"Biar saya saja yang menunggu Elok. Elang ada janji dengan Jesi." Fahmi mencoba untuk mengambil kartu itu tapi Bagus dengan sigap mengangkat tangan hingga Fahmi hanya menangkap udara.
"Aku nggak ada janji hari ini." Elang meminta kartu itu. Bagus memberikannya lalu beranjak pergi.
Fahmi berniat mengambil kartu yang masih dipegang Elang. Dia memegang sisi atas kartu sedangkan Elang sisi bawah. Mereka berdua saling tarik seperti anak kecil yang tidak mau melepaskan mainannya.
"Sudah sehat tuh, pulang saja yuk." Jesi melingkarkan tangan di lengan Elang.
"Kalau mau pulang ya tinggal pulang. Nggak ada yang ngajak kamu ke sini." Elang menyentakkan tangan membuat tangan Jesi terlepas. Sekali dayung dua tiga pulau terlewati. Tangan Fahmi juga terlepas dari bagian kartu yang dipegangnya. Fahmi tidak menyangka Elang begitu cepat dan bertenaga saat menyentakkan tangan.
"Lebih baik kamu pulang diantar Fahmi. Biasanya juga seperti itu kan?" sindir Elang yang membuat Hera, Rindu, dan juga aku saling berpandangan penuh tanda tanya.
"Jangan mengungkit masa lalu." Fahmi menatap tajam Elang tapi Elang memalingkan muka.
"Sebaiknya kalian pulang." Aku angkat bicara. Suasana terasa memanas.
"Aku masih kangen kamu, Lok," rengek Hera.
Aku menunjuk ke arah pintu membuat semua ikut menoleh. Di sana sudah berdiri dua orang satpam yang tersenyum. Bukannya aku nggak kangen dengan mereka tapi jam besuk sudah berakhir.
"Selamat sore. Waktu kunjungan sudah berakhir, yang boleh tinggal hanya penunggu pasien." Salah satu satpam masuk ke dalam ruangan, memberi jalan untuk keluar.Â