Aku hanya tersentak kaget, ketika suatu hari aku berada dalam 1 mobil dengan seorang temanku sebagai warga Bali yang tinggal di Tabanan, Bali, menguraikan masalah2 dan kenyataan2 yang sama sekali diluar dugaanku sebagai arsitek dan disabilitas yang memperjuangkan teman2 disabilitas yang lainnya.
Aku semakin tersenak kaget, ketika beliau bercerita secara detail tentang realitas demikian, dan pikiranku menjadi melayang2, bahwa sesungguhnya perjuanganku di Bali akan sangat mubazir!
Oklah jika demikian, jika memang Bali tidak bisa menerima konsep2ku untuk sebuah kepedulian bagi disabilitas, tetapi menurutku sendiri, setidaknya ada penataan kota untuk Bali, sehingga kaum disabilitas bisa menikmati keindahan Bali, bahkan penataan perkotaan di Bali jua bisa membantu wisatawan dan masyarakat Bali lebih bisa menikmati keyamanan kota untuk berkegiatan sehari2 .....
Sebelum aku masuk ke konsep2 perkotaan serta banguanan2 di Bali, aku hanya ingin menuliskan apa yang teman warga Bali ini katakana, tentang sebuah kenyataan pahit .... Sangat pahit .... Tntang disabilitas .....
Mungkin, benar mungkin dalah, tetapi aku mendengarkan sendiri betapa menyakitkannya, realitas menurut temanku ini tentang bagaimana Bali (atau oknum?) memandang disabilitas .....
Begini,
Ketika aku banyak bertanya tentang disabilitas:
Mengapa Bali sebagai destinasi internasional yang sangat terkenal, tidak punya kepedulian sama sekali untuk disabilitas/wisatawan disabilitasnya?
Mengapa Bali benar2 tidak mempunyai space atau lahan yang nyaman untuk seedar berjalan, bukan untuk disabilitas saja, tetapi untuk orang tua yang memakain tongkat atau walker?
Mengapa area2 wisatawa seperti Kuta, Canggu, Sanur, Bedugul, Ubud dan sebagainya atau itu sama sekali tidak memperlebar atau SETIDAKNYA MENATA ULANG pedestrian2nya supaya semua orang bisa berjalan dengan nyaman diatasnya?