Mohon tunggu...
Christofer Adi
Christofer Adi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Penulis yang tertarik di dunia jurnalistik baru-baru ini. Membiasakan diri untuk rutin menulis, karena rajin itu pangkal pandai.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Profesi Barista di Mata Gen Z, Sekadar Gengsi atau Dedikasi?

8 November 2024   18:34 Diperbarui: 8 November 2024   21:20 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi barista (sumber: www.siamhillscoffee.com)

"Awal kerja aku masih ingat betul. Bulan Juni tahun 2019 lalu. Gaji masih 900 ribu. Dengan gaji segitu, aku wes bahagia banget. Aku di sana 6 bulan, baru lanjut di Surabaya," lanjutnya.

Kecintaan Valiant terhadap dunia barista semakin menggebu. Bahkan, ia sempat mbelani untuk menginap di outlet. Mulai dari belajar set up mesin kopi hingga mempersiapkan toko sebelum buka. Semua dilakukan Valiant agar semakin khatam memahami ritme kerja seorang barista.

Keluhan terhadap barista Gen Z

Ada beberapa hal yang diperhatikan Valiant seiring ia mendalami dunia barista. Khususnya tren Fear of Missing Out (FOMO) Gen Z sebagai barista. Mulai dari etos kerja hingga attitude Gen Z yang memutuskan untuk terjun sebagai peramu kopi.

Ia berkata, tahun 2019 adalah awal bisnis coffee shop mulai berkembang. Fenomena itu kian ramai digemari kaula muda hingga tahun 2024. Hal itu tentu berpengaruh pada ketertarikan Gen Z bekerja sebagai barista. Tak sedikit dari mereka memilih pekerjaan barista sebagai ajang keren-kerenan.

"Temanku ada yang dari latar belakang keluarga berada, juga memutuskan kerja jadi barista. Katanya biar kelihatan keren gitu," ujarnya.

Di samping itu, alasan Gen Z untuk terjun di dunia barista terbilang beragam. Tak hanya untuk penghasilan, barista nyatanya menjadi pilihan mereka untuk eksis di kalangan sebayanya.

Valiant turut mengeluhkan etos kerja Gen Z yang menjajaki dunia barista. Ia tak menampik dirinya juga Gen Z, tapi di balik itu, banyak dari mereka menganggap enteng pekerjaan tersebut.

"Ya bukan bermaksud men-generalisir, Aku sempat terlibat dengan beberapa rekan kerja kelahiran tahun 2003 ke atas. Mereka datang kerja cuman sekedar absen. Sempat tak nasihati harus gini-gitu, malah ngeyel. Dia nggak merasa dirinya salah. Kebanyakan yang tak temui modelan begitu," beber Valiant.

Menurut Valiant, menjadi barista harus memiliki dua bekal dasar. Kedisplinan dan kepekaan (awareness). Kedua aspek itu seringkali jadi tolok ukur kualitas kerja barista. Namun, dua hal itu yang tidak dimiliki oleh rata-rata barista Gen Z.

"Kalau angkatanku karena terbilang yang ngawali dunia kerja barista ya, sebelum se-hype sekarang, secara kedisiplinan sudah terbentuk. Datang kerja sudah dari satu jam sebelum jam masuk. Lain hal sama mereka yang terjun baru-baru ini. Datangnya mepet, banyak yang telat juga. Itu masalah kedisiplinan," jelasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun