By Christie Damayanti
Pedestrian di Kawasan permukiman Joo Chiat, lebar 120 cm, ramah, permukaan halus dan rapih, aman dan nyaman bagi kursi roda ku .....
 Tidak aka nada bayangan, jika tidak ada cahaya,
Ketika bayangan itu muncul,
Apakah kita bisa menghalaunya?
Apakah kitab isa menghindarinya?
TIDAK!!!
Ketika bayangan itu muncul,
Biarkan saja, karena itu adalah "kita",
Kita tetap bisa melakukan hal2 yang terbail dari kita,
Dan biarkan saja bayangan kit aitu mengikuti kita,
Jika kita berbuat yang tidak baik,
Bisakah kita membohongi kita dari bayangan kita, padahal itu adalah "kita?"
Just do the best,
Supaya hidup kita semakin bermakna dan berharga .....
 ***
Sebuah ekspresi hidupku, sebagai seorang arsitek disabilitas. Aku ingin sekali berkarya bagi disabilitas terutama di Indonesia. Mengapa?
Karena, walau aku cacat aku tetap bisa bekerja, melakukan hal2 yang ingin aku lakukan, traveling, makan baik, dan banyak hal. Sementaraa teman2 disabilitas yang aku kenal, jangankan mempunyai fasilitas2 seperti aku, bahkan untuk makan pun harus susah payah mencarinya.
Sehingga, kutetapkan hidupku untuk melayani mereka dengan cara2 yang aku bisa, bukan dengan cara2 yang aku tidak bisa.
Aku berusaha melakukan semuanya yang terbaik, supaya bayang2 hidupkupun terlihat yang terbaik. Sebagai seorang arsitek yang disabilitas, aku sangat yakin Tuhan mau aku berbuat yang terbaik bagi disabilitas2 terutama di Indonesia.
Aku tidak mau, bayang2 hidupku saling bersembunyi, dan menutupi hidupku yang tersembunyi karena kelam. Aku mau, bayang2 hidupku benar2 bisa menjadi motivasi bagi teman2 disabilitas.
Memang tidak mudah, tetapi hal2 terkecil pun aku lakukan, karena dari hal2 yang terkecil itu, akan muncul hal2 besar yang bisa aku lakukan dan  semakim besar jika aku setia untuk melakukan dari ang terkecil sampai sekarang.
Satu contoh yang aku lakukan adalah, membuktikan beberapa hal, bagaimana Singapore benar2 setia dengan berbagai peraturan2 yang dibuat dan melakukannya dengan baik, sesuai denagn yang mereka bangun.
Adalah lebar pedestrian standard Singappore adalah 120 cm sampai 180 cm.
Coba, adakah yang berminat untuk membuktikan hal ini? AKU!
Lebar pedestrian di Singapore, dari Kawasan perkotaan, jelas akan sangat sesuai, karena terbukti bahkan di Kawasan permukiman dan perkampungan perkotaan, lebar pedestrian Singapore standard itu pun, teruji.
Lebar pedestrian 120 cm sampai 180 cm, termasuk space adalah, sebagai berikut,
Lebar kursi roda yang besar 100 cm
Lebar bahu pejalan kaki 60 cm
Total lebar 160 cm, ditambah space, menjadi 180 cm maksimal.Â
Dari infomasi beberapanteman di Singapore, tongkat putih untuk disabilitas netra adalah standard nasional Singapore, untuk menjangkau lebar pedestrian 120 cm sampai 180 cm. Lebih dari itu, tongkat putih mereka tidak bisa menjangkau sisi2 pedestrian. Sehingga, sisi2 pedestrian itu menjadi "pemandu" bagi disabilitas netra.
Awalnya, aku sempat heran, mengapa di semua pedestrian tidak dibuat "jalur pemandu" yangh sering dikenal dengan jalur kuning. Padahal, Singapore adalah dikenal sebagai kota inklusi.
Â
Berbagai ukuran pedestrian di Kawasan permukiman. Sesuai dengan standard Singapore antara 120 cm sampai 180 cm. Dari pinggir jalan, dibawah JPO, taman2 kota, semua rapih dengan lebar yang standard, permukaannya rata, rapih, aman dan nyaman.
Jika lebar pedestrian lebih dari 180 cm, tongkat putih yang dipakai oleh disabilitas netra, tidak bisa terjangkau pada sisi2 nya, sehingga standard lebar pedestrian ini benar2 harus dibangun persis dan disiplin.
Dan, jika tongkat putih untuk disabilitas netra itu juga tidak sesuai dengan standard nya, jalur pemandi di sisi2 pedestrian itupun, tidak bisa terjangkau oleh disabilitas netra.
Jadi, semua stakeholder di Singapore harus benar2 disiplin untuk saling membantu dan bergerak maju bagi warga Singapore. Dan semuanya memang sangat komprehensif!
***
Setelah banyak bertanya kepada teman2 arsitek di sana, terjawab sudah, bahka mereka membangun kenyamanan bagi semua warga, dengan tidak membuat jalur pemandu di semua pedestrian, yang akan mengganggu warga lainnya, karena tidak ratanya permukaan jalan pedestrian bagi pesepeda atau bagi pemakai kursi roda, seperti aku.
Dengan menenemkan konsep "jalur pemandu" lewat sisi2 pedestrian yang bisa dijangkau oleh tongkat putih bagi disabilitas netra, ini menjadi salah satu pembuktian bahwa Singapore benar2 sebuah negara dan kota inklusi, karena semua warga terpenuhi keamanan dan kenyamanannya.
Saat itu, aku blusukan di Kawasan heritage Joo Chiat, sebuah Kawasan permulikan dengan bergagai fasilitasnya. Semua pedestrian yang kulalui, sesuai dengan kebutuhanku sebagai disabilitas pemakai kursi roda.
Permukaannya rata, walau memakai material batu2, tidak bergelombang,
Lebarnya pun standard 120 cm sampai 180 cm,
Jika pada pedestrian itu ada ramp cukup panjang, selalu dilengkapi dengan railing dengan 2 tingkat pegangan, yang atas untuk dewasa dan yang bawah untuk anak2,
Dan selalu setiap pedestrian naik atau turun, selalu ada ramp dengan standard keterjalan hanya 4 derajat, yang memang sangat nyaman bagi pengguna kursi roda seperti aku.
Kawasan untuk pedestrian pun dilengkapi dengan bench2 untuk sekedar beristirahat jika area itu lias dan jauh. Serta lampu penerangan walau di area tersebut sepi (karena Kawasan perumahan dan hanhya warga saja yang hilir mudik di jam2 tertentu. Selenihnya akan sepi).
Bukti2 inilah yang aku perlukan untuk menambahkan sebuah konsep kedisiplinan bagi Indonesia, bahkan jika kita benar2 berniat untuk membangun fasilitas2 perkotaan khususnya untuk disabilitas, Indonesia harus tegas dan mematuhi aturan2 yang ada.
Bukan hanya sekedar bas abasi saja, pokonya sudah ada pedestrian, tetapi pada kenyataannya pedestrian itu tidak bisa dilalui olrh pengguna kursi roda sepanjang jalan. Itulah yang ada di Indonesia, bahkan di Jakarta sebagai ibukota negara kita.
Tidak gampang untuk aku terus "memaksa pemerintah" melakukan hal2 yang tertbaik bagi disabilitas karena pemerintah pun tidak punya end-user sebagai pemandu desain perkotaan, sehingga jika tidak punya pemandu memang akan sangat sulit untuk menjadi percontohan.
Dan, jika konsep dari pemerintah itu seharusnya bisa menjadi kebutuhan dan fasilitas2 bagi disabilitas, tetapi justru disabilitas itu tidak bisa memakai atau sulit untuk memakainya, itu sama saja bohong, kan? Karena si disabilitas tidak mampu memkaianya ......
Kembali lagi tentang sedikit cerita tentang pembuktianku untuk pedestrian Singapore.
Sebuah pembuktian kecil yang aku bisa lakukan dengan cara sederhana. Dan hasilnya sangat besar bagiku bahwa jika bagian2 kecil dalam sebuah perkotaan tetap dibangun dengan pemikiran dan hari yang bersih, akan dangat berguna bagi kemanuan kota dan negara tersebut.
Karena, ketia warga negara tersebut termasuk disabilitas dan prioritasnya merasa aman dan nyaman untuk kehidupannya, kota atau negara tersebut akan maju dengan mereka bekerja jauh lebih baik karena kesejahteraan warga nya ......
Bagaimana dengan Indonesia ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H