Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penjual Terompet

22 Juni 2020   06:48 Diperbarui: 22 Juni 2020   07:07 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu Sangkala' terserang stroke, ia mengerang untuk minta tolong, namun tak ada satupun yang mendengar erangannya, rumahnya begitu besar, bahkan sangat besar tapi begitu kosong dengan kehidupan, isi rumahnya hanyalah barang barang mewah yang mahal namun tak bisa berbuat apa apa saat sang pemilik rumah terkapar sakit dan butuh pertolongan. Istrinya yang sibuk dengan teman temannya, anak anaknya semua sekolah ke luar negeri, tak ada satu orang pun di rumah. Sangkala' menderita seorang diri dalam kekayaan hartanya, ia tidak tertolong, ia menghembuskan nafas terakhirnya tanpa ditemani oleh siapapun.

Dalam meninggalnya Sangkala' melihat dirinya meringkuk kepanasan di dalam sebuah ruangan dan di depannya berdiri malaikat yang menyuruhnya bangun lalu kemudian menggiring Sangkala' ke sebuah lapangan yang sangat luas, disana telah banyak orang yang berkumpul, Sangkala' dibawa ke kumpulan orang orang kaya yang satu persatu dipanggil oleh Malaikat dan lalu dibacakan amal perbuatan mereka semasa hidupnya, dan banyak dari mereka yang digiring menuju ke neraka, termasuk Sangkala', yang juga ikut digiring menuju ke neraka, dan perjalanan menuju ke neraka saja sudah sangat menyiksa, masih jauh dari pintu neraka telah terdengar suara suara jeritan kesakitan yang melengking menyeramkan, dan hawa panas api neraka telah membakar kulit dan tulang tulang Sangkala'. Sangkala' gemetar ketakutan, ia memohon kepada malaikat untuk di kembalikan saja ke dunia sebagai orang miskin. 

"Oh Malaikat, tolong kembalikan aku ini ke dunia, biarlah sebagai orang yang miskin papa" pinta Sangkala' sambil meratap. Malaikat pun tertawa dan kemudian berkata kepada Sangkala'. "Maukah engkau ku perlihatkan bagaimana keadaan orang miskin" tanya Malaikat. Sangkala' mengangguk, dan saat itu juga ia telah berada di pintu neraka khusus untuk orang orang miskin, dan apa yang disaksikan oleh Sangkala' adalah hal yang sama saja, ternyata orang kaya dan orang miskin sama, bisa masuk ke dalam neraka, dan neraka orang kaya serta orang miskin adalah sama saja hanya berbeda di pintu masuk. 

Lalu Sangkala' bertanya kepada Malaikat. "Wahai Malaikat... apakah disini tidak ada surga bagi manusia ?" tanya Sangkala' dengan penuh kesedihan. Malaikat pun tertawa lucu. "Engkau bertanya tentang surga ?, bukankah orang kaya telah menikmatinya di dunia ?" jawab Malaikat dengan wajah bengis yang seperti mengiris iris jantung Sangkala'. "Lalu orang orang miskin dimanakah surganya ?" tanya Sangkala' lagi. "Surga orang miskin itu ada di dalam kesabarannya, namun mereka tidak mau bersabar dalam menjalani hidup, mereka lalai dan telah menyia-nyiakan semua kesempatannya untuk meraih surga" jawab Malaikat lalu mendorong tubuh Sangkala' dengan kuat, Sangkala' terjengkang dengan begitu keras, ia bangkit dan coba berdiri tapi ia kemudian terjatuh lagi didorong oleh Malaikat. 

Ketakutan yang amat sangat menyelimuti seluruh tubuh Sangkala', keringat mengucur deras dari sekujur tubuhnya, ia menangis meraung raung memohon agar diberi satu kesempatan untuk memperbaiki hidupnya, namun Malaikat itu hanya tertawa mengerikan, lalu menyeret tubuh Sangkala' secara kasar, membawanya ke pintu neraka dan melemparkannya dengan keras ke dalam lautan api yang berkobar kobar menyambar dengan panas yang luar biasa, dan Sangkala' hanya bisa berteriak histeris, jatuh terjerembab dan kepalanya membentur batu yang sakitnya luar biasa.

Sangkala' membuka matanya, dan didapatinya dirinya terbaring di tanah dengan kepala yang berdenyut sakit dan tubuh yang bermandikan keringat, rupanya ia terjatuh dari kursi tempatnya tidur, cepat ia bangun dan beristighfar. "Ah.. rupanya hanya mimpi buruk" Sangkala' membathin penuh rasa syukur. Dipandanginya sekeliling sudah sunyi, hanya petugas petugas kebersihan teman teman Laongge yang terlihat sibuk menyapu dan membersihkan sisa sisa pesta semalam. 

Dihirupnya udara pagi yang cerah itu, betapa nikmat rasanya, belum tentu rasa nikmat ini bisa dirasakan oleh orang kaya. Sekarang Sangkala' sudah tidak lagi memandang marah dan benci kepada orang kaya, dan Sangkala' pun tak lagi mengutuk kemiskinannya. Bagi Sangkala' sekarang adalah bukan lagi masalah kaya dan miskin tapi masalah iman yang melekat di diri si kaya dan si miskin. Orang miskin yang berputus asa pasti akan kehilangan iman, begitu juga orang kaya yang lupa diri akan pula kehilangan iman. Sangkala' ingat kata kata bijak imam Ali. 

"Manusia itu ibarat rumah, jika kemiskinan masuk ke dalamnya melewati pintu, maka iman akan keluar melalui jendela". Dan ditambah oleh Sangkala' sendiri. "Dan jika kekayaan masuk ke dalamnya melewati jendela, maka iman akan keluar melalui pintu". 

Hari itu kebetulan hari jumat, Sangkala' telah rapi dalam pakaian muslim bergegas menuju ke Mesjid Agung, sepanjang perjalanan Sangkala' selalu dalam senyum cerah ceria, kini di dalam hatinya tidak ada lagi kebencian, kemarahan apalagi kecemburuan kepada orang kaya, seperti yang selama ini selalu menghias hidupnya, baginya sekarang orang kaya dan orang miskin adalah sama, mereka mempunyai problematika hidup masing masing, kebaikan dan keburukan bukan datang dari kekayaan dan kemiskinan, tapi datang dari iman yang mengisi hati dan jiwa, ketika iman itu bersemayam di dalamnya maka kebaikan pasti akan menyertainya, dan jika iman itu telah keluar darinya maka keburukan yang akan menggantikannya. 

Dan satu kepastian dari semua itu adalah yang kaya dan yang miskin pada akhirnya akan menemui ajalnya, mempertanggungjawabkan semua perbuatannya selama menjalani kehidupannya apapun statusnya, kaya atau miskin. (chs)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun