Di lain sisi, para pelaku juga masih anak-anak yang tentu penanganannya tidak bisa disamakan dengan orang dewasa, dan dalam hal ini tuntutan keadilan dari pihak korban jelas tidak mungkin tercapai.
Apakah perundungan ataupun kekerasan terhadap anak ini bisa dihilangkan? Tentu saja jawabannya mungkin tidak, karena ada begitu banyak faktor yang bisa menjadi pencetus terjadinya hal tersebut. Akan tetapi sudah menjadi kewajiban kita semua untuk melakukan upaya-upaya preventif yang maksimal, pertanyaannya apakah kita sudah melakukan upaya yang maksimal itu?
Sudah seharusnya kita menempatkan masalah perundungan terhadap anak ini sebagai titik fokus utama, dan sebisanya masalah ini zero tolerance, artinya jangankan sepuluh kasus, satu kasus pun itu sudah menjadi coreng di wajah peradaban kita sebagai bangsa yang beradab.
Berbicara mengenai anak, bagi sebahagian besar orang itu adalah hal yang utama, semua kasih sayang, semua harapan, dan semua kerja keras diperuntukkan untuk anak.Â
Nah, orangtua mana yang tega melihat anaknya mendapatkan perundungan, apalagi perundungan yang ekstrim sebagaimana yang dialami bocah F dan juga Audrey seperti yang disebutkan sebelumnya di atas.
Memang disadari, bahwa banyak faktor yang bisa menyebabkan anak melakukan perundungan, mulai dari kebiasaan di lingkungan terdekat (keluarga), lingkungan tempat tinggal serta pengaruh yang begitu agresif dari media sosial yang begitu mudah diakses oleh anak-anak.
Namun, di balik semua itu anak tetaplah harus ditempatkan sebagai subyek yang harus diproteksi dari hal-hal yang negatif bagi tumbuh kembang diri dan jiwanya, fisik dan mentalnya. Dan sebaik-baik tempat untuk hal tersebut di zaman ini adalah di sekolah.Â
Mengapa di sekolah? Karena di zaman sekarang, berapa banyak keluarga yang memiliki quality time atau bahkan waktu biasa saja untuk mendampingi putra-putrinya, kalaupun ada yang punya waktu, apakah mereka tahu dan mengerti apa dan bagaimana cara mendidik anaknya.
Sekolah dengan iklim yang kondusif (harus diciptakan) akan sangat membawa dampak positif bagi siswa, bukan hanya aturan, guru konseling, tetapi anak didik perlu semacam pelajaran khusus terkait etika pergaulan dan bahaya perundungan, namun bukan untuk diujikan tetapi untuk diimplementasikan dalam pergaulan baik di sekolah maupun di luar sekolah, dan bukan pelajaran semesteran akan tetapi pelajaran yang harus terus diajarkan dan di-refresh di setiap kesempatan.
Mari jadikan momentum Hari Anak Nasional tahun 2022 ini sebagai langkah awal keseriusan kita bersama untuk mencegah dan sekaligus menghapus perundungan dari dunia anak-anak kita.
Mungkin ini sesuatu yang berat dan sulit, akan tetapi itu harus kita lakukan dan negara harus hadir sebagai ujung tombak, karena kebijakan ada ditangannya dan demikian pula dengan aturan ada dalam kewenangan negara.