Mereka pemakai kursi roda ini memang terlihat ok, tetapi mereka berada di jalan aspal untuk kendaraan bermotor! Dan itu sangat membahayakan hidup mereka! Apakah ini "ramah disabilitas?" TIDAK!!!
Berita yang dilansir oeh media Kompas tenang unjuk rasa bagi disabilitas netra yang menunutu hak2nya di trotoar atau pedestrian! Apakah pemerinah Bali tidak tergerak melihatnya?Karena dalam beberapa saat lalu aku disana, belum ada perbaikan dari sebelumnya .....Â
Dan sebagainya, karena dalam kenyataanya aku berada di dalam mbil, aku bisa melihat sebuah kenyataan begini,
Hampir setiap trotoar atau pedestrian untuk pejalan kaki di perkotaan bahkan di aera wisata disana, lebarnya hanya sekitar antara 60 cm sampai 80 cm!Â
Ada beberapa lebarnya hanya 100 cm atau 1 meter, tetapi kesemuanya bukan melulu untuk pejalan kaki saja, tetapi ada tiang listrik, ada pepohonan yang tidak terawatt, ada manhole dengan desain seragam tetapi peil ketinggiannya berbeda dengan lingungannya serta jarang ada jalur pemandu untuk disabilitas netra! Nanti akan kubuktikan dengan artikel2ku selanjutnya.
Teman warga Bali ini bercerita juga tentang rumah2 khas adat Bali dengan tata cara yang memang berbeda dengan apa yang aku taku sebagai arsitek. Bagaimana Pura2 di Bali pun sama, tidak memungkinkan disabilitas datang kesana, kaena memang bergitulah tata cara dan konsep rumah dan Pura di Bali.
Hampir semua mempunyai undak2an di setiap rumah dan Pura di Bali. Dan, tidak aka nada disabilitas apalagi yang "berat", yang bisa menaiki Pura dan masuk ke rumah warga Bali yang masih tradisional, sesuai dengan arsitekturalnya.
Jika disabilitas atau orang tua atau lansia mau masuk ke rumah Bali, atau mau bersembahyang di Pura, ya harus digendong oleh keluarga atau temannya untuk bisa melakukan itu. Jika mereka jatuh, dan ada darah (terutama di Pura), aka nada upacara untuk membasuh darah yang dianggap mengotori banguan tersebut.
Sehingga, dengan kata lain bahkan "pergilah jauh2 bagi disabilitas, tidak ada tempat bagi disabilitas di bangunan2 tersebut!".