Belum kering luka akibat gempa di lombok pada 5 agustus 2018 lalu, kini gempa dan tsunami mengguncang Sulawesi Tengah. Menyisakan kesedihan dan duka, bagi mereka yang jadi korban, sampai orang-orang yang entah di mana-mana yang tidak terkena bencana pun tetap merasakan bagaimana rasanya kehilangan dan kehancuran.
Tercatat gempa berkekuatan 7,4 SR dan tsunami setinggi 3 meter menerjang pesisir Palu, Sigi dan Donggala. Banyak yang hancur, dari berbagai bangunan, fasilitas publik, sekolah-sekolah, dan sebagainya. Namun panggilan rasa kemanusiaan membuat banyak orang di luar lokasi bencana pun tergerak untuk bisa melakukan apa yang bisa dilakukan.
Pertamina, sebagai salah satu BUMN turut berkontribusi meringankan beban saudara-saudara kita di Sulawesi Tengah. Dengan mengaktifkan crisis center dan sistem RAE (Regular Alternative Emergency), pasokan energi  untuk daerah Sulawesi Tengah dapat diamankan. Caranya dengan menyiapkan energi alternatif dari daerah-daerah terdekat daerah bencana, salah satunya Makasar. Dengan sistem RAE ini, pasokan energi dapat dengan cepat disalurkan ke daerah bencana.
Setelah melakukan identifikasi dampak bencana terhadap Terminal BBM Donggala, Â Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji (SPBBE), Depot Pengisian Bahan Bakar Udara (DPPU) juga sejumlah lembaga penyalur BBM dan Elpiji, Pertamina mengirimkan 2 Tim Pertamina peduli melalui jalur darat dan laut dengan membawa bantuan logistik dan obat-obatan pada H+1 terjadinya bencana.
Sejak datang, mereka mendirikan posko untuk melayani pengungsi gempa dan tsunami Palu, di mana terdapat shelter pelayanan kesehatan, mushola dan dapur umum. Mereka memetakan kebutuhan, dan mengawali kegiatan dengan apa yang paling dibutuhkan lebih dulu.
Mereka juga turut menghibur anak-anak pengungsi di Palu dengan bermain menggunakan alat yang bisa dibilang sangat seadanya, menyesuaikan dengan situasi emergency. Iya, layaknya situasi darurat, tak mudah untuk bisa memasukkan berbagai logistik ke lokasi bencana. Tidak heran kalau dalam mendampingi anak-anak untuk bermain, mereka memanfaatkan apa yang ada dari sarung tangan dokter, pensil dan botol-botol yang ada di lokasi pengungsian.
Hal ini tentunya sedikit memberikan penghiburan dalam hati anak-anak Palu dan menghindarkan mereka dari trauma berkepanjangan. Melihat tawa anak-anak di wilayah pengungsian, membawa secercah harapan bagi Sulawesi Tengah. Setelah terjun di lokasi bencana, para relawan pun dapat membaca medan sehingga permintaan berbagai peralatan yang dibutuhkan di wilayah pengungsian lebih tepat guna, misalnya mainan anak-anak dan logistik yang lebih dibutuhkan pengungsi.
Selain logistik, BBM menjadi salah satu hal urgen yang dibutuhkan guna menunjang keperluan tranportasi penyaluran bantuan, akses ke lokasi terdampak juga membangkitkan listrik yang padam. Menyadari hal tersebut dan demi memberikan rasa aman kepada masyarakat Sulawesi Tengah, Pertamina mulai salurkan BBM pada 30 September.
Hebatnya lagi, di tengah segala keterbatasan di daerah bencana, mulai 8 Oktober SPBU mulai beroperasi 24 jam. Bukan tanpa alasan, hal-hal tersebut dilakukan agar setidaknya masyarakat Sulawesi Tengah dapat sedikit merasa aman dan tidak was-was akan kurangnya ketersediaan energi.
Menyimak pengalaman Arya Dwi Pramita, External Communication Manager Pertamina di acara Kompasiana Nangkring, Energi untuk Sulawesi Tengah pekan lalu memantik semangat para Kompasianer untuk turut memberikan sumbangsih energi untuk saudara-saudara kita di Sulawesi Tengah.
"Mengapa bahan bakar sangat dibutuhkan segera di lokasi bencana? Karena bagaimana bantuan logistik bisa sampai tujuan jika pasokan BBM tidak ada. Maka itulah Pertamina sangat memprioritaskan pengadaan BBM secepat mungkin," ujar Arya di acara tersebut. Sebagai penutup, Kompasianer ditantang membuat puisi untuk Sulawesi Tengah.
Namun tentunya larut dalam duka berkepanjangan bukanlah pilihan tepat. Ada hari esok yang perlu disongsong, ada anak-anak yang memerlukan pendidikan dan semangat membangun kembali kota mereka.
Mengutip sebait puisi salah satu peserta di acara Kompasiana nangkring yang juga merupakan Kompasianer of The Year 2018, Zulfikar Akbar, "Sigi, Palu, Donggala, pasti kalian mampu kembali berdiri, agar harapan nyala kembali, dan kita bisa melihat anak-anak berlari lagi hingga kian jauh dari kenangan luka, lebih dekat dengan api asa yang lebih nyala untuk mereka lebih terang melihat masa depan." Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H