"Nda?" Suara Satya terdengar dari balik pintu.
Khairani segera menyeka air matanya. "Ada apa, Nak?"
"Pulang sekolah tadi, aku lihat teman-temanku dijemput ayah mereka. Apa besok Ayah juga bisa jemput aku?" Satya bertanya polos.
Khairani terdiam. Pertanyaan sederhana itu menohok hatinya. Satya dan adiknya, Dipta, masih terlalu kecil untuk memahami apa yang terjadi di antara orang tua mereka. Mereka hanya tahu bahwa ayah dan bunda adalah dunia mereka.
---
Keesokan paginya, Khairani berusaha seperti biasa. Ia menyiapkan sarapan untuk Satya dan Dipta. Irwan duduk di meja makan, seperti biasa, diam. Tidak ada percakapan, tidak ada tatapan. Hanya keheningan yang menggantung di antara mereka.
Namun, kali ini, Khairani tidak ingin larut dalam kebisuan itu. Setelah mengantar anak-anak ke sekolah, ia duduk di ruang tamu, menunggu Irwan yang sedang bersiap-siap untuk berangkat kerja.
"Mas." panggilnya ketika suaminya melintas.
Irwan berhenti, menatap Khairani dengan tatapan datar.
"Aku ingin kita bicara," lanjutnya.
Irwan hanya berdiri di sana, seperti biasa, tanpa kata. Tapi kali ini, Khairani tidak menyerah.