Di perbentangan waktu yang tersembunyi,
Kau pergi dengan dusta dan penghianatan tajam.
Namun aku, setia di ujung dendam ini,
Menanti keadilan di balik awan kelam.
Sinar rembulan tak lagi berseri,
Cahaya cinta pudar dalam kepedihan.
Hatiku terluka, pilu tiada terperi,
Kuubur rasa yang dulu bertabur bunga indah.
Dalam langit hati, awan hitam mendung,
Menggumpal menutupi kisah bahagia.
Kau tinggalkan luka, tanda pahit tersembunyi,
Di setiap bait puisi nan aku goreskan.
Namun, hatiku tetap teguh berdiri,
Takkan biarkan pengkhianatan merajai.
Kuukirkan niat, kuukuhkan tekad setia,
Walau harus sendiri berjalan di malam kelam.
Dendam ini tak terbalas dalam rupa kebencian,
Namun kesetiaanku tetap abadi mengalir.
Di ujung dendam, ada kekuatan dan kebenaran,
Menguatkan langkah, menepis perih nan mendalam.
Mungkin waktu kan membawa balasan,
Hingga kau sadar akan kesalahan yang kau lakukan.
Namun aku tak lagi menunggu impian palsu,
Kuubah derita jadi kekuatan nan menguatkan.
Setia di ujung dendam, kini ku menyadari,
Tak semua cinta berujung bahagia nan riang.
Namun kubangun diri dari keruntuhanku sendiri,
Menjadi kuat, tegar, dalam arti sejati.
Takdir telah memisahkan jalanan kita,
Namun bukan berarti aku hancur berkeping-keping.
Kukenang masa lalu, namun melangkah maju,
Membangun hidup, menyinari jalan nan terang.
Setia di ujung dendam, kini kuberjanji,
Takkan biarkan pengkhianatan membelenggu hati.
Kuubur dendam, kumohon ampunan Tuhan,
Kini ku lepaskan segala beban rasa dendam.
Biarlah waktu yang menyembuhkan luka,
Kuampuni dirimu, meski belum ku lupa.
Namun ku hadapi hidup dengan tegas,
Kujiwai kehidupan dengan cinta yang sejati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H