Sepertinya, semesta dan Tuhan mendukung untuk pengubahan citra ibukota Tashkent di mata dunia. Gempa 1966 benar2 menghancurkan Tashkwnt dan sekarang tinggal beberapa reruntuhan bangunan2 lama yang memang ingin dihancurkannya.
 Akibatnya, bagian kota yang "lama" secara bertahap dihancurkan, otoritas kota memutuskan untuk menghancurkan sebagian dengan adanya program renovasi2 di seluruh kota yang "lama" dan "memodernisasi" pada Tashkent hingga tahun 2030. Dengan demikian, selama 150 tahun terakhir, Tashkent telah menjadi objek "kekaisaran" dari "modernisasi", yang kehilangan historisitasnya, dan berubah menjadi kota "modernisasi/Eropaisasi"
Mungkin, "modernisasi kekaisaran" dari otoritas Tsar dan Soviet menyiratkan modernisasi kota yang "rasional", yang berarti pelestarian dengan ciri khas nya di Tashkent. Yang sangat ertentangan dengan proyek2 kekaisaran kolonial, otoritas modern mendukung "modernisasi" yang keras yang akan menghapus semua memori Sejarah, yang dahulu merupakan bgian dari sosialisme Soviet.
Karena proyek arsitektur dari pemerintah pasca-Soviet yang "baru", Tashkent modern berubah dengan cepat. Arsitektur modern Tashkent mengingatkan kita pada gaya neo-imperial mini yang dalam beberapa hal menyerupai gaya Romawi kuno, yang tidak sesuai dengan sejarah kota tersebut.
Pada beberapa bangunan di Tashkent itu, memang sangat menarik ketika bagunan2 khas Soviet, berdampingan dengan gaya neo-imperial seperti Romawi kuno.
Dalam gaya neo-imperial, warna putih dan kolom mendominasi, menyerupai kemegahan Romawi. Tidak seperti bangunan asli Romawi kuno, gaya kekaisaran Uzbekistan memadukan selera arsitektur Stalin. Lingkungan "lama" di pusat kota Tashkent dihancurkan, dan gedung2 tinggi modern sedang dibangun.
         Sebuah bangunan baru yang di desain Eropa Romawi sederhana, yang membuat wajah Taswhken semakin tidak beraturan .....
Â
Filosofi Tashkent yang baru adalah untuk menunjukkan kepada penduduk dan seluruh dunia, kekuatan pemerintahan baru, yang berusaha untuk menjadi "modern".Â
Pemerintah memahami "modernitas" sebagai perjuangan melawan sejarah, dan diskontinuitas dengan tradisi. Pemikiran "baru" dipaksakan kepada penduduk, yang hanya didasarkan pada pujian terhadap sistem yang ada. Yaitu, kota impian bagi kaum elit.