Jika dalam keseharian putra-putri sang budayawan tersebut memiliki aktivitas yang berbeda, malam itu musik telah menjadi seutas benang merah yang mampu mengaitkan mereka dalam satu rajutan yang indah. Seni memang tak membutuhkan keahlian, tetapi ketulusanlah yang dapat memudahkan sang alam bekerja untuknya, memberikan pencerahan di setiap kesulitan yang datang.
Tentu tak mudah meniru permainan gitar sang musisi. Kepiawaian Leo dalam memetik gitar bernuansa Spanyol dan Italia memang begitu istimewa, apalagi ketika sang musisi meramunya bersama unsur alat musik daerah dengan komposisi aransemen musik khas seorang Leo Kristi.
Meski demikian, anak-anak dari sang budayawan tersebut akhirnya dapat menyanyikan gema merdeka dengan alat musik seadanya, yakni gitar, seruling, galon air minum, toples plastik, botol kaca berisi beras, botol plastik berisi makanan burung, dan handphone untuk aplikasi alat musik.
Kabut gunung biru pun kemudian perlahan-lahan turun menyempurnakan keindahan malam itu, berpadu dengan kehangatan suasana yang telah tercipta.
Suara Leo seolah kembali hidup, membakar semangat putra-putri pertiwi malam itu. Dan delapan lagu Leo pun akhirnya berhasil mengalun dengan merdu mengikuti perjalanan rembulan menuju puncak malam, yang diakhiri dengan lagu Dirgahayu Indonesia Raya. Dirgahayu... Dirgahayu... Indonesia Raya...
Bandungan, 30 Agustus 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H