Aku menggelengkan kepala karena membaca komentar yang makin lama makin nggak jelas.
"Harusnya nggak kupajang di facebook. Banyak cowok keganjenan yang ikut gemes lihat kamu." Pipi Elang menggelembung lalu cemberut.Â
"Ayo pulang." Elang menutupi layar hpku dan memaksaku berdiri untuk mengikutinya.
...
Keesokan harinya saat aku hendak menuju kantin untuk sarapan tiba-tiba lenganku dicekal. Tubuhku dipaksa berbalik menghadap pencekal itu.
"Ya, ampun Elang. Bikin takut saja," ujarku sambil mengelus dada.
"Nih, roti selai. Dimakan." Elang mengeluarkan setangkup roti dari dalam tempat bekalnya. Sebuah senyuman tersungging dengan manis saat kuterima roti itu.
"Tumben bawa bekal?" Aku memandang dengan wajah curiga. Aku menggigit roti itu dengan ragu-ragu.
"Udah dimakan saja. Enak kok, atau mau kusuapi?"Â
Tawaran Elang membuatku tersedak. Dengan sigap Elang memberikan minum dan menepuk punggung. "Ke kelas duluan ya."
Beberapa saat kemudian aku menyusul Elang untuk masuk kelas teori. Hampir saja aku duduk di sebelah Elang tapi melihat ekspresi datarnya membuatku pindah tempat. Lebih baik aku duduk di belakang dengan Rindu dan Hera.