Adikku memang mendorong kursi rodaku dengan sangat perlahan, tetapi dentuman godam, keras memukul kepalaku! Ternyata, secara nyata, aku memang belum kuat untuk bangkit secara fisik. Tetapi, aku tidak mau terpuruk seperti ini! Tidak mau!
Aku menguatkan diriku untuk tidak terpuruk.
Begitu kursi rodaku di dororng ke luar kamarku, aku merasakan udara segar dan aku melihat lalu lalang orng2 datang dan pergi. Tenaga2 medis dan pengunjung serta pasien2 hilir mudik. Aku merasa duniaku kembali .....
Suasana hiruk pikuk sebuah rumah sakit, terasa sudah. Selama ini, aku memang terisolasi di ruang perawatn, yang sepertnya, khusus untuk pasien pasca-stroke. Kedap suara dan terisolasi dari ruang2 perawatan2 yang lainnya.
Adikku mendorong kursi rodaku perlahan, membuat aku bisa menikmati suasana lingkngan rumah sakit ini.
Sebuah rumah sakit Katolik. Sepertinya, rumah sakit ini cukup besar. Aku tidak bisa melihatnya karena ketika aku dibawa ke rumah sakit ini, keadaanku antara sadar dan tidak sadar, serta otak kiriku terendam daras 20%.
Lorong rumah sakit itu, tempat aku berada diatas kursi roda yang di dorong oleh adikku, sesuai dengan bayangkan sebuah lorong rumah sakit biasa.
Cukup besar dengan berbagai alat kesehatan mobile, yang biasa di dorong2 oleh dokter atau suster, jika pasien membutuhkan perawatan seperti itu.
Saat itu, sekitar jam makan siang, dan banyak pengunjung yang datang menjenguk pasien2 yang dirawat disana. Dokter2 pun, lalu lalang, bersama suster2, keluar masuk ke ruang2 perawatan.
Sepertinya, rumah sakit itu sangat sibuk dengan banyak pasien.
Melihat kesemrawutan disekitarku itu, sepertinya justru membuat aku cukup terhibur dan justru meredakan goyangan kepalaku. Walau pada kenyataannya, kepalaku tetap bergoyang2 tetapi denyuran otakku justu mereda.