By Christie Damayanti
Â
Perjalanan mulai dari Tashkent ke Samarkand dan dari Samarkand ke Bukhara berlanjut terus. Mendekati Bukhara, hujan salju semakin berhenti dan gundukan2 salju pun menghilang. Tapi, suhu udara masih sangat dingin, masih dibawah 5 derajat Celcius.
Pengalaman yang luar biasa untukku sempat bertandang ke Uzbekistan, Dimana aku tidak akan pernah kesana jika aku tidak diajak dan "dipaksa" oleh beberapa teman baruku. Sebuah negara yang baru lepas dari Uni Soviet pada tanggal 31 Agustus 1991 lalu merupakan bekas berfaham sosialis komunis, dan sekarang berkembang menjadi sebuah negara Moslem  berkembang yang modern .....
Pernah menjadi sebuah negara berfaham sosialis Komunis dengan konsep "sama rata sama rasa", Uzbekistan sudah terbiasa dengan banyak peraturan2 yang untukku kurang masuk akal sehatku.
Keberadaan negeri cantik ini, mengingatkan aku kepada negara tercintaku Indonesia, pada belasan atau puluhan tahun lalu.
Ketika aku disana, berjalan2 di sekitaran permukiman dan hotel2, memang banyak minimart2 atau toko2 biasa di sepanjang jalan. Dan ketika kami masuk ke dalam, aku merasakan "aura jaman dahulu", seperti waktu aku masih kecil Bersama ibuku ke toko kelontong!
Minimart2 disana benar2 seperti toko2 kelontong di jaman dahulu di Jakarta, yang barang2 nya tidak disusun dalam rak2 yang bis akita ambil sendiri, tetapi ada petugas yang harus mengambilkan barang2 yang kami inginkan, dibelakang petugas itu .....
Isi barang2 di minimart2 itu pun, bukan seperti yang aku bayangkan, denagn berbagai macam cemilan atau minuman atau roti2 basah, eskrim dan kebutuhan2 standard lainnya. Yang ada adalah kebutuhan2 bahan mentah makanan2 persis dengan toko2 kelontong di pasar2.
Tidak ada snack2 yang sebenarnya ingin kami beli untuk cemilan. Tidak ada mionuman2 ringan yang banyak sekali jenisnya seperti di Jakarta. Lalu, kami mau beli apa?
Akhirnya, kami hanya membeli buah2an segar saja sdeperti apel, jeruk atau pisang. Benar2 seerti toko2 kelontong di pasar2 di Indonesia!
***
Uzbekistan memang salah satu "negeri tua", bekas jajahan Uni Soviet. Seperti di Eropa, mereka pun sangat peduli denagn bangunan2 tuanya dengan merstorasi bangunan2 tua tersebut untuk menjadi salah satu titik wisata dunia, dan juga mereka berusaha sekali untuk bisa memberikan akses untuk wisatawan2 prioritas dan disabilitas.
Kehidupan tua di Uzbekistan memang sangat terpelihara. Walau aku tahu, bahwa negeri2 heritage seperti ini tidak bisa seenaknya saja untuk merenovasi atau menambah2kan fasilitas2 modern, karena itu dilindungi oleh peraturan2 dunia, untuk memelihara Sejarah kehidupan dunia.
Selama perjalanan, ada banyak juga bangunan2 tua dan modern bertebaran di sepanjang jalan. Mall2 besar pun ada, apalagi di Tashkent sebagai ibukota negara yang memang sebuah kota modern. Tetapi, pada dasarnya, kebutuhan penduduk local lebih banyak di dapatkan di pasar2 tradisional.
Apakah itu bisa dikatakan seperti di Indonesia, yang sebagian besar penduduk nya masih mengandalkan pasar tradisional?
Dokumenatsi pribadi - Tempat parkir pasar petani Gijduvan, salah satu jalur transaksi "Jalur Sutra" di Uzbekistan. Penuh sejarah, yang sekarang menjadi sedikit modern dengan penambahan2 fasilitas untuk transaksi modern, walau pasarnya tetap tradisional .....
Uzbekistan merupakan salah satu negara yang berada dalam perjalan "Jalur Sutra" berabad2 lalu, dan mereka sempat berdagang di beberapa pasar yang ada di Uzbekistan, yang salah satunya sempat aku foto, di sisi jalan selama perjalanku .....
Lokasi Uzbekistan di tengah benua Eurasia (benua  antara Eropa dan Asia), memungkinkannya memainkan peran penting dalam sistem lintas benua Jalur Sutra. Faktanya, jalur utama Jalur Sutra yang menyatukan Timur dan Barat melewati wilayah Uzbekistan saat ini, yang merupakan salah satu tempat munculnya dan berkembangnya peradaban pertama.
Wilayah Uzbekistan menurut yang aku baca, adalah sebuah negara yang sangat subur yang dikembangkan secara intensif oleh manusia, keragaman sumber daya mentah, adanya budaya kota yang maju, industri kerajinan tangan tingkat tinggi. Dan, faktor2 inilah yang telah menentukan jalur utama terjadinya hubungan perdagangan dan pertukaran, sejak dahulu kala bahkan sampai sekarang.
Sebagai hasil dari upaya ini, kontak perdagangan dan budaya yang cukup erat terjalin dengan beberapa kekuasan besar dunia saat itu, bbeberapa kekaisaran dunia, China dan Romawi.
Dengan berlalunya waktu, Jalur Sutra  menjadi jalur yang tidak hanya dilalui perdagangan, tetapi juga hubungan budaya terjalin. Sepanjang Jalur Sutra Besar melakukan perjalanan para misionaris agama, cendekiawan, musisi dan banyak individu lainnya.
Sejarah terus berjalan, yang akhirnya menjadikan negeri Uzbekistan yang belum lama lepas dari Uni Soviet ini, seperti sekarang ini, dengan menjadi sebuah negeri Moslem yang modern dan membuka dirinya untuk hubungan internasional ......
***
Suasana yang sangat tradisional, terhembus dari pengamatanku selama perjalan2ku di Uzbekistan. Membawaku ke dunia peradapan salah satu negeri cantik "antah berantah anti mainstream" ini.
Tiap saat aku mengamati gerak gerik dan denyut nadi kehidupan warga local dimanapun ketikan aku disana, aku benar2 mersakan sebuah denyut nadi dalam peradaban kuno yang modern, denaggn sejarahnya yang membuka mata dan hatiku untuk aku bisa terus belajar tentang semuanya.
Sebuah perjalanan unik yang luar biasa, yang diperkenankan Tuhan untuk aku jalani, di awal musim semi tahun 2024 lalu, di Uzbekistan ......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H