Oleh : Christin natalia (bk 2018)Â
Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak-anak yang tumbuh dan berkembang dengan berbagai perbedaan dengan anak-anak pada umumnya. Istilah anak-anak dengan kebutuhan khusus tidak mengacu pada sebutan untuk anak-anak penyandang cacat, tetapi mengacu pada layanan khusus yang dibutuhkan anak-anak dengan kebutuhan khusus.
Era pandemi saat ini berdampak negatif pada akses pendidikan untuk pendidik maupun peserta didik, termasuk individu dengan berkebutuhan khusus. Kurang lebih 15% penduduk dunia yang diperkirakan merupakan penyandang disabilitas yang memiliki
kebutuhan khusus dimungkinkan tidak dapat mengakses kualitas pendidikan yang memadai (United Nations Sustainable Development Group /UNSDG, 2020). Hal ini disebabkan karena model pembelajaran online (daring) yang menjadi salah satu alternatif layanan pendidikan, tidak cukup aksesibel maupun mendukung pembelajaran bagi individu dengan berkebutuhan khusus (UNESCO, 2020). Layanan pendidikan yang tidak memadai ini disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya:Â
a) lemahnya penguasaan IT oleh pendidik sehingga mereka terampil dan tidak siap untuk menyampaikan pembelajaran secara daring bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus.
b) kepemilikan sarana pendukung (misal: jaringan internet, alat elektronik) pembelajaran daring yang masih jarang ditemui terutama di daerahterpencil, dan
 c) dukungan belajar di rumah yang minim karena dampak ekonomi yang terkait dengan sumber penghasilan keluarga.
Situasi pembelajaran darurat saat ini tidak dapat diprediksi dilaksanakan sampai waktu tertentu karena upaya pencegahan dan perkembangan penularan virus yang beragam di berbagai daerah maupun negara.
Dengan memfokuskan pada pembelajaran untuk peserta didik berkebutuhan khusus, maka artikel ini secara berurutan membahas. dampak pandemi terhadap layanan pendidikan pada peserta didik berkebutuhan khusus di Indonesia. Selain itu, alternatif sistem pembelajaran yang dapat diterapkan
untuk peserta didik berkebutuhan khusus juga dikaji agar dapat menjadi acuan institusi pendidikan khususnya bagi peserta didik berkebutuhan khusus di era pandemi ini.
Dampak Pandemi terhadap Anak Berkebutuhan Khusus
Survei cepat sudah dilakukan untuk memetakan kebutuhan dukungan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus di masa pandemi dengan responden pendidik dan peserta didik berkebutuhan khusus. Yang dilakukan oleh peneliti melakukan survei dengan responden 228 pendidik dari '142 Sekolah Luar Biasa dan 142 sekolah penyelenggara inklusi di Indonesia sementara Jaringan DPO Respon Covid-19 Inklusif menyebar surviei dengan 1683 penyandang disabilitas, pelajar dan mahasiswa berkebutuhan khusus di Indonesia dengan 128 partisipan berstatus sebagai pelajar. Ke dua survei tersebut menyoroti praktik pembelajaran dan permasalahan yang dihadapi
peserta didik berkebutuhan khusus di masa pandemi.
memperoleh data bahwa metode pembelajaran daring mayoritas dilakukan melalui Whatsapp (97%) untuk pemberian materi foto,tugas, mengunggah rekaman suara, mengunggah video maupun melakukan konferensi video. Hanya 13% responden pendidik
menyatakan pembelajaran tersebut efektif karena beberapa hambatan, yaitu keterbatasan dalam hal media/ penguasaan IT dan materi ajar. Hal ini juga terkait dengan kendala yang dijumpai pada orang tua yang tidak mempunyai fasilitas memadai untuk pembelajaran daring dari sisi ketersediaan alat elektronik, sinyal,maupun kuota yang terbatas. Hal senada juga diungkap oleh anak berkebutuhan khusus (terutama dengan disabilitas sensoris) 168% responden peserta didik menyatakan pembelajaran secara daring sulit diikuti (Jaringan DPO Respons
Covid-19 Inklusif Hal ini terkait dengan kebutuhan
pendamping dalam pembelajaran yang tidak selalu ada di rumah karena orang tua yang harus bekerja.
anak berkebutuhan khusus, dalam pelaksanaan school from home(sch). Secara umum permasalahan yang dialami oleh orang tua dalam pembelajaran untuk peserta didik berkebutuhan khusus dimasa pandemi mencakup:
a) Keterbatasan ketersediaan sarana pendukung. Kepemilikan smartphone, keterbatasan kuota, dan sinyal yang kurang memadai karena letak geografis tempat tinggal menjadi kendala pelaksanaan pembelajaran daring.
b) Keterampilan pengajaran anak berkebutuhan khusus yang tidak dikuasai orang tua.
c) Waktu yang terbatas untuk pendampingan orang tua dalam pembelajaran anak karena mereka harus bekerja di saat anak belajar di rumah.
Pembelajaran untuk Anak Berkebutuhan Khusus di Masa Pandemi
pembelajaran di situasi yang tidak terkendali seperti saat ini. Dimana memahami dampak dari masa pandemi terhadap didik, orang tua, masyarakat, dan pendidik (microsystem), dan pemberian dukungan bagi orang tua dan pendidik untuk mengembangkan rancangan pembelajaran berdasar pemahaman
mengenai dampak pandemi (mesosystem), dan mengembangkan kebijakan institusi sekolah yang mendukung fleksibilitas Pembelajaran di masa pandemi ( exosystem).
Dukungan sekolah kepada pendidik dapat diberikan oleh sekolah terutama dalam hal pengembangan desain pembelajaran yang fleksibel. Tiga aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan desain pembelajaran yang fleksibel ini, dimana daya dukung sarana prasarana pembelajaran di rumah, Â kondisi
dan kemampuan peserta didik berkebutuhan khusus saat ini, dan program pembelajaran yang sudah ada.
pembelajaran berdasarkan daya dukung yang ada di
rumah, sekolah, maupun kondisi peserta didik sebagaimana tervisualisasi pada tabel 1 dapat dilakukan oleh melalui komunikasi dengan orang tuajwali peserta didik berkebutuhan khusus. Identifikasi keberadaan pendamping belajar dan kapan
waktu orang tua beragam karena aktivitas yang beragam dapat dijajaki, sehingga pembuatan jadwal pembelajaran dapat lebih fleksibel. Ketersediaan alat komunikasi dan dukungan kuota serta keterjangkauan internet menjadi penentu pelaksanaan pembelajaran daring, luring, maupun campuran keduanya.
Berbagai praktik fleksibilitas yang saat ini banyak ditemui antara lain: proses pembelajaran tatap muka selama seminggu sekali maupun pemberian lembar kerja mingguan oleh orang tua untuk menjadi panduan dalam pendampingan belajar di rumah. Sumber pembelajaran dapat disampaikan melalui media online maupun print out yang diambil orang tua di sekolah. Materi pembelajaran yang mengikuti modifikasi target pembelajaran sehingga pengajaran materi baru perlu mempertimbangkan kondisi dan kemampuan peserta didik berkebutuhan khusus.
Kondisi dan Kemampuan Peserta Didik Berkebutuhan
Khusus
Anak berkebutuhan khusus dapat dilayani kebutuhan akademik berdasar kemampuan mereka dalam mengakses kurikulum reguler. Bagi anak berkebutuhan khusus yang tidak mengikuti kurikulum nasional, maka fleksibilitas yang dapat menjadi pilihan antara lain modifikasi: target, proses,sumber dan media, materi, dan evaluasi pembelajaran. Berbagai fleksibilitas yang banyak dijumpai saat ini sangat beragam namun fokus utamanya adalah sesuai dengan kemampuan dan abk .Beberapa praktik yang saat ini banyak dijumpai dalam pembelajaran di era pandemi antara lain: target pembelajaran yang dispesifikkan ke aktivitas fungsional sehari-hari di rumah, pengajaran kemampuan akademik yang sudah dikuasai peserta
didik sehingga lebih fokus pada mempertahankan kemampuan tersebut supaya tidak menurun dan atau bahkan hilang.
Layanan pendidikan di era pandemi menjadi suatu momentum bagi setiap institusi pendidikan untuk tanggap terhadap segala situasi yang di luar dugaan. Setiap pendidik maupun peserta didik merasakan dampak nyata yang mempengaruhi proses belajar
mengajar. Tidak ada satu solusi yang dapat menjawab setiap permasalahan yang dihadapi oleh setiap sekolah,masing-masing. Komunikasi dan pemberian dukungan* di lingkup keluarga dan sekolah menjadi solusi dengan tetap mengedepankan keselamatan semua warga sekolah dan mengoptimalkan kesempatan belajar bagi peserta didik berkebutuhan khusus.
Dalam situasi pandemi saat ini, tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas layanan pendidikan untuk peserta didik berkebutuhan khusus tidak dapat dikontrol sepenuhnya oleh sekolah dan pendidik. Berbagai kondisi disabilitas yang ada pada peserta didik
berkebutuhan khusus yang pembelajarannya beralih.dari sekolah ke rumah membawa banyak konsekuensi dari sisi desain pembelajaran. Teori Trauma-Informed Education dan teori ekologi
memberi arah dalam pengembangan inovasi yang dapat dilakukan sekolah dengan tiga langkah, yaitu: eksplorasi dampak pandemi terhadap peserta didik, orang tua dan pendidik, identifikasi kebutunan dukungan untuk orang tua dan pendidik, serta pembuatan kebijakan sekolah yang mendukung penerapan fleksibilitas pembelajaran di era pandemi. Dalam hal ini penulis menawarkan framework untuk menjadi acuan sekolah sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H