Pernah terpikir tidak, bahwa kita mulai belajar mengeja, menyalin dan membangun kalimat-kalimat sederhna, di awal umur 40 tahun? Itulah, aku!
Setelah aku mulai belajar bicara, dimulai dengan huruf A, B, C, D dan seterusnya, aku diajari untuk mengeja. A ..... B ..... C ..... D ..... Ibu ..... Bapak ...... Kakak ...... Adik ..... dan seterusnya, sampai aku mampu megeja dengan baik.
Lalu, aku diminta untuk mengikuti tulisan-tulisan yang dituliskan oleh therapist bicaraku, ibu Cornellia.
***
Hari demi hari, aku jalankan terapi-terapiku, yang benar-benar mengasah otakku di awal umur 40 tahun. Aku memaksa otakku untuk belajar, belajar dan belajar! Aku harus menggembleng hidupku (saat itu), supaya aku benar2 mampu mandiri sebagai manusia!
"Ya ampun! Segitu parahnya kah aku? Bahkan, untuk meyalin tulisan saja, aku tidak mampu? Bagaimana aku bisa mandiri? Bagaimana aku bisa bekerja? Tuhanku ....."
Aku membayangkan hari-hari depan ku menjadi suram. Aku hanya membayangkan, aku akan ditopang oleh keluargaku. Bagaimana aku bisa membiayai hidupku? Bagaimana aku bisa menyekolahkan anak-anakku?
Aku benar-beanr sempat terpuruk, walau sesaat...
TIDAK!!! AKU TIDAK MAU!!!!
Aku berontak! Aku bangkit dan tegar! Aku tidak mau ditopang oleh siapapun, termasuk kedua orangtuaku! Aku tidak mau!!!Â
Berarti, aku harus sembuh! Ya! Aku harus mampu menjalankan semuanya, yang diperintahkan oleh dokter-dokter dan terapist-terapistku! Supaya aku bisa perlahan, andiri dan bisa bekerja lagi! HARUS!
Semangatku mulai membara! Aku memang seperti ini, sekarang. Tetapi, aku percaya, perlahan aku mampu untuk bangkit! Sembuh! Dan, anak-anakku bisa sekolah lagi, kemanapun mereka mau belajar!
Sejak itu, aku bersumpah untuk belajar keras! Sekeras-kerasnya! Aku tidaj mau ada yang mengusikku! Aku tidak mau ada yang membuat aku stress! Dan, aku tidak mau siapapn menghalangiku untuk sembuh! Tuhanku! Tolonglah, aku!
Dan, hari demi hari kemajuan belajarku semakin pesat...... Puji Tuhan!
Dibawah ini, kemajuanku yang pesat dalam belajar menyalin,
Begitu seterusnya, sampai 100 aku harus menyalin sambil belajar berhitung, dengan menulis angka dalam huruf. Walau banyak sekali yang salah, yang tidak seharusnya seorang diawal umur 40 tahun, melakukan kesalahan itu.
Tetapi, inilah proses. Tidak ada yang instan! Apalagi serangan stroke! Karena, pada dasarnya pasca stroke itu tidak akan sembuh 100%. Sehingga, proses justru adalah yang terpenting, melebihi hasilnya!
Karena secara medis, tidak ada yang tahu dengan persis, bagaimana pasca stroke bisa dan mampu untuk mandiri. Bulanan? Tahunan? Atau, seumur hidup???
***
Di hari-hari berikurnya setelah berminggu-minggu aku mampu semakin melakukan kesalahan, aku diminta untuk menyalin Alkitab atau berita-berita dari Koran yang ada dan selalu dikirim oleh manajemen rumah sakit.
Selanjutnya, pelajaran baru adalah berpikir dan mengingat-ingat nama buah. Mulai dari A, B, C, D, dan selanjutnya. Nama buah-buahan yang aku ingat dan aku harus menuliskannya...
Inilah otak kiriku, yang berfungsi untuk berpikir, mengingat-ingat dan berkarya. Dan, saat itu hanya ini yang aku bisa! Terbayang, betapa aku harus menekan stre dan egoku untuk bisa segera pulih, padahal aku sudah mulai stress, merasa ini sia-sia...
Lalu, aku diminta menulis bagian-bagian tubuh kita, supaya aku tidak kupa, bagaimana Tuhan menciptakan tubuh kita dengan fangsinya masing-masing. Juga tugasku berikutnya adalah mengenal nama-nama bulan dalam 1 tahun...
Berminggu-minggu aku melakukan ini terus menerus. Tekun dan focus serta berkomitmen untuk bisa egra sembuh! Lalu, pengajaran berikurnya adalah, aku harus mengingat-ingat namaku, anakku, dan kedua orang tuaku dalam ejaan namanya serta tangga lahirnya!
Aku bingung!
Aku tahu nama anak-anakku dan nama kedua oangtuaku, tetai aku bingung nama mereka yang panjang, siapa? Dan, mereka lahir kapan?
Mungkin 1 atau 2 hari itu, aku baru mulai untuk "membuat tugas" ini ......
Aku mulai lebih percaya diri. Aku mulai bisa mengingat-ingat keluargaku. Dan setetlah itu, aku semakin membuka katup-katup ingatanku, sebelum aku terserang stroke .....
Tugas berikutnya adalah, membangun kalimat-kalimat baru, walau angat sederhana. Seperti ketika kita duduk di kelai 1 SD, dimana kita diminta untuk menuliskan ceria sederhana.
Misalnya,
"Bangun tidur. Lalu mandi. Setelah itu makan psgi dan berangakt ke sekolah" .....
Hmmmmm, aku geleng-geleng kepala, dalam merangkai kalimat sederhara seperti itu saja, membuat otakku belerja keras! Bekerja keras, sekeras2nya!!!
Untuk tugas "membangun kalimat" merupakan tugas yang cukup berat. Dimana otak kitiku yang cacat karena serangan stroke itu, dipaksa untuk berpikir.Â
Secara medis, otak kiri memang merupakan karya Tuhan untuk berpikir, sedangakan otak kanan, merupakan karya Tuhan untuk mengekspresikan diri kita melali seni dan kesenian serta kreatifitas.
Jadi, ietika otak kiriku sudah cacat berat, dan aku harus berpikir seperti ini, aku benar-benar tidak mampu, saat itu! Kerja kerasku membuat akhirnya otakku berdengung dan berputar-putar, seperti vertigo. Tetapi, aku benar-benar berusaha untuk bisa "sembuh", dengan kapasitas yang memang disetujui oleh dokter dan therapist.
Dan, terakhir yang sering aku diminta untuk membuat tugas ini, adalah mengingat sesuatu cerita dan menuliskannya. Dan, aku memilih mengingat lagu-lagu rohani dan aku tuliskan sambil melatih lidahku yang kelu, untuk bernyanyi...
***
Terapi ini, terus berulang, setiap ari sehabis makan siang, selama 2 jam, aku tekun untuk mempelajarinya terus menerus, sehingga ketika 6 bulan berselang, aku sudah siap untuk test "Fungsi Luhur", untuk bisa bekerja lagi .....
Lebay?
Berat?
Atau, biasa-biasa saja?
Silakan dibayangkan, betapa hidupku di masa-masa itu hanya fkus dan komitmen untuk PULIH dari serangan stroke berat, yang melandaku, Januari 2010 lalu, di San Francisco, USA ......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H