Saya pun Bisa Menjahit
By Woro Utami Suharto
Ibuku mempunyai sebuah mesin jahit jaman dulu, yang diinjak. Ibu sering mengeluhkan ketidak-benaran mesin jahit ini. Katanya, rusak. Saya selalu memperhatikan, bagaimana ibu mempergunakan mesin jahit ini, sebelum rusak.
Saya suka seolah2 mesin tersebut bisa saya perbaiki dan membersikannya, dan saya pun mencoba2 melakukannya.
Waktu itu, saya kira2 kelas 4 Sekolah Rakyat, berarti berumur 9 tahun. Setelah mesin jahit itu dibetulkan oleh tetangga ayah, saya berhasil membuat rok bawah sederhana untuk sendiri. Saya senang sekali, waktu itu .....
Saya pakai rok itu, berlari2ke rumah eyang, untuk memamerkan ke eyang dan bulek Sri ( anak bungsu eyang).
Akhirnya, saya senang menjahit. Lalu, apa yang saya jahit?
Pada saat itu, kalau bayi sudah agak besar dan tidak memakai "gurita" lagi (gurita dipakaikan  sebagai penahan masuk angin), bagian dalam pakaian yang dinamakan "oto". Bentuknya, seperti trapezium, dengan tali diujung2nya untuk saling diikatkan, dileher dan diperut.
Saya juga bisa menjahit popok bayi untuk adik2 saya, walau bentuknya sangat sederhana. Yang agak sedikit rumit adalah menjahit "celana monyet". Pokoknya, ada lubang untuk leher, tangan dan kaki, cukup sudah .....
Kemampuanku menjahit semakin baik. Sehingga, sewaktu saya kelas 6 SR, saya sudah bisa menjahit baju2 adik2 saya yang perempuan, juga menjahit kebaya ibu. Dan terus berlanjut sewaktu adik2 saya perempuan ada 4 orang, dan saat itu saya sudah mahasiswa di Universitas Gajah Mada (UGM) di Yogyakarta.
Setiap liburan pulang ke Purwokerto, saya pasti menjahitkan baju2 adik2 saya perempuan, lebih2 ketika menjelang libur Lebaran. Jahitan pasti banyak sekali, ditambah jahitan anak2 bulik, keponakan2 saya.