Seperti diketahui pemerintah mempunyai misi mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya profil pelajar pancasila. Dalam hal ini, otoritas pendidikan mempunyai kewenangan untuk berupaya mewujudkan peserta didik yang memiliki profil pelajar pancasila. Dan hal tersebut dapat tercapai jika tercipta sebuah ekosistem sekolah yang kondusif dan saling mendukung.
Tidak bisa kita pungkiri bahwa kini dunia pendidikan harus menjadi ujung tombak menciptakan generasi penerus yang memiliki profil pelajar pancasila.Â
Salah satu upaya prioritas adalah dengan mencegah tindak kekerasan di lingkungan sekolah, dengan menciptakan dan menumbuhkan interaksi pergaulan yang harmonis, kebersamaan antar para peserta didik, antara peserta didik dengan pendidik, tenaga kependidikan dan orang tua serta masyarakat.
Sebenarnya dari segi regulasi kita punya Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang pencegahan dan penanggulangan kekerasan di satuan pendidikan, namun apakah ini sudah efektif diterapkan dan dilaksanakan di semua satuan pendidikan?
Apakah otoritas pendidikan kita sudah melakukan monitoring dan evaluasi terkait implementasi dari peraturan tersebut?
Karena sepertinya keberadaan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 ini belum tersosialisasi dengan baik ke semua jenjang, karena dari hasil pengawasan KPAI di sejumlah sekolah yang terdapat kasus kekerasannya ternyata pihak sekolah tidak mengetahui Permendikbud tersebut.
Perundungan pada anak dan oleh anak ini adalah sesuatu yang dilematis, di satu sisi anak harus mendapatkan hak-haknya sebagai anak, bukan saja buat anak yang menjadi korban akan tetapi juga bagi anak yang menjadi pelaku. Di sisi lain ada pihak korban yang mempunyai hak memperoleh keadilan dari hal yang menimpanya.
Bukan mustahil bahwa anak yang menjadi pelaku, pada akhirnya dengan pertimbangan hak-hak anak justru diperlakukan sama sebagai korban, yang boleh jadi hal ini akan menggores rasa keadilan dari korban yang sebenarnya.
Bisa kita bayangkan, dari sisi korban tentu menuntut keadilan yang setimpal atas apa yang dideritanya, itu pun belum tentu bisa menghapus begitu saja rasa sakit yang dirasakan oleh korban dan orangtuanya.Â
Sebagai contoh dari bocah F yang dipaksa bersetubuh dengan kucing, direkam dan lalu disebarkan yang membuatnya di-bully habis-habisan, namun sungguh malang baginya tak mampu berbuat apa-apa mengingat dirinya sebagai anak kecil yang hanya bisa diam, menderita dan akhirnya meninggal dunia, orang tua mana yang bisa terima musibah seperti ini?