Pemilihan umum merupakan manifestasi dari prinsip kedaulatan rakyat, dimana pemilu memberikan legitimasi serta kebebasan bagi rakyat dalam menentukan pilihannya untuk memilih calon-calon wakil rakyat yang tergabung dalam Partai Politik.
Pilihan dari, oleh, dan untuk rakyat. Inilah yang menjadi dasar kekuasaan pemerintah dalam menentukan arah kebijakan yang akan diambil.Â
Dengan demikian sudah barang tentu, setiap partai politik (Parpol) akan selalu berusaha untuk memperoleh dukungan rakyat yang sebesar-besarnya pada saat Pemilihan Umum agar partainya memperoleh suara yang banyak sehingga bisa menjadi partai yang dominan di dewan perwakilan rakyat..
Di sisi lain, suara parpol akan menjadi pintu atau jalan untuk mengusung calon pemimpin (kekuasaan), baik itu pemimpin bangsa maupun pemimpin daerah.
Idealnya pemimpin yang terpilih melalui proses demokrasi (pemilu) ini pada dasarnya adalah instrumen bagi kepentingan orang banyak. Ia harus melayani kepentingan orang banyak bukan kepentingan golongan, partai dan kelompok.
Nah, jika kita berbicara demokrasi, maka semakin banyak pilihan (parpol) yang tersedia bagi rakyat untuk dipilih tentu akan semakin baik.  Akan tetapi, perlu disadari bahwa kualitas demokrasi itu bukan ditentukan oleh banyaknya jumlah kontestan pemilu, kenapa?
Sebab parpol pada akhirnya akan membuat polarisasi di masyarakat. Semakin banyak kutub-kutub dalam politik maka semakin terbuka kemungkinan terjadinya friksi, baik itu di kalangan level atas maupun di akar rumput.
Sebenarnya, berdasarkan pengalaman, secara umum warna politik itu, terutama di Indonesia hanya dua yakni nasionalis-demokratis dan nasionalis-agama, lain daripada itu tidak mendapat tempat di negeri ini.
Jika demikian, mengapa di era reformasi ini justru jumlah partai politik yang ada jauh lebih banyak dari jumlah parpol di masa orde baru yang hanya mengenal tiga gambar Pohon Beringin, Kepala Banteng dan Ka'bah. Bisa kita bandingkan saat pertama kali euforia keran demokrasi terbuka dengan bebas, peserta pemilu 1999 dikuti oleh 48 partai politik, namun partai yang memperoleh kursi hanya 19 partai.
Demikian pula di pemilu 2004 yang diikuti oleh 24 partai politik, 8 partai diantaranya tidak memperoleh kursi. Di tahun 2009 peserta pemilu kembali bertambah, selain ke-16 parpol yang memperoleh kursi di pemilu sebelumnya, putusan MK memutuskan peserta pemilu 2004 berhak untuk mengikuti pemilu 2009, kemudian ada pula tambahan partai baru sehingga total peserta pemilu 2009 adalah 38 parpol, namun hanya 9 parpol yang memperoleh kursi dan lolos parliamentary threshold.