By Christie Damayanti
Sebuah rumah beasr di pojokan Jalan menuju Kabupaten Badung, dengan baian depan tanpa trtoar, padahal jalan ini cukup ramah sebagai bagian dari jalan utama di daerah ini, dan jalannya tidak terlalu lebar, sangat berbahaya bagi pejalan kaki padahal jalan ini punya fungsi bisnis penduduk disekitarannya .....
Â
Perjalanan ku dari hotelku di Sunset Road Kuta ke RS Mangusada, sebenarnya seperti biasa2 saja. Menjenguk sahabat di rumah sakit, tentu bukan sebuah wisata, bukan? Tetapi, justru menjadi sebuah wisata, ketika aku bisa memanfaatkan pemandangan di sekelilingku dalam mobil, dan tersesat! Hahaha ......
Awalnya adalah ketika mba Titiek tiba2 harus menjalani rawat inap di RS Mangusada Badung, padahal beliau berjanji untuk menemaniku keliling Bali untuk beberapa survey ku tentang disabilitas Bali.
Okelah ......
Hari itu, aku memang ingin menjenguk mba Titiek, sehinga pagi2 setelah makan pagi aku memesan taxi online menuju RS Mangusada Badung. Aku meneliti tujuanku, yang benar2 aku tidak tahu, itu daerah mana. Yang aku tahu, hanya daerah Badung.
Dan, setekah aku memastikan tempatnya kepada mba Titiek dan kepada resepsionis hotelku, aku tidak ragu untuk langsung berangkat. Dengan mengendarai taxi online.. Dan selama perjalanan, aku bersenandung, sambil banyak memotret lingkungan perjalananku sesuai survey ku tentang fasilitas2 sepanjang perjalanan.
Lingkugan sepanjang perjalananku meang cukup menarik, dan sesuai dengan berbagai surveyku tentang fasilitas2 untuk kaum prioritas dan disabilitas. Pedestian sepanjang jalan luar kota, memang mungkin belum bisa dibenahi oleh pemerintah daerah. Aku mengderti itu.
Bahkan, di Jakarta saja sebagai ibukota Indonesia, perjalanan sepanjang jalan dari rumahku di Tebet sampai ke kantorku di Grogol pun, juga elum erbenahi oleh pemerintad daerah Pemprove DKI Jakarta. Jadi, sepertinya aku agak susah untuk bisa berkata "membenahi" Bali seseuai dengan apa ya aku inginkan.
Ya sudahlan, aku tetap akan mencoba memberikan hasil foto2 dengan analisa2ku tentang perjalananku dari Kuta ke Badung, Bali.
Â
Mulai area keluar Kuta menuju Badung, fasilitas pedestrian sesuai di foto ini, masih dianggap baik, denan pedestrian sekitar 80 cm dan sedikit perbedaan ketinggian. Walau tidak nyaman untuk kursi roda, adau walker, tetapi cukup baik. Apalagi terdapat "jalur pemandu", bagi disabilitas netra.
Sebuah pedestrian yang amburadul. Permukaan yang tidak rata, tidak ada fasilitas "jalur pemandu", serta di pojokan jalannya terdapat lubang2 yag sangat berbahaya bagi pejalan kaki, terutama bagi kaum prioritas dan disabilitas .....
Dokumentasi pribadi
Bagaimana dengan yang ini? Foto pertama, pedestrian bergelomban karena conblok turun dan foto kedua, sama sekali tidak bisa dijalani oleh pejalan kaki dalam kondiri terbatas (bisa jatuh!), apalagi pemakai walker dan kursi roda.
 Saat itu, agak macet, dan di foto 2 ada gang kecil dimana aku bisa melihat seoran ibu muda dan lusuh, duduk di atas kuri roda yang sepertinya sudah tidak nyaman untuk dipakai. Perempuan muda itu, melihat jalanan, melihat dan menatap mataku dari kejauhan.
Pikiranku melayang2. Aku berpikir, perempuan muda itu sedang berpikir sesuatu. Mungkinkah dia berpikir,Â
"Ah, enaknya bisa naik mobil" atauÂ
"Ah, susah sekali berjalan (dengan kursi roda) keluar dan naik mobil" ......
Aku tidak tahu, apa yang dia pikirkan, tetapi beberapa menit taxi online ku berhenti, ada signal2 harapan (ataukah rasa putus asa?)seorang perempuan muda. Tetapi, apa yan aku lihat di drpan gang ini, membuat hatiku surut kembali.
Pedestrian atau trotoarnya sanat sulit untuk dijalani oleh kursi roda, apalagi kursi roda reyot yang aku lihat yang didudukioleh perempuan muda itu. Sebuah TANTANGAN untukku, tetapi bisa berbeda dengan orang lain.
Mungkin, bagi perempuan muda itu, merasa drop dan susah untuk bisa bergerak dengan keadaan seperti itu. Jadi, bagaimana pemerintah daerah Bali yang harus mampu mengayomi semua warga Bali untuk mereka bisa mandiri .....
***
Mungkin, ini contoh sangat kecil yang aku lihat. Betapa di ujung jalan dalam gang sempit di perjalananku dari Kuta ke Badung, aku bisa mengerti semakin baik, betapa disabilitas2 Bali benar2 membutuhkan bantuan berupa fasilitas2 perkotaan bagi disabilitas.
Pada kenyataannya, yang aku tuliskan pada beberapa arrtikel2ku sebelumnya bahwa pemerintah daerah Bali, masih melihat kaum prioritas dan kaum disabilitas sebagai sebuah obyek dalam hal medis serta belas kasihan dan santunan2.
Ya, mereka memang masih membutuhkan itu semua. Tetapi, bukan dalam bentuk yang lazim dilakukan dimana2, termasuk di Bali! Mereka membutuhkan fasilitas2 dan aksesibilitas untuk disabilitas. Mereka embutuhkan fasilitas2 perkotaan itu untuk mereka bisa mandiri!
Dan, mereka membutuhkan pembedayaan untuk bisa bergerak semakin madiri, jika pemerintah daerha Beli tidak mau direrpotkan oleh mereka jika ereka sama sekali tidak diajarkan untuk mandiri!
Sebuah pelajaran beberapa menit untukku, walau dari kejauhan saja .....
Kasus diatas, membuat aku semakin berpikir jauh. Data dan informasi dari Kemnterian Sosial di Bali, ada 1.387 orang disabilitas yang tertsebar dari 12 Lembaga Kesejahteraan Sosial dan ada sekitar 1.209 orang secara individu, dengan total 2.596 orang disabilitas, ini baru yang terdaftar. Bagaimana yang tidak terdaftar? Tentu masih banyak lagi, bukan?
Tahun 2020, jumlah penduduk Bali adalah 4.317.404 orang dengan kepadatan747 orang per-km2. Memang, terlihat sedikit sekali penyandang disabilitas di Bali, tetapi ini (sekali sekali), yang terdaftar. Belum juga, disailitas jenis apa saja? Karena bahkan di Jakarta un, masih susah terhitung disabilitas2 langka yang mungkin tidak pernah terdengar .....
Anggaplah hanya 2.596 orang disabilitas saja. Tetapi, walau hanya "sekian" saja pun, mereka belum bisa menimati Bali, sebagai tempat tinggal nya yang nyaman.
Untuk sebuah kota untuk tempat tinggal, tentu saja harus nyaman karena sebuah tempat tinggal akan berhubungan dengan semua aspek kehidupan mereka. Karena, jika kita tidak nyaman tinggal di suatu tempat, hidup kita tidak akan bahagia, pekerjaan kita un akan menjadi sekedar mencari uang dan tidak mampu memberikan kedamaian.
Jika ke 2.596 orang disabiltas di Bali tidak mempunyai fasilitas2 yang dibuuhkan mereka, berapa lama pemerintah daerha Bali mau dan mampu digantungi oleh mereka? Berapa lama keluarga mereka mau dan mampu digantungi kehidupan mereka?
Padahal, disabilitas itu erus bertambah! Semua orang akan menjadi seorang diabilitas, karena sudah semakin tua dan semakin bergantung pada alat2 bantu dan keluarga/pemerinah. Belum lagi, orang2 yang kecelakaan dan hidup, mereka menjadi seorang disabilitas.
Belum lagi juga, orang2 yang sakit seperti pasca stroke, yang membuat mereka lumpuh tubuh separuh (seperti aku) dan menjadi seorang disabilitas.
Aku tidak tahu, berapa pertambahan disabilitas per-hari/minggu/bulan/tahun, dan bagaimana bisa pemerintah terus digantungi mereka?
Pelajaran yang sangat berharga, dari kemacetan saat itu, dan aku melihat seorang perempuan di atas kursi roda reyot, dengan tatapan matanya yang kosong. Bali harus belajar banyak ......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H