Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tantangan Paralimpiade untuk Mengubah Masa Depan Atlet Disabilitas

31 Agustus 2021   17:41 Diperbarui: 31 Agustus 2021   18:04 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By Christie Damayanti

Dari artikelku sebelumnya, aku bicara tentang "bagaimana atlet disabilitas yang dielu2kan sewaktu bertanding di Paralimpiade sebaai sebuah inspirasi, tetapi pad kenyataannya mereka tidak mampu untuk mengatasi masalah2 sosial di lingkungan kehidupan mereka.

Paralimpiade digembar gemborkan sebagai langkah maju yang besar untuk penyandang disabilitas, mereka berada di awang2 ketika mereka bertanding. TEtapi, apakah mereka "baik2 saja", ketika Paralimpiade selesai dan mereka kembali pulang ke Negara masing2?

Apa yang dilakukan para atlet itu sendiri untuk mengatasi masalah yang dihadapi para penyandang cacat ketika sorotan tertuju pada mereka, di Negara mereka?

Bicara tentang Olimpiade dan Paralimpiade sendiri, kita semua tahu bahwa atlet2 yang bisa ikut serta untuk bertanding dalam wvwn besar itu, adalah atlet2 yang sudah diseleksi secara ketat, dan mereka itu mempunyai pelatihan2 khusus dengan pelatih2 yang sangat baik.

Yang aku baca di beberapa refeensi, pada kenyataannya pelatihan2 dan pelatih2 atket disabilitas untuk maju ke Paralimpiade, "tidak sebagus" dibanding dengan pelatihan dan pelatih2 dari atlet2 non-disabilitas.

Tentu saja, karena pelatih2 disabilitas itu sagnat sedikit, sehingga pada akhirnya atlet2 disabilitas mungkin tidak sekeras bertalih dibanding dengan non-disabilitas.

Sangat wajar, dan sangat dimengerti .....

Seperti yang aku tuliskan juga pada artikel sebelumnya, pada kenyataannya atlet2 disabilitas (sebenarya lebih tentang "disabilitas" nya sendiri), masih sangat terstigma neatif sebagai "disabilitas".

 Dunia telah melihat secara langsung bahwa penyandang disabilitas menghadapi banyak masalah yang bukan berasal dari diri mereka sendiri tetapi yang merusak kualitas hidup mereka. 

Ketika kita benar2 melihat di luar olahraga dan kehidupan yang nyaman yang diberikannya kepada kita, apakah kita bisa melihat kehidupan bagi disabilitas?

Catatan :

Ketika aku sebelum terserang stroke tahun 2010 lalu, bukan aku tidak menghormati disabilitas,aku tetap menghormati mereka dan simpati kepada mereka. Tetapi realitasnya, aku tidak pernah memikirkan mereka.

Aku tidak pernah berhadapan langsung dengan mereka, aku tidak mempunyai teman atau saudara di lingkngan mereka, dan aku tidak pernah ingin tahu apa yang mereka raskan, mereka inginkan dan mereka dambakan.

Kupikir, itu sangat wajar, asalkan aku tidak men-diskreditkan mereka, kupikir aku hanya bisa berempati saja kepada meerka.

Tetapi, berbeda ketika aku terseang stroke dan tubuh kananku lumpuh, sehingga aku dikategorikan sebagai disabilitas.

Aku benar2 merasakan, mendambakan dan bermimpi sebagai disabilitas, utuk bisa bergabung dengan non-disabilitas, yang ternyata tidak mydah. Bahkan, banyak bully yang aku alami, walau aku tetap berada dalam "dunia normal" kehidupanku.

Aku tetap bekerja, aku tetap kongkow dan aku tetap berteman, dan tetap juga ada yang membully .....

***

Dan, pada akhirnya aku bear2 merasakan ketika Paralimpiade terjadi saat ini, aku ikut bangga dengan mereka, tidak peduli menang atau kalah, karena yang repenting bagiku adalah mereka sangat luar biasa!

Tetapi, bagaimana akhir perjangan kehidupannya di masing2 negara mereka?

Stigma disabilitas memang sangat membuat mereka terpuruk, jika mereka tidak tahan.Ketika mereka masuk dalam masyarakat umum, dengan fasilitas2 yang tidak akses bagi mereka. Mereka dihadakn kepada dunia yang "kejam".

Sebagian besar Negara dunia, masih sangat ":tidak ramah disabilitas", sehingga jka disabilitas mau menapaki kehidupannya yang lebih baik, mereka harus berjuang sendiri, tanpa harus menunggu dari penyediaan fasilitas2 oleh pemerintah.

Disabilitas itu harus tegar, dan tidak bileh manja, walau effort mereka sanat besar dan berkal2 lipat dibanding non-disabilitas. Tetapi, begitulah kenyataannya ......

Dan, kenyataannya juga, ketika Paralimpiade selesai dan tirai sidah ditutup, kehidan realitas bagi disabilitas lah yang terus terjadi dengan kenyataan2nya yang kadang2 tidak manusiawi.

Ok,

Lalu, bagaimana dengan atlet2 disabilitas atau oun non0disabilitas setelah Olimpiade atau Paralimpiade itu pensiun?

Ketika mereka pensiun, mereka berjuang untuk mendapatkan pekerjaan, sulit mengakses transportasi dan gedung, mengalami penghinaan dan kejahatan kebencian dan menjadi depresi. 

***

Seperti halnya Olimpiade, Paralimpiade memikul tanggung jawab atas serangkaian janji "warisan" yang luas, termasuk sumpah untuk "mengubah kehidupan" atlet disabilitas dan warga dunia cacat lainnya, untuk mengubah "sikap dan persepsi penyandang disabilitas" dalam masyarakat yang lebih luas.

Ini akan mengubah persepsi orang tentang disabilitas, dan bukan hanya orang yang berbadan sehat. Semuanya harus berkompetisi saat semua layar tertutup, dan mendorong diri untuk dampak hidup meeka yang lebih baik.

Paralimpiade memang mendidik masyarakat. Paralimpiade akan menempatkan kita semua diluar sana, agar semuanya membuat penilaian dan pemahaman mereka sendiri.

Dukungan sosial yang memberikan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk berpartisipasi, tidak hanya dalam olahraga tetapi juga dalam masyarakat secara umum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun