Hari-hari berikutnya, perubahan kecil mulai terlihat. Irwan, meski masih canggung, mulai mencoba untuk terbuka. Ia mengajak Khairani bicara tentang pekerjaannya, tentang hal-hal kecil yang dulu tak pernah ia bagikan.
Suatu sore, ketika mereka sedang menonton televisi bersama anak-anak, Irwan tiba-tiba berkata, "Satya, besok Ayah jemput kamu dari sekolah, ya."
Mata Satya berbinar. "Benar, Yah? Terima kasih!"
Khairani hanya diam, tetapi hatinya terasa hangat.
---
Bulan demi bulan berlalu, dan meski tidak semua masalah selesai, mereka mulai menemukan ritme baru dalam pernikahan mereka. Tidak ada yang sempurna, tetapi ada usaha. Irwan masih kadang-kadang diam saat marah, tetapi ia belajar untuk tidak membiarkan keheningan itu berlarut-larut.
Suatu malam, setelah anak-anak tertidur, Irwan mendekati Khairani yang sedang membaca buku di ruang tamu.
"Yank." panggilnya pelan.
Khairani menoleh. "Ya?"
"Terima kasih," kata Irwan. "Untuk tidak menyerah pada kita."
Khairani tersenyum tipis. "Aku melakukannya bukan hanya untuk kita. Aku melakukannya untuk Satya dan Dipta. Mereka butuh ayah."