau Tentara "dapat" diturunkan sebagai petugas keamanan pertandingan, dengan catatan bahwa mereka patut ikut aturan yang sama dengan stewards.Â
Antara pihak penyelenggara dan pihak petugas keamanan sudah seharusnya mempunyai kesepahaman terhadap tugas dan tanggung jawab mereka, tentunya ada diskusi-diskusi, saran dan masukan dari pihak keamanan yang mesti dilakukan.
Nah, dari saran pihak kepolisian yang meminta laga siang hari yang tidak diiyakan oleh si operator liga (yang mata duitan), kita bisa melihat bahwa potensi fatal semakin jelas dalam laga ini.
Dan satu yang banyak menimbulkan tanda tanya di benak orang-orang adalah penggunaan "gas air mata ". Aturan FIFA secara tegas menyatakan bahwa: No fire arms or crowd control gas shall be carried or used. (Artinya: Senjata api dan berbagai macam gas yang dipakai untuk mengontrol massa tidak boleh dibawa atau dipakai).