Mohon tunggu...
Christina Budi Probowati
Christina Budi Probowati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang ibu rumah tangga yang memiliki hobi menulis di waktu senggang.

Hidup adalah kesempurnaan rasa syukur pada hari ini, karena esok akan menjadi hari ini....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kisah tentang Pak Slamet dan Cascara Olahannya

24 Januari 2023   16:16 Diperbarui: 25 Januari 2023   13:21 1850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Langit tak menunjukkan tanda-tanda turun hujan meski awan tetap saja membayangi gunung Sakya, yang bila dilukiskan keindahannya bagaikan bulan berpagar bintang di langit malam.

Secerah cuaca hari itu, hati saya pun begitu riang tatkala pertama kali menikmati teh dari kulit kopi, produk baru dari sanggar kopinya Pak Slamet yang berada di area pintu masuk Candi Gedong Songo wilayah desa Candi, kecamatan Bandungan, kabupaten Semarang, provinsi Jawa Tengah. Dan menyegarkan adalah kesan pertama yang bisa saya tangkap meskipun disajikan dalam kondisi panas/hangat.

Untuk pembuatan teh dari kulit kopi tersebut, Pak Slamet memilih kulit kopi dari hasil pengolahan kopi secara honey process. Dalam dunia kopi specialty, memang ada banyak cara pengolahan kopi untuk menghasilkan/memunculkan cita rasa dan aroma kopi yang khas.

Namun di sanggar kopinya Pak Slamet, selain kopi luwak ada tiga cara pengolahan, yakni honey process, natural process dan full wash process.

Menurut penuturan Pak Slamet, cara pengolahan kopi secara honey process ternyata dapat memunculkan cita rasa fruity yang kuat pada kulit kopi.

Menurutnya hal tersebut dikarenakan tanpa melalui proses pencucian setelah memisahkan kulit kopi dengan bijinya untuk diolah dan dikeringkan, yang apabila melalui proses pencucian seperti dalam full wash process bisa jadi dapat mengurangi atau menghilangkan rasa fruity alami dalam getah yang masih melekat pada kulit kopi.

Pak Slamet dan Cascara: Berawal dari ketidaksengajaan

Cukup diseduh dengan air panas dan didiamkan sejenak seperti membuat teh, begitulah cara penyajiannya dan bisa dinikmati seperti meminum teh maupun kopi.

Selain sebagai minuman hangat yang menyegarkan dengan cita rasa fruity yang kuat, berbagai sumber belakangan ini menyatakan bahwa cascara juga memiliki banyak manfaat bagi kesehatan karena di dalamnya ada kandungan polifenol, antioksidan dan kadar kafein yang rendah.

Dan pembuatan teh kulit kopi oleh Pak Slamet, ternyata bermula dari kegemaran Pak Slamet memakan kulit kopi hingga memunculkan inspirasi dan intuisi bagi Pak Slamet untuk membuat kulit kopi menjadi teh.

Beberapa kali mencoba mengolah dan mengeringkannya hingga dapat dijadikan minuman laiknya teh, itulah yang dilakukan Pak Slamet. Dan ketika terbukti aman dikonsumsi, Pak Slamet pun membuat teh dari kulit kopi tersebut untuk dikonsumsi keluarga, tetangga dan teman-temannya sebelum akhirnya dijual ke pasaran.

@memayu.coffee
@memayu.coffee
Pada saat Pak Slamet membawakan teh kulit kopi yang menyegarkan siang itu, ternyata Pak Slamet baru mengetahui bahwa teh kulit kopi tersebut memiliki nama yang sudah populer yakni cascara. Itu pun setelah melakukan penelusuran tentang teh kulit kopi dari internet.

Zaman memang semakin maju dengan teknologi yang semakin berkembang. Melalui internet, Pak Slamet pun akhirnya tahu bahwa telah banyak juga pelaku bisnis kopi yang membuat cascara untuk mengurangi limbah kulit kopi dari proses pengolahan kopi.

Pak Slamet dan Cascara: Dari Sanggar Tari Hingga Ekspor Kopi dan Cascara

Mungkin tak banyak yang tahu bila Pak Slamet telah menjadi salah satu sosok yang mendukung keberlangsungan sebuah sanggar tari pelestari akar budaya Jawa ikhlas tanpa pamrih yang berada di desa Kenteng, kecamatan Bandungan, kabupaten Semarang, dengan hasil olahan kopi dan cascaranya.

Murid tamu dari Swiss (Dokpri)
Murid tamu dari Swiss (Dokpri)
Sejak tahun 2012 ketika sanggar tari tersebut berdiri, kopi olahan Pak Slamet telah menjadi minuman utama untuk disajikan kepada wisatawan mancanegara dan juga murid tamu asing yang datang ke sanggar tari tersebut.

Tidak hanya tamu asing, pelajar-pelajar SMU yang mengikuti program khusus saat membuat sendratari untuk ditampilkan di sekolahnya pun juga turut mencicipi kenikmatan kopi dan juga cascara olahan Pak Slamet.

Kopi luwak minuman khas Nusantara (Dokpri)
Kopi luwak minuman khas Nusantara (Dokpri)
Tradisi minum kopi luwak yang pernah menjadi salah satu kegiatan rutin di sanggar tari tersebut juga tak lepas dari kebaikan sosok Pak Slamet dalam menyuplai kopi luwak yang merupakan minuman khas Nusantara.

Intensitas Pak Slamet dalam mendukung sanggar tari tersebut memang tak pernah disangka-sangka bila akhirnya telah membuka jalan bagi produksi kopi dan juga cascaranya untuk dapat dinikmati oleh penggemar kopi di Swiss dan juga di Inggris.

Murid tamu asing yang datang ke sanggar memang menyukai kopi dan dan juga cascara olahan Pak Slamet. Bahkan seorang murid tamu asing dari Czech Republic (Czechia), yang pada awalnya tidak menyukai minum kopi karena masalah lambung, pada akhirnya memberanikan diri untuk mencoba kopi luwak olahan Pak Slamet dan ternyata aman bagi lambungnya.

Aroma dan cita rasa kopi luwak olahan Pak Slamet memang telah membuatnya terpikat apalagi setelah mendapatkan filosofi tentang kopi luwak dari pamong budaya sanggar tari tersebut tentang keterkaitannya dengan akar budaya Nusantara khususnya Jawa yakni ikhlas tanpa pamrih.

Dan cascara yang identik dengan limbah pertanian itu pun tak diduga-duga juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Sama seperti filosofi dari kopi luwak bahwa yang tampak tidak berguna (limbah), apabila diolah dan diperhatikan dengan sedemikian rupa ternyata dapat bertransformasi menjadi sesuatu indah dan memiliki nilai yang sangat tinggi.

Siapa sangka teh kulit kopi (cascara) olahan Pak Slamet itu, pada akhirnya memiliki nilai ekonomis tinggi dibandingkan kopinya sendiri ketika diekspor ke Swiss, bahkan dengan harga hampir tiga kali lipat dari harga kopi terbaiknya sendiri (honey process), selain kopi luwak.

Pak Slamet dan Cascara: Rezeki pada saat pandemi dari kopi dan cascara

Ketika sebagian perusahaan gulung tikar saat pandemi, Pak Slamet malah mendirikan Commanditaire Vennootschap (CV) dengan pamong tari dari sanggar tari di atas. 

Demikian pula ketika pemasukan keuangan sebagian orang menurun, Pak Slamet malah dapat berbagi rezeki dengan para petani kopi dan sesamanya. Begitulah rezeki, bisa kapan saja datang dan melalui cara yang kadang tidak disangka-sangka.

Sanggar Tari Pelestari Akar Budaya Jawa Ikhlas Tanpa Pamrih (Dokpri)
Sanggar Tari Pelestari Akar Budaya Jawa Ikhlas Tanpa Pamrih (Dokpri)
Ya, tatkala pandemi menyapa dan kegiatan rutin sanggar tari terhenti, sang pamong tari memang memutuskan untuk bekerja sama dengan sanggar kopinya Pak Slamet yang selama 8 tahun telah memberikan  dukungan besar atas keberlangsungan sanggar tari tersebut.

Dan siapa sangka cascara yang dikirim untuk salah seorang murid tamu asing yang berada di Swiss berujung jatuh ke tangan yang tepat. Dan permintaan contoh kopi serta cascara yang dikirim kemudian, pada akhirnya dapat diterima oleh salah satu perusahaan teh dan rempah-rempah di Swiss.

Karena ada permintaan dari luar negeri itulah Pak Slamet dan pamong tari dari sanggar tersebut akhirnya harus mendirikan Persekutuan Komanditer (CV) untuk kepentingan ekspor.

Proses memang tak mengingkari hasil, kesabaran dan ketelatenan Pak Slamet dalam merawat kebun kopi di kawasan Candi Gedong Songo secara organik dengan konsep konservasi alam melalui sistem shade grown coffee dan keikhlasannya dalam mendukung kegiatan sanggar tari non profit tersebut, pada akhirnya membuka jalan bagi Pak Slamet untuk melangkah lebih jauh, berbagi dengan sesama di dalam kehidupan melalui kopi dan teh cascara olahannya.

@memayu.coffee
@memayu.coffee

Bukan hanya cara pengolahannya, ternyata faktor alam seperti ketinggian di mana kopi itu tumbuh dan juga adanya kawah aktif yang masih menyemburkan asap belerang, dengan aliran air panas maupun dingin, yang mengairi perkebunan kopi di area hutan lindung kawasan Candi Gedong Songo, bisa jadi itu yang memberikan kenikmatan rasa yang berbeda, hingga pembeli dari Swiss tersebut mengalihkan pandangannya ke teh kulit kopi (cascara) olahan Pak Slamet.

Bahkan tidak sampai setahun setelah ekspor kopi dan cascara, sang pembeli pun datang dan melihat sendiri kebun kopinya secara langsung, serta mengikuti seluruh kegiatan Pak Slamet mulai dari merawat kebun kopi hingga proses pengolahan kopi dan juga cascara selama seminggu.

@memayu.coffee
@memayu.coffee
Baik Pak Slamet maupun sang pembeli ternyata memiliki satu frekuensi yang sama dalam hal konservasi alam, hingga kerja sama tetap berlanjut hingga lima tahun ke depan.

Tidak bicara kuantitas, tetapi lebih pada kualitas kopi maupun cascara yang dihasilkan dengan perawatan seperti tersebut di atas, yakni secara organik, mengacu kepada konservasi alam dengan sistem shade grown coffee, agar tidak mengubah fungsi utama dari hutan lindung dalam melindungi satwa dan juga flora, serta masyarakat yang tinggal di sekitarnya. 

Cobalah menikmati cascara di sanggar kopinya Pak Slamet bila berkunjung atau berwisata ke Candi Gedong Songo.

Pak Slamet dan Cascara: Kopi yang tumbuh dari hutan lindung di lereng gunung Sakya

Menyimak dari What to know About Cascara, The Coffee Drink That's More Like Tea - Efico | A passion for coffee, sebenarnya kata cascara sendiri berasal dari bahasa Spanyol yang berarti kulit, kupas atau cangkang dan diartikan lapisan luar dari buah ceri dalam dunia kopi specialty. 

Dihasilkan dari kulit kopi yang telah diolah dengan sedemikian rupa, dijemur di bawah sinar matahari hingga kering dan dijadikan minuman yang unik dari bagian kopi, yang lebih terasa seperti buah kopi segar dari alam.

Kreativitas pelaku bisnis kopi di Indonesia dalam pemanfaatan kulit kopi menjadi produk minuman baru seperti cascara memang telah memberikan dampak positif, yakni dapat mengurangi limbah pertanian dengan memaksimalkan buah kopi di dalam pengolahannya.

Ya, kulit kopi memang dapat bertransformasi menjadi sebuah produk minuman yang dikenal dengan nama cascara, setelah diolah dengan sedemikian rupa.

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia memang telah mendapat perhatian dan dukungan yang besar dari pemerintah hingga semakin tumbuh dan berkembang.

Dibandingkan dengan Uni Eropa yang memerlukan waktu yang panjang untuk legalitas penjualan cascara, masalah perizinan di Indonesia saat ini jauh lebih mudah dengan dukungan pemerintah melalui penyuluhan dan bimbingan agar sebuah produk "cascara" yang lahir dari UMKM tersebut, dapat laik jual serta legal.

Dan kulit kopi yang diolah Pak Slamet untuk menjadi cascara dengan kualitas ekspor tersebut bersumber dari kopi Arabika Linie S yang tumbuh di hamparan hijau dari perkebunan kopi di kawasan Candi Gedong Songo dengan ketinggian di atas 1300 mdpl, yang berada di lereng gunung Sakya.

Di dalam hutan lindung itulah kopi-kopi ditanam dengan sistem shade grown dan tumbuh dengan keseimbangan alam yang masih terjaga, di bawah naungan pohon-pohon yang rindang namun sinar matahari masih dapat menerobos lewat celah-celah daunnya saat cuaca terang, dan sebagai pelindung ketika hujan angin menyapa di musim yang berbeda.

@memayu.coffee
@memayu.coffee
Tentu saja faktor pemeliharaan tetap memegang peranan penting untuk mengoptimalkan produktivitas tanaman kopi dengan melakukan pemangkasan ranting-ranting pohon naungan secara berkala, agar sinar matahari tetap bisa masuk untuk proses fotosintesis, selain mempermudah penguraian serasah/sarap (plant litter) yang dapat menjaga tanah tetap subur dan menjaga ketersediaan zat hara dalam tanah.

Dari kebun yang dirawatnya, memang ada beberapa lokasi di mana kopi-kopi itu tumbuh. Dan dari ketekunan Pak Slamet dalam melakukan uji coba pembuatan cascara, Pak Slamet pun akhirnya dapat menentukan di mana titik koordinat (lokasi) kebun kopi yang pertumbuhan dan hasil panen kopinya cocok/sesuai untuk membuat cascara olahannya.

Menyunting dari laman Wikipedia Indonesia, Linie S merupakan varietas kopi Arabika yang berasal dari India, yang kemudian dikembangkan menggunakan kultivar Bourbon. Dan jenis umum yang paling dikenal dari hasil pengembangan tersebut adalah S-288 dan S-795, yang banyak ditemukan di daerah dataran tinggi di Nusantara seperti Aceh, Lintong, Jawa, Bali, Sulawesi, Flores dan juga Papua.

Karena tiap kebun di Nusantara memiliki karakter rasa tersendiri, maka cascara pun bisa jadi memiliki keunikan rasa yang berbeda di setiap daerahnya, meskipun dengan cara pengolahan yang sama dan menggunakan kulit kopi dengan varietas kopi yang sama.

Langit memang tak menunjukkan tanda-tanda akan turun hujan meski awan tetap saja membayangi gunung Sakya, yang bila dilukiskan keindahannya bagaikan bulan berpagar bintang di langit malam.

Demikian pula dengan kehadiran produk minuman dengan nama cascara, ia sungguh pantas mendekati rasa alami buah kopi yang ditemukan di alam dengan berbagai khasiatnya.

Minumlah hangat-hangat tanpa gula dan temukan sensasi kenikmatannya seolah berpetualang ke hutan, mencium aroma alam yang khas dari buah kopi yang menyegarkan.

Di keheningan senja dengan kabut tipis yang turun perlahan dari sang Sakya, 24 Januari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun