Tak lama kemudian datanglah rombongan tentara Belanda lainnya. Entah mengapa para tentara Belanda itu menginap di rumah kakek. Mereka memasak dan beristirahat. Mereka bertindak semena-mena dan bertindak sangat galak terhadap keluarga kakekku. Memasak ayam-ayam yang ada di kandang. Mengambil apapun yang mereka perlukan semaunya. Seluruh anggota keluarga di rumah itu tak ada yang berani melawan. Untung saja kakek mampu berbahasa Belanda. Sehingga komunikasi dengan tentara Belanda tersebut berjalan lancar.
Keesokan paginya, aku melihat para tentara Belanda tersebut pergi meninggalkan rumah kakek serta mereka meninggalkan desa kami. Sungguh suatu kelegaan yang ku lihat dengan mata kepalaku sendiri. Tanpa menunggu waktu, aku bergegas pergi ke rumah sakit untuk melihat kondisi disana. Ku dengar mereka mengatakan telah ada lima korban yang dikubur.
Walau tak terdengar lagi hentakkan kaki bangsa Belanda, namun perih kami rasakan teringat akan tindakan tak berprikemanusiaan mereka terhadap kami itu. Tentu kami tahu semua insan akhirnya akan mati. Tak akan lagi memiliki harta yang disimpan. Namun bukan perampasan dan pembantaian yang layak kami terima. Sebagian dari kami telah gugur sebagai pahlawan. Darah tertumpah demi membela bangsa ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H