Atlet disabilitas, bahkan semua jenis disabilitas, sebenarnya sudah "diasingkan:, terpinggirkan dan kehilangan hak2nya. Walau, sekarang ini, issue2 tentang disabilitas mulai dimunculkan kembali, salah satunya even akbar dunia, Paralimpiade.
Ada persepsi bahwa penyandang disabilitas lemah atau cacat fisik sehingga tidak dapat berpartisipasi dalam olahraga.
Dari sinilah, salah satunya sigma tentang disabilitas adalah kata2 ":belas kasihan", walaupun pada kenyataannya, disabilitas tidak mau dikasihani ......
Catatan 1 :
Aku adalah bagian dari disabilitas dunia, setelah aku terserang stroke tahun 2010 lalu. Aku lumpuh tunuh sebelah kanan, dan sebagian besar hidupku berada di atas kursi roda, walau aku tetap bisa berjalan.
Pada kenyataannya, oada saat2 tertentu dalam pekerjaan2ku, aku merasa "dikasihani" dengan tidak mmberikan kesempatan pekerjaan yang secara fisik memang agak susah untuk aku jalani.Â
Padahal, walaupun aku berusaha untuk bisa melakukannya, dan memang aku mampu, tetap saja kata2 "belas kasihan" tetap aku merasakannya dari lingkunganku ......
Ketika aku sebgai disabilitas, aku tidak pernah merasa ada rasa "belas kasihan" bagi disabilitas2, apalagi atlet disabilitas. Aku justru merasa bangga tentang kenyataan bahwa disabilitas MAMPU melakukan semuanya!
Belas kasihan tentang disabilitas, mengungkapkan betapa disabilitas sudah menjadi obyek.
Masyarakat banyak menolak atau mengecilkan hati penyandang disabilitas. Ada juga sikap yang beragam terhadap penyandang disabilitas yang berpartisipasi dalam olahraga. Pada saat yang sama, olahraga disabilitas dipandang sebagai aktivitas olahraga yang lebih rendah dan bukan olahraga yang sah.Â
Catatan 2 :