Rumah2 adat disana pun benar2 ber-arsitekturan purba tradisional yang berbentuk unik dan eksotis! Konsep arsitektural mereka ditandai untuk masing2 usia rumah serta gaeris keturunan yang berkuasa dengan status2 sosial penghuni rumah2 adat tersebut. Hal ini pun aku akan tuliskan di bab2 berikutnya.
Yang jelas, di setiap rumah adat selalu terdapat belasan atau puluhan tanduk2 kerbau serta rahang2 babi yang tergantung epic dan eksotis! Dan, di bubungan atap masing2 rumah adat tersebut, ada pembeda "gender" sebagai symbol leluhur mereka.
Gender laki2 sebagai leluhur lelaki dengan desain berupa manusia dengan memegang parang dan tombak serta gender perempuan sebagai symbol leluhur perempuan berdesain rumah adat miniature, dipasang di bubungan atap.
Sangat terlihat kebersahajaan mereka, bahwa rumah adat merupakan pengingat bahwa kemanapun keturunan dari sukuk2 itu pergi merantau, ketika panggilan adat datang, mereka akan pulang ke rumah mereka ......
Walau mereka memang sudah hidup modern secara Indonesia karena pemerintah daerha benar2 memberikan "kemodernan" untuk mereka, tetapi kehidupan mereka secara sehari2 masing sangat "purba".
Mereka mengerti dan bisa berbahasa Indonesia, secara aku selalu mengobrol dengan mereka, tetapi secara adat, mereka berbahasa Nga'dha dan beragama Katolik karena misionaris2 dari Eropa berdatangan sejak jaman dahulu kala. Tetapi, mereka tetap juga menjalankan keagamaan dan kepercayaan leluhur mereka, secara adat dan udaya serta tradisinya ......
Masyarakat Kampung Adat Bena ini meangn sangat unik.
Seperti yang kita tahu di Pulau Jawa kebiasaan ibu2 mengunyah sirih pinang, begitu juga dengan mama2 Kampung AdatBena, dan ternyata yang aku baca dari beberapa referensi, mengunyah sirih pingan disana diwariskan dari leluhur2 mereka.
Kunyahan sirih piang, ternyata juga sama dengan di Pulau Jawa, dari campuran daun sirih, kapur, gambir, pinang dan sedikit tembakau. Dan, ramuan ini memberi rasa segar dengan hasil unik warna merah yang menempel di gigi. Mengunyah sirih pinang selalu dilakukan tanpa mengenal waktu, dari pagi, siang, sore bahkan malam.
Keunikan masyarakat Kampung Adat Bena itu pun salah satunya dengan "berkomunikasi" dengan leluhur mereka dengan cara mempersembhakan kurban2 sembelihan yang diletakkan di bangunan2 di tengah2 kampung itu yang Bernama Nga'du (symbol leluhur laki2) dan Bhaga (symbol leluhur perempuan).
Nga'du merupakan simbol nenek moyang laki-laki. Berdiri disetiap rumah adat Flores. Bentuknya seperti sebuah payung dengan bangunan bertiang tunggal terukir dan atapnya dari serat ijuk. Jika diperhatikan mirip seperti pondok peneduh. Tiang Nga'du dibuat dari jenis kayu khusus dan keras. Selain sebagai penyanga, tiang ini juga berfungsi sebagai tiang gantungan hewan kurban ketika pesta adat.